Performa Hukum di Indonesia Semakin Menurun

SuaraNetizenIndonesia__Performa hukum di Indonesia saat ini semakin menurun, ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Widya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia yang dilansir dari situs berita Jakarta, IDN Times pada tanggal 26 April 2024. Praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat terhadap masyarakat sering terjadi, terutama saat terjadi aksi demonstrasi. Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional, tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

Pada tahun 2023, terdapat tiga tokoh aktivis dari Papua yang menjalani masa tahanan karena dituduh melancarkan pemberontakan meskipun mereka hanya menyuarakan pendapat mereka secara aman. Kali ini, ada seorang aktivis lingkungan bernama Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang dijatuhi hukuman penjara selama tujuh bulan dan denda sebesar Rp5 juta karena mengungkapkan kritik terhadap praktik budidaya udang di perairan Karimunjawa, Jawa Tengah.

Selain itu, sering terjadinya kekerasan terhadap masyarakat juga tidak bisa diabaikan. Contohnya adalah kasus Rempang yang menjadi percakapan publik, di mana pihak penegak hukum menggunakan tindakan keras seperti gas air mata, peluru karet, bahkan meriam terhadap warga Rempang yang sedang menyuarakan protes. Kasus kekerasan tidak berakhir di sana. Pada tanggal 6 April 2023, terjadi insiden dimana petugas melakukan perlakuan kekerasan terhadap enam orang tahanan yang berasal dari Papua di Desa Kwiyagi, Kabupaten Lanny Jaya, daerah pegunungan Papua.

Standar Ganda HAM merupakan suatu konsep yang mengacu pada situasi di mana ada perlakuan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia.
Penerapan kekerasan dalam penegakan hukum mengindikasikan bahwa sistem hukum kita sedang mengalami masalah. Sungguh mengejutkan karena negara ini sebagai yang disebut merupakan salah satu negara yang menghargai hak asasi manusia. Tetapi, pada kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Adanya perbedaan antara konsep dan praktik menunjukkan adanya standar ganda dalam penerapan hak asasi manusia, terutama dalam hal kebebasan berekspresi atau menyampaikan pendapat.

Apabila seseorang mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan kepentingan yang ada, mereka berisiko terkena sanksi hukum seperti dituduh mencemarkan nama baik, menyebabkan kerusuhan, melakukan konspirasi dan lain sebagainya. Namun, jika pandangan tersebut sesuai dengan kepentingan yang ada, akan lebih banyak orang yang berhasil menghindari konsekuensi hukum.
Sama seperti situasi di Rempang, pendapat masyarakat di pulau tersebut diabaikan demi keuntungan investasi. Terlebih lagi, pihak berwenang dengan kejam menggunakan perkakas untuk menghukum mereka, sedangkan seharusnya wajar jika publik mengecam tindakan tersebut karena mereka telah menetap di pulau sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaannya.

Kejadian di perairan Karimunjawa juga berlangsung karena terdapat investasi atau kepentingan ekonomi. Aktivis lingkungan yang prihatin melihat sejauh mata memandang banyaknya kerusakan alam yang terjadi akibat praktik tambak udang. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika di negara yang dikenal dengan kebebasan berpendapat ini, ada yang menyampaikan keluh kesah mereka melalui platform media sosial. Namun, karena ada beberapa orang yang merasa dirugikan oleh situasi tersebut, seseorang dapat terkena hukuman berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Maka, ada anggapan bahwa banyak kasus yang tidak diputuskan dengan tuntas atau tidak adil karena diterapkan secara sewenang-wenang. Hanya mereka yang memiliki kepentingan dapat menggunakan kebebasan untuk menyampaikan pendapat atau mempertahankan hak lainnya. Masyarakat menjadi bingung dalam membedakan antara kebenaran dan kesalahan.

Situasi ini sebenarnya adalah hal yang umum terjadi dalam sistem demokrasi. Sebuah sistem yang diklaim memiliki fokus pada suara rakyat, namun ironisnya malah merusak kepercayaan yang dimiliki oleh rakyat. Demokrasi berasal dari periode Yunani kuno dan menggambarkan sebuah kerangka pemerintahan. Demokrasi memberikan kekuasaan kepada suara manusia untuk menentukan peraturan. Dalam implementasinya, kedaulatan berada dalam kekuasaan rakyat.
Artinya, orang-orang yang menjadi anggota parlemen sebagai perwakilan rakyat yang memiliki hak untuk menghasilkan kebijakan. Karena setiap orang adalah manusia, tentu saja setiap individu memiliki pandangan yang berbeda. Segala sesuatu bergantung pada pola pikir, kebudayaan, nilai-nilai, kebiasaan dan lingkungan di mana seseorang itu tinggal. Begitu hasilnya menjadi seperti itu, maka peraturannya akan bervariasi.

Kemudian, sistem kapitalisme bergabung dengan sistem demokrasi ini, yang melihat sekularisme sebagai prinsip hidup. Gagasan ini menyimpulkan bahwa dalam demokrasi, agama tidak dijadikan landasan, tetapi akal menjadi penuntun utama. Sebagai hasilnya, terjadi tumpang tindih aturan karena dalam sistem kapitalisme, para pemilik modal yang memegang peran penting dan aturan-aturan dibentuk demi kepentingan mereka. Hukum seharusnya terlihat tidak efektif dari atas, tetapi sangat berlaku dan efektif dalam penyelenggaraan yang lebih rinci.
Penerapan aturan yang ada juga tidak menciptakan efek yang cukup menakutkan. Dalam contoh ini, terlihat bahwa terdapat keberadaan kelompok penyebar teror, seperti KKB di Papua, serta kekerasan aparat, sebagai bukti yang menunjukkan adanya masalah tersebut. Dengan keberanian, mereka menyerang kedaulatan dari dalam dan luar.

Sedangkan sistem hukuman dalam Agama Islam, sanksi khusus diterapkan oleh Islam sebagai sistem kehidupan yang lengkap dan komprehensif. Sistem hukuman ini memiliki dua peran penting, yaitu sebagai penegak hukum dan sebagai pemulihan. Penebus dalam konteks ini merujuk pada jawabir, yang bermakna dalam Islam bahwa hukuman yang diberlakukan akan menghapuskan dosa individu di dunia. Oleh karena itu, di hari kiamat individu tersebut tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Zawajir dapat diartikan sebagai upaya pencegahan, yang melibatkan pengenaan hukuman yang meresahkan agar orang yang bersangkutan takut dan menghindarinya, sehingga orang lain juga terhindar dari melakukannya.

Dalam agama Islam, tidak terdapat konsep yang disebut “Hak Asasi Manusia”. Semua hal dianggap melanggar hukum jika tidak sejalan dengan ajaran agama. Jika ada warga yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, mereka berhak melaporkannya ke Majelis Umat. Kemudian, informasi ini akan diberikan kepada pemimpin atau penguasa daerah tersebut. Jika tidak diselesaikan, masalah ini bisa dilaporkan hingga ke pihak penguasa tertinggi, yaitu khalifah. Khalifah akan membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, tidak akan ada tindakan kekerasan atau keputusan yang tidak adil.

Perlakuan akan berbeda ketika ada kelompok yang secara terbuka melakukan pemberontakan. Agama Islam melarang perbuatan bughat. Para bughat harus ditentang dan mereka juga harus mengikuti ketentuan agama, tidak boleh bertindak sewenang-wenang.

Dalam agama Islam, juga tidak diberikan kesempatan kepada para kapitalis untuk mengontrol sumber daya alam karena sumber daya alam adalah kepunyaan bersama masyarakat. Karenanya, pemerintah akan memberikan hukuman yang keras sesuai dengan keputusan para ahli agama kepada mereka yang tetap berusaha untuk mengambil alihnya.

Penerapan sistem hukuman ini dapat meningkatkan reputasi negara. Tidak ada pihak lain yang memiliki keberanian untuk memanfaatkan peraturan hukum, terutama para pejabat, mereka tidak akan melakukan tindakan curang.

Regrettably, this sanction system cannot function independently, diperlukan sebuah sistem untuk mendukungnya, yaitu sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang juga menerapkan sistem lainnya dengan seimbang, seperti pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Penggunaan keseluruhan sistem ini, kepatuhan terhadap hukum dan keadilan dapat dipertahankan. Wallahu ‘alam. [SNI]

Artikel Lainnya

Selamatkan Lingkungan Dari Keserakahan Kapitalisme

Inilah kebijakan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme, dimana kebijakannya memberikan ruang bebas tanpa batas kepada para korporat untuk mengelola sumber daya alam atas nama investasi tanpa memperhatikan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup). Menjadikan korporasi lepas tanggungjawab terhadap pengelolaan limbah berbahaya yang bisa meracuni rakyat dan merusak ekosistem. Bahkan tak jarang pengelolaan limbah industri menjadi beban biaya negara.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *