Transformasi Digital Massif Dikembangkan, Aman atau Berbahaya?

 

Oleh: Yuchyil Firdausi

 

Lagi-lagi Indonesia dikejutkan dengan kejadian tragis yang menimpa rakyatnya. Seorang bocah 11 tahun di Makassar diculik dan dibunuh oleh 2 remaja hanya karena tergiur uang Rp. 1.2 miliar dari tawaran jual beli ginjal di media sosial (bbc.com, 14/01/2023).

Kejadian ini sungguh benar adanya. Meskipun kepolisian mengatakan kasus ini tidak terkait dengan jaringan jual beli organ tubuh, namun BBC news Indonesia menemukan penawaran dan permintaan ginjal dengan imbalan uang masih beredar di media sosial. Setelah terjadi kasus ini, barulah 7 situs dan 5 grup media sosial terkait penjualan organ tubuh diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (cnnindonesia, 14/01/2023).

 

Indonesia yang terkenal dengan keramahan penduduknya, nyatanya justru tak ramah dengan digitalisasinya. Kasus pembunuhan dan perdagangan organ tubuh yang terjadi sebab adanya teknologi digital ini menjadi salah satu buktinya. Transformasi teknologi terus berkembang, tetapi tidak diiringi dengan jaminan keamanan sistem digitalnya dari negara. Sehingga hal-hal semacam jual beli organ tubuh tak dapat dicegah dan dihindari. Alih-alih ingin menjadi negara yang maju dan berkembang dengan teknologi, tetapi yang ada justru membahayakan rakyatnya. Ditambah pula dengan kondisi literasi digital masyarakat yang masih sangat rendah.

 

Sementara itu, kehidupan sekuler yang tengah dijalani masyarakat telah mengikis keimanan masyarakat. Standar kebahagiaan adalah pemuasan materi dan kenikmatan jasmani. Semakin besar materi dan kenikmatan jasmani yang diperoleh maka hidup semakin bahagia. Dari kasus ini nampak dengan jelas, anak yang masih usia remaja sudah berpikir untuk mendapatkan materi dalam jumlah besar dengan menghalalkan segala cara. Hal ini semakin diperkuat dengan kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Hasilnya adalah sebagian rakyat akan berupaya untuk mendapatkan materi secara instan tanpa mempedulikan lagi cara yang digunakan apakah halal atau haram.

 

Di sisi lain, perkembangan transformasi digital ini tidak dibarengi dengan sistem pengamanan yang kuat dari negara. Ini artinya sistem pengamanan dari negara juga sangat lemah. Akibatnya terjadilah penyalahgunaan yang membahayakan nyawa manusia. Padahal seharusnya digitalisasi dapat membawa banyak manfaat dan kebaikan, apabila negara memiliki visi yang lebih mulia. Namun faktanya digitalisasi di negeri ini digenjot hanya untuk kepentingan ekonomi yang didukung oleh regulasi negara.

 

Tidak ada yang salah dengan kemajuan digitalisasi sebab keberadaannya justru memudahkan pekerjaan manusia. Namun digitalisasi yang dijalankan dengan paradigma kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari tujuan yang ingin diraih, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu dampak yang bervariasi dari penggunaan digital hingga efek negatif yang ditimbulkan tidak lagi menjadi bahan pertimbangan. Inilah salah satu dampak kesalahan dalam menentukan visi negara, nyawa manusia hilang sia-sia.

 

Hal ini sangat berbeda jika Islam yang dijadikan sebagai paradigma dalam menjalankan digitalisasi. Teknologi yang dihasilkan dalam sistem Islam akan berfokus pada teknologi tepat guna untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, Islam memiliki aturan rinci bagaimana memanfaatkan digitalisasi dalam bingkai keimanan dan untuk meraih kebaikan sehingga aman dari konten berbahaya.

 

Islam memandang bahwa segala sesuatu harus dipergunakan dengan menghadirkan kesadaran hubungan antara manusia dengan Allah Sang Pencipta. Digitalisasi akan dipandang sebagai karunia dari Allah SWT untuk mengumpulkan amal demi meraih rida-Nya. Pemanfaatannya akan terikat dengan hukum syariat islam. Pandangan ini yang akan ditanamkan oleh negara dengan sistem Islam pada generasi muslim melalui penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam.

 

Sistem pendidikan Islam akan memastikan arus digitalisasi berjalan tanpa merusak fitrah dan identitas generasi. Negara juga akan hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai junnah atau perisai yang menjauhkan masyarakat dari bahaya. Keamanan adalah tanggung jawab negara secara penuh. Perkembangan transformasi digital akan dikontrol oleh negara hingga negara memastikan bahwa tidak ada situs-situs yang berbahaya yang merusak pemahaman Islam masyarakat. Situs-situs yang menyebarkan pemikiran yang bertentangan dengan Islam berupa sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme dan sebagainya harus diblokir. Termasuk juga negara harus menjauhkan masyarakat dari akses transaksi ekonomi yang haram, baik dari segi mekanismenya maupun barang yang ditransaksikan. Penerapan Islam kaffah dalam bingkai negara benar-benar akan menjaga umat dari bahaya yang mengancam nyawa dan membentuk mereka menjadi pengguna teknologi maupun platform digital dalam bingkai keimanan dan ketakwaan.

Wallahu’alam bishawwab.

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *