Anak Muda Merayakan Presidensi Indonesia dalam Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20

Menjelang puncak pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, yang akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 15-16 November 2022 mendatang, pemerintah terus mendorong kontribusi aktif anak muda menyukseskan rangkaian Presidensi G20 Indonesia. Mengutip dari idxchannel.com pada 6/11/2022 Kementerian Keuangan (kemenkeu) mengadakan Komunita Meet Up dengan tema Discover Your Contribution in Indonesia G20 Presidency di Jakarta pada Jumat, 04/11/2022.

Acara tersebut merupakan upaya menggaet anak muda untuk mengenal dan memperbaharui agenda pembahasan Presidensi G20 di Indonesia tahun ini, dengan harapan mendorong kontribusi anak muda terkait peran penting negara Indonesia menjadi Presidensi untuk penyelenggaraan forum G20, serta penyelenggaraan forum internasional lainnya di masa depan.

Sebagaimana yang kita pahami bahwa Indonesia saat ini mengalami bonus demografi. Berdasarkan data sensus BPS pada tahun 2020, penduduk Indonesia kini didominasi oleh generasi muda yang terdiri dari generasi milenial, generasi Z, generasi post-Z serta generasi alpha. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran anak muda dalam mendukung berbagai kebijakan untuk percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan fundamental ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045.

Kontribusi atau Pembajakan Potensi?

Dalam diskusi bertajuk “Gen Z dan G20” Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan bahwa banyak hal yang dapat Gen Z lakukan dan ikuti sebagai bentuk kontribusi untuk menyukseskan G20.

Salah satu contohnya adalah dengan mengikuti acara yang disuguhkan sebagai wadah untuk Gen Z berkarya, yaitu Y (youth) 20 dan B (business) 20. Melalui even ini anak muda diberikan wadah menjadi enterpreneur dan pengusaha sekaligus menjadi job creator (liputan6.com pada 2/11/2022).

“Pernyataan ini menyingkap cara pandang negara terhadap pemberdayaan anak muda. Tampak jelas bahwa keberadaan anak muda hanya dilihat pada kontribusi dan perannya secara materi. Artinya sejauh mana anak muda mampu menghasilkan keuntungan ekonomi untuk menghidupi dirinya, sekaligus membebaskan negara dari  menanggung beban. Oleh karena itu anak muda diharuskan mengurusi dirinya sendiri termasuk menciptakan peluang ekonomi agar tak menambah angka pengangguran.”

Keuntungan ekonomi adalah tujuan eksistensi G20, pun  dalam pemberdayaan anak muda baik melalui Youth 20 (Y20) maupun Business 20 (B20). Salah satu isu utama dalam perhelatan Y20 adalah ketenagakerjaan pemuda, disamping transformasi digital, planet berkelanjutan dan keragaman yang inklusif. Untuk menjawab tantangan tersebut sejumlah regulasi disiapkan terutama dimulai dari aspek pendidikan dengan kurikulum berbasis kewirausahaan.

Penguasa menitikberatkan perhatiannya pada  kurikulum merdeka belajar dan kampus merdeka untuk membentuk paradigma bisnis pada anak muda. Sejak awal generasi sudah disiapkan menjadi sekrup-sekrup penggerak kapitalisme.

Rekam Jejak G20

G20 sebelumnya adalah G7 yaitu group yang berdiri pada tahun 1975 dengan keanggotaan 7 negara kapitalis yang terdiri dari AS, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Kanada dan Jepang. Bersatunya negara-negara besar ini tak lain untuk memastikan agar mereka dapat bertindak bersama dalam memastikan kepentingan politik dan ekonomi mereka terjamin di kawasan.

Negara-negara anggota G7 adalah negara-negara yang mewakili lebih dari 64% kekayaan bersih global atau sekitar $263 triliun. Selanjutnya untuk menambah kekuatan dan hegemoni G7 kemudian merangkul negara-negara maju dan berkembang lainnya membentuk G20. G20 melibatkan negara-negara menengah dan memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik dalam perundingan global.

Saat ini G20 adalah kelompok informal dari 19 negara ditambah satu kawasan ekonomi Uni Eropa, serta pewakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB). G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65% penduduk dunia, 79% perdagangan global, dan setidaknya 85% perekonomian dunia.

Bisa dibayangkan bagaimana kekuatan ekonomi G20 dalam menata perekonomian global. Untuk itu G20 memastikan setiap konferensi yang digelar di berbagai negara harus mampu mengokohkan hegemoni ekonomi dan politik.

Kita menyaksikan sepanjang perjalanan aktifitas G20 tidak ada satu pun pembahasan yang memberikan dampak positif terhadap negara-negara berkembang khususnya dalam sektor ekonomi. Sejak didirikannya G20 di Berlin, Jerman, forum ini belum bisa menjadi forum yang dapat memberikan kontribusi penting dalam pemecahan persoalan perekonomian dunia. Masih banyaknya negara-negara berkembang yang tidak lepas dari krisis ekonomi mencerminkan bahwa forum ini mengalami stagnasi.

Selain itu, permainan diplomasi menjadi senjata ampuh negara kapitalis untuk menelikung negara-negara berkembang. Dengan dalih memberikan hak suara pada negara berkembang atau dengan kata lain, dalam tatanan ekonomi baru tersebut negara kapitalis mengajukan sharing power, negara-negara maju justru mendistribusikan persoalan negara mereka kepada negara-negara lain.  Beban krisis global mereka harus ditanggung oleh negara lain, termasuk permasalahan climate change di negara mereka harus ditanggung pula oleh negara berkembang.

Disisi lain komitmen mereka berbagi kekuasaan benar-benar harus dipertanyakan. Kenyataannya negara-negara maju tersebut justru sulit merealisasikan janji mereka. Misalnya, keharusan negara maju memberikan kompensasi dana kepada negara berkembang terkait dengan pengurangan emisi karbon. Selain itu, konferensi-konferensi internasional menjadi kuasa negara kapitalis. Pertemuan negara-negara maju dan berkembang seperti G20 dari dulu hingga sekarang merupakan arena permainan politik pengambilan kebijakan yang ditentukan oleh Amerika Serikat.

Konsep Hegemoni dan Transfer Nilai

 Hegemoni adalah dominasi negara-negara maju terhadap negara-negara miskin. Dalam hal kekuasaan maka sangat ampuh untuk tetap menjaga keberlanjutannya melalui strategi hegemoni. Hegemoni ini tak melulu bicara kekuatan fisik namun juga mencakup peran kepemimpinan intelektual dan moral (cara pandang terhadap kehidupan).

Dalam sistem kapitalisme hegemoni ide ini digunakan agar dapat membentuk opini masyarakat dan negara bahwa sistem kapitalisme dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan. Dengan demikian negara tetap menggunakan sistem kapitalisme dan masyarakat menerima perubahan-perubahan yang terjadi sebagai sesuatu yang wajar dan lazim bahkan dapat menjadi perubahan yang menciptakan kemajuan.

Oleh karena itu, hegemoni meniscayakan adanya proses transfer nilai-nilai, sehingga negara-negara miskin yang dihegemoni-oleh karena telah disatukan oleh kesamaan pandangan maka sudut pandang itu akan membentuk sebuah pemahaman sehingga hegemoni menjadi sebuah harmonisasi.

Para kapitalis menyadari sebuah lubang besar akan muncul apabila hegemoni politik tidak disertai dengan transfer nilai dan pandangan tentang kehidupan. Lubang itu adalah ketimpangan pendapatan antara negara kapitalis dengan negara-negara berkembang anggota G20 yang berpotensi memicu konflik

Oleh karena itu G20 melalui isu keempat dalam Y20 yaitu keberagaman dan inklusi, melaksanakan upaya distorsi  terhadap kepemimpinan ideologi Islam dengan moderasi beragama. Jadi transfer nilai-nilai Barat dijalankan melalui moderasi ini. Moderasi sejatinya adalah deislamisasi.

Dalam konteks keberagaman dan inklusi anak muda Muslim tak dibenarkan lagi melihat akidahnya sebagai sebuah kebenaran mutlak. Namun melihat dari sudut pandang moderasi yaitu semua agama sama dan semua agama benar.

Disisi lain pembangunan pemuda dalam peta jalan G20 adalah pembangunan yang berpijak pada paradigma kapitalisme sekuler.  Konsep moderasi yang menerapkan  kaidah setengah-setengah  dalam berakidah melahirkan manusia-manusia dengan  kepribadian yang terpecah (split personality). Anak muda dijauhkan dari akidah pada saat yang sama dijejali dengan konsep materialistik maka terbentuklah generasi-generasi rapuh yang rentan mengidap krisis akhlak dan mental illness.

Barat sangat memahami bahwa kekuatan sebuah peradaban bertumpu pada kaum mudanya. Merekalah yang kelak akan melanjutkan estafet kepemimpin. Oleh karenanya untuk mencegah kembalinya peradaban Islam, mereka berupaya menjauhkan pemuda muslim dari nilai-nilai dan ajaran Islam.

Dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh Barat, umat-khususnya anak muda yang akan menjadi pemimpin masa depan, akan kehilangan jati dirinya. Di sisi yang lain, moderasi beragama juga merupakan upaya depolitisasi. Menjauhkan Islam politik dari kehidupan.

Sehingga anak  muda mencukupkan diri beriman sekadarnya, tak peduli akan wajib dan butuhnya penerapan syariah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lebih miris lagi, mereka phobia terhadap ajaran Islam, turut menolak dan mengahalang-halangi upaya penegakan syariah dan Khilafah dengan mengatasnamakan perang melawan radikalisme.

Pemberdayaan Anak Muda yang Hakiki

Allah berfirman dalam dalam QS. Ali Imran : 110

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

 Umar bin Khathab menyampaikan bahwa, ,“Kita adalah umat yang pernah hina dan lemah, lalu Allah menguatkan dan memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan selain dengan agama ini Allah akan menghinakan kita”.

Dari sini kita memahami bahwa kunci kemuliaan adalah berpegang pada Islam, sebaliknya meninggalkan Islam akan menghantarkan pada kehinaan. Sehingga ketika berbicara tentang pemberdayaan anak muda, maka satu-satunya jalan adalah dengan mengembalikan ideologi Islam ketengah-tengah mereka. Dalam hal ini dakwah adalah metode yang ditempuh untuk mentransfer pemahaman dan membangun kesadaran politik dengan menancapkan akidah Islam.

Melalui metode tersebut anak muda memiliki kesadaran yang benar tentang berbagai krisis yang saat ini melanda negeri ini. Kesadaran ini selanjutnya akan menggerakkan mereka untuk melakukan perubahan mendasar bukan hanya perubahan parsial. Pada tahap yang lebih lanjut anak muda memahami sistem altenatif seperti apa yang akan menyelamatkan negeri ini dari krisis multidimensi karena penerapan kapitalisme.

Kesadaran terhadap sistem pengganti ini sangat penting agar perubahan tidak salah arah.  Juga untuk menjaganya tentap konsisten di jalan perjuangan dan tidak terbelokkan oleh iming-iming, rayuan, dan lobi-lobi dari pihak lain yang ingin menjegal arus perubahan.

Inilah pemberdayaan hakiki anak muda sebagai agent of change yang akan menghantarkan pada kehidupan yang penuh berkah dalam naungan Islam dan membebaskan negeri dari neoliberalisme dan neoimperialisme.

Wallahu`alam.

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *