Saweran : Potret Masyarakat Kapitalis-Sekuler

Baru-baru ini beredar sebuah video di media sosial, seorang Qoriah bernama Nadia Hawasyi disawer dua orang pemuda saat sedang membaca Alquran di kota Pandeglang, Banten. Berkenaan dengan ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis menegaskan melalui tweetnya bahwa menyawer qori atau qoriah merupakan tindakan yang salah serta tidak menghormati majelis. Bahkan beliau menuturkan perbuatan tersebut haram dan melanggar nilai kesopanan (Suara.com, 06/01/2023).

Nadia Hawasyi sebagai korban saweran merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut. Namun beliau mengaku tidak bisa marah sebab dirinya tengah membaca Alquran sehingga beliau hanya mencabut uang saweran yang diselipkan oleh seorang pemuda di kerudungnya.

Mendayu-dayukan suara

Sakit bercampur sesak dada ini ketika melihat video aksi sawer terhadap Qoriah tersebut. Hanya saja, terjadinnya fenomena aksi sawer Qoriah tersebut tidak bisa jika hanya menyalahkan satu subjek saja yakni pelaku penyaweran. Menurut pendapat ulama yang rajih, suara perempuan memang bukanlah aurat. Namun dalam Firman-Nya, Allah telah melarang kaum perempuan mendayu-dayukan suaranya dihadapan laki-laki asing, bukan hanya seorang Qoriah, seorang vocalis perempuan pun mendapatkan aturan yang sama dari sang Khaliq. 

Bukan tanpa alasan, Allah menetapkan aturan semacam itu. Allah yang menciptakan manusia termasuk perempuan, sudahlah pasti Allah lebih mengetahui bahwa perempuan adalah fitnah (cobaan keimanan) bagi kaum laki-laki. Siapa yang akan menjamin kaum laki-laki tidak akan berhasrat, bergairah serta bernafsu ketika mendengar perempuan yang mendayu-dayukan suaranya ?

Desakralisasi Al-Quraan

Sudah menjadi suatu keniscayaan dalam sistem kapitalis, paham yang menjadikan standar kebahagiaan berdasarkan materi. Memberikan materi berupa uang kepada seseorang secara umum hukumnya mubah, hanya saja memberikan dengan aksi sawer kepada seorang pembaca Alquran tidak dibenarkan syariat. Hal ini menunjukkan sudah hilangnya adab dan etika terhada Alquran sehingga mencederai kesakralannya, sebab aksi sawer-menyawer identik dengan dunia hiburan masyarakat kapitalis.

Disamping itu, paham yang memisahkan agama dari kehidupan yakni sekuler membuat masyarakat melupakan fungsi Alquran yang sebenarnya. Alquran merupakan pedoman hidup manusia dengan segala aturan-Nya, yang diturunkan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam agar menerapkannya di setiap lini kehidupan. Sayangnya, hakikat Alquran dalam sistem demokrasi (aturan di tangan manusia) diabaikan, aturan kehidupan di dalamnya dianggap bak sampah. Tak heran jika dalam sistem saat ini, Alquran disamakan kedudukannya dengan kitab lain, sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini termasuk desakralisasi terhadap Alquran.

Mekanisme memuliakan Al-Quraan

Dalam Islam, Alquran begitu sangat dimuliakan sebab selain membacanya menghadirkan pahala, juga sebagai petunjuk manusia menuju Ridho Rabbnya. Layaknya seorang musafir, untuk sampai ke sebuah tujuan, seorang musafir tidak melangkah dengan tangan kosong, beberapa peta dijadikan sebagi petunjuk untuk menuju ke tempat tujuannya. Jika tidak, seorang musafir itu akan kehilangan arah (tersesat). Jadi sudah seharusnya manusia yang mengaku status agamanya Islam, menerapkan apa-apa saja yang terkandung didalam Alquran.

Lantas, bagaimana mekanisme memuliakan Alquran ? 

Jika pembacanya seorang perempuan, maka wajib baginya men-sirr-kan suaranya serta tidak mendayu-dayukannya. Itulah mengapa Islam melarang ikhtilat termasuk saat sedang menyaksikan pembacaan Alquran oleh seorang Qoriah. Pun jika keadaan mengharuskan pembacaan Alquran didepan jamaah umum maka lebih baiknya mengutamakan mencari seorang qori.

Adapun yang menyaksikan pembacaan Alquran maka wajib baginya mendengarkan dengan seksama dan penuh hormat. Sebagaimana Firman-Nya “.. Dan ketika Alquran dibacakan, maka dengarkanlah. Agar supaya kalian mendapatkan rahmat.” Terkait memberikan upah kepada pembaca Alquran, sejatinya diperbolehkan, namun dengan cara dan etika yang benar. Sebaliknya memberikan upah dengan cara aksi sawer tidak diperbolehkan bahkan hukumnya dapat berubah menjadi haram, sebab mengganggu khidmat terhadap pembaca dan pendengar Kalamullah. Wallahu’alam Bisshawab..

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Performa Hukum di Indonesia Semakin Menurun

Performa hukum di Indonesia saat ini semakin menurun, ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Widya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia yang dilansir dari situs berita Jakarta, IDN Times pada tanggal 26 April 2024. Praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat terhadap masyarakat sering terjadi, terutama saat terjadi aksi demonstrasi. Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional, tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

Standar Ganda HAM merupakan suatu konsep yang mengacu pada situasi di mana ada perlakuan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia. Penerapan kekerasan dalam penegakan hukum mengindikasikan bahwa sistem hukum kita sedang mengalami masalah. Sungguh mengejutkan karena negara ini sebagai yang disebut merupakan salah satu negara yang menghargai hak asasi manusia. Tetapi, pada kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Dalam agama Islam, tidak terdapat konsep yang disebut “Hak Asasi Manusia”. Semua hal dianggap melanggar hukum jika tidak sejalan dengan ajaran agama. Jika ada warga yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, mereka berhak melaporkannya ke Majelis Umat. Kemudian, informasi ini akan diberikan kepada pemimpin atau penguasa daerah tersebut. Jika tidak diselesaikan, masalah ini bisa dilaporkan hingga ke pihak penguasa tertinggi, yaitu khalifah. Khalifah akan membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, tidak akan ada tindakan kekerasan atau keputusan yang tidak adil.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *