Ingin Kaya Cepat, Paradoks tranformasi digital

Ada-ada saja ulah warga +62 alias warga negara Indonesia. Viral kisah dua remaja di Makasar yang ingin kaya cepat menggunakan jalan ninja, jual organ tubuh manusia karena harganya tinggi. Berawal dari situs jual organ tubuh yang menawarkan harga mahal hingga 80 ribu dolar atau satu miliar lebih untuk ginjal. Telah membuat dua remaja di Makassar tega membunuh anak tetangganya yang baru berusia 11 tahun, untuk diambil organ tubuhnya.

Korban dicekik dan kepalanya dibenturkan batu hingga tewas, namun kebingungan karena tidak tahu bagaimana cara mengambil organ tubuh korban dan ternyata mereka juga kesulitan menghubungi situs penjual organ yang mereka maksud. Akhirnya berujung pada pembuangan jasad korban ke kolom jembatan di dekat waduk Nipah-nipah. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel A. Pangerapan dalam siaran pers Kominfo, Jumat (13/1) mengatakan ia mendapat laporan jika kedua remaja itu tergiur Iklan dari mesin pencari asal Rusia, Yandex.

Pasca kejadian, Kementerian Komunikasi dan Informatika diketahui telah memutus akses tujuh situs dan lima grup media sosial yang berkaitan dengan penjualan organ tubuh. Tiga website sudah diblokir yakni organcity, heavenlyorgans, dan drsamuelbansa. Sementara lainnya belum diungkap (CNN Indonesia, 14/1/2023).

Kemajuan teknologi digital memang tak bisa dibendung kedatangannya. Dalam hal apapun bisa digitalisasi hingga lebih mudah diakses masyarakat, dimana sebagian bisa menguntungkan dan membantu meringankan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, namun di sisi lain sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab dan benar-benar hanya mengedepankan keuntungan bisnis. Sistem ekonomi kapitalisme yang hari ini banyak dianut negara-negara di dunia, telah sukses menjadikan orientasi bisnis tanpa hati. Dan teknologi memang menyuburkan usaha-usaha digital.

Semuel mengatakan, berdasarkan penelusuran di situsnya, yang diakses dengan jalur khusus, Organ City mengaku menjual organ tubuh, termasuk ginjal dan jantung, bagi mereka yang mengalami kegagalan dua organ itu. “Donor kami biasanya adalah pasien kami yang mungkin menderita kecelakaan dan penyakit lain yang tidak mempengaruhi organ vital mereka, karena itu kami berkonsultasi dengan keluarga mereka dan juga mendapatkan persetujuan pribadi mereka untuk membantu dunia,” kata Organ City.

Dari laman depan situsnya, tampak bagian shop yang memang memajang berbagai organ tubuh dan harganya. Misalnya, paru-paru seharga US$50 ribu (sekitar Rp755,7 juta), liver US$60 ribu (Rp906,9 juta), ginjal US$80 ribu (Rp1,2 miliar), dan jantung US$100 ribu (Rp1,5 miliar). Bahkan situs ini menerima pembayaran dalam bentuk Bitcoin.

Kepala Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskimsus) Polda Sulawesi Selatan AKBP Ridwan Hutagaol mengatakan website tersebut punya basis di Amerika Serikat dan menyajikan konten-konten kesehatan. “Kontennya memang untuk kesehatan, bukan konten yang dilarang. Dalam website itu menawarkan organ tubuh apabila ada orang yang ingin diganti jadi mereka menyiapkan dokter-dokter dari beberapa negara yang ada di rumah sakit tersebut,” jelasnya.

Sementara, soal mesin pencari asal Rusia, Yandex, yang diduga memfasilitasi pencarian situs-situs semacam itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong, dalam keterangannya mengaku pihaknya masih dalam proses pengkajian terkait potensi pemblokirannya.

Digitalisasi Kapitalisme Nir Edukasi

Transformasi digital di negeri ini masif dikembangkan. Sayangnya literasi digital masyarakat masih rendah. Sehingga memantik tindakan yang justru merugikan orang lain hingga menghilangkan nyawa. Padahal, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia dan berikut dengan melimpahnya sumber daya alamnya, kebutuhan teknologi digital sangatlah mendesak, di antaranya mempermudah masyarakat mengakses kebutuhan pokok publik. Tidak hanya canggih tapi juga gratis dan murah. Namun sayang, tak ada edukasi memadai, bahkan kecanggihan teknologi cenderung berbiaya mahal sehingga tak semua rakyat bisa mengaksesnya.

Selain itu pengamanan dari pihak negara juga lemah. Akibatnya terjadilah penyalahgunaan yang membahayakan nyawa manusia. Padahal seharusnya digitalisasi dapat membawa banyak manfaat dan kebaikan, apabila negara memiliki visi yang lebih mulia. Faktanya digitalisasi di negeri ini digenjot untuk kepentingan ekonomi. Apalagi jika bukan ekonomi berbasis kapitalisasi. Dimana hajat hidup orang banyak dikuasai oleh pemilik modal, yang juga menguasai legalisasi kebijakan. Berapa banyak fasilitas umum berbasis teknologi yang mangkrak alias tak terpakai, ujung-ujungnya dilelang. Bukankah seharusnya pembangunan fasilitas umum adalah untuk rakyat? Jika tak berhubungan dengan maslahat rakyat tentu itu bisa dikatagorikan pemborosan.

Masalahnya, tak jarang setelah diklaim untuk rakyat, rakyat pun diminta untuk ikut membiayai, dengan alasan kewajiban sebagai warga negara yang baik, lantas jika penguasanya bermental utang, apakah itu bukan bagian dari warga negara yang buruk? Inilah salah satu dampak kesalahan dalam menentukan visi negara, nyawa manusia hilang sia-sia. Yang seharusnya negaralah penjamin kesejahteraan rakyat lahir dan batin, malah menjadi pemicu rakyatnya hilang akal sehat hanya untuk mendapatkan harta.

Digitalisasi Dalam Pandangan Islam Harus

Sebagaimana telah penulis jelaskan di atas bahwa kita tak mungkin menghadang kemajuan teknologi, dunia akan serba digital itu pasti. Masalahnya adalah, kita sebagai Muslim tidak bisa menyiapkan proses akselerasinya karena lemah visi dan misi. Sekulerisme yang menguasai pemikiran kaum Muslim hari ini telah menusukkan racun yang luar biasa kepada Islam, sehingga setiap generasi yang hendak mempelajari Islam secara lebih dalam dicap terorisme dan lain sebagainya.

Gambaran Islam yang mengurusi pemeluknya dibabat habis hingga hanya tinggal pengatur masalah shalat, zakat puasa dan lain-lain. Padahal Islam adalah petunjuk dalam kehidupan manusia semuanya , sebagaimana firman Allah yang artinya, “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (Q.S Al Baqarah :185)

Faktanya Islam memang memiliki aturan rinci bagaimana memanfaatkan digitalisasi dalam bingkai keimanan, dan untuk meraih kebaikan sehingga aman dari konten berbahaya. Pertama dengan hukum yang tegas, tidak tebang pilih, bahkan tidak melihat misalnya ada manfaat materi yang hilang jika situs ditutup, sebagaimana dalam sistem kapitalisme, meski konten bertentangan dengan syariat Islam dan tidak ada edukasi sama sekali, namun karena berpeluang mendatangkan pendapatan pajak maka dibolehkan tetap beroperasi.

Standar halal haram menjadi syarat mutlak dalam peizinan media sosial. Demikian pula, tentang perekonomian yang hari ini menjadi kesulitan sebagian besar masyarakat, karena justru yang digalakkan pemerintah adalah ekonomi non riil, perusahaan non riil hingga otomatis tercipta berbagai transaksi non riil yang pada akhirnya menjadi bola yang menggelembung siap meledak menyebabkan inflasi dan krisis. Islam jelas akan memfokuskan pada ekonomi riil, dimana pedangan dan pembeli akan bertransaksi di depan barang dagangan yang riil.

Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin bagi setiap individu rakyat sesuai dengan kemampuan mereka, termasuk juga meningkatkan mutu pendidikan agar output pendidikan tak hanya siap terjun dimasyarakat guna mengamalkan ilmunya, namun juga menjadi garda terdepan menjaga akal keimanan rakyat dengan kepribadiannya yang kuat terhadap Islam. Pada zaman para Khalifah Islam memimpin terjadi banyak penemuan dan rekayasa teknologi, yang menjadi tumpuan negara pada masanya karena mampu membantu negara meriayah umat secara sempurna.

Peradaban Islam jauh melampaui berbagai peradaban di muka bumi ini, termasuk Yunani yang diklaim menjadi peradaban termaju, produk dan pemikiran Muslim diantaranya menemukan kertas, percetakan, irigasi, kincir angin, teknik pertanian, teknologi kompas, produksi industri, pembuatan kaca, produksi kapas, mekanisme perdagangan, sistem angka 1 sampai 10, uang kertas dan cek, teknik kebun, rumah sakit, desain kota, dan lain-lain.

Sarjana Barat memperoleh pengetahuan ini setelah Sisilia dan Spanyol-Islam ditaklukkan, kontak mereka dengan Muslim berlangsung masif selama abad ke-11-12 M. Lalu sarjana-sarjana Eropa mulai menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab yang dimulai abad ke-12 M. Kemudian berlanjut pengetahuan Arab (Islam) beralih ke dalam bahasa Eropa-Latin.

Membina hubungan baik dengan negara asing dalam rangka syiar dan bukan kerjasama yang merugikan rakyat bahkan bertentangan dengan hukum syariat. Maka layaklah jika hanya Islam yang harus kita perjuangkan , sebab berasal dari Allah SWT, yang jika kita memisahkannya dari kehidupan justru membawa manusia pada kehancuran. Wallahu a’lam bish showab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *