Rupiah Melemah : Bukti Kegagalan “Fiat Money”

 

Oleh Firda Umayah

Rupiah amblas menembus Rp15.350 per dolar AS bersama mayoritas mata uang di Asia meskipun indeks dolar AS berada di zona merah (bisnis.com, 7-3-2023). Menurunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Sejak krisis moneter pada tahun 1998, nilai mata uang rupiah kerap mengalami penurunan meskipun telah dua dekade berlalu.

Berbagai penyebab disampaikan oleh pemerintah. Adanya spekulasi global kenaikan bunga dollar AS, inflasi dalam negeri tinggi dan kelebihan likuiditas menjadi alasan klasik yang diberikan. Pemerintah juga telah memberikan beberapa kebijakan yang sebelumnya telah dilakukan. Seperti empat paket kebijakan ekonomi. Pertama, kebijakan dalam energi. Yaitu dengan menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang berulang kali terjadi. Kedua, kebijakan moneter. Yaitu menegakkan hukum di bidang valas. BI beberapa kali menaikkan BI-rate. Ketiga, kebijakan fiskal. Yaitu menutup defisit APBN dengan penerbitan obligasi pemerintah untuk LN dan DN, privatisasi BUMN, penjualan PPA. Keempat, kebijakan lain, seperti mempercepat realisasi investasi yg sudah jelas komitmennya.

Namun, semua penyebab yang diungkapkan pemerintah, tak dapat memungkiri bahwa penurunan nilai mata uang rupiah merupakan bukti bahwa sistem “Fiat Money” atau uang kertas bukanlah sistem ekonomi kuat yang mampu mempertahankan stabilitas ekonomi negara.

Penyebab kelemahan dan kegagalan sistem uang kertas ini merupakan dampak dari ketiadaan jaminan cadangan emas dan perak terhadap suatu peredaran mata uang. Sudah diketahui bersama, bahwa emas dan perak memiliki kekuatan hakiki saat menjadi standar mata uang suatu negara. Nilai emas dan perak juga cenderung stabil dan anti inflasi. Bahkan, sistem uang emas bersifat internasional. Artinya, semua negara bisa menerima keberadaan emas sebagai sebuah alat tukar yang berharga.

Berbeda dengan sistem uang kertas yang dimiliki oleh hampir di seluruh negara saat ini. Tidak adanya jaminan emas dan perak atas beredarnya uang kertas yang ada membuat uang kertas tidak memiliki nilai yang cukup berharga. Sebab, uang kertas saat ini, tidak dapat ditukar dengan logam murni seperti emas. Uang tersebut merupakan kertas uang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian, pemerintah menjadikannya kertas uang tersebut sebagai uang utama. Keberadaan uang kertas yang tak dijamin dengan adanya cadangan emas dan perak, lantas diperkuat dengan keberadaan undang-undang yang bisa melindungi bank yang mengeluarkan uang kertas tersebut. Sehingga dapat memaksa terjadinya pertukaran dengan emas dan perak saat uang kertas tersebut digunakan dalam sebuah transaksi.

Oleh karena itu, pada dasarnya, uang kertas yang tidak dijamin dengan adanya cadangan emas dan perak yang tersimpan dalam suatu bank, hanyalah sebuah nilai yang tidak memiliki kekuatan hakiki. Yaitu sebuah kekuatan yang bernilai secara zat nya. Kertas-kertas uang tersebut hanyalah satuan yang dijadikan alat tukar, setelah diberi “kekuatan” menurut undang-undang yang ada dalam suatu negara.

Terlebih lagi, ketika suatu negara menggunakan sistem “Fiat Money” yang dianut oleh negara mayoritas, maka permasalahan penentuan kurs pertukaran mata uang akan selalu muncul. Negara-negara yang mengeklaim dirinya adalah negara kuat akan memiliki nilai mata uang yang kuat pula. Negara tersebut akan mampu mengendalikan kurs pertukaran mata uang antarnegara yang menganut sistem “fiat money”. Seperti halnya negara Amerika Serikat dengan mata uang dolar AS.

Meski berawal dari sistem uang kertas yang dijamin (representative money), namun AS kini telah berubah menjadi sistem “Fiat Money” semata. Ya, awalnya, uang kertas dolar memang disepakati oleh penandatanganan untuk membayar mata uang logam tertentu. Saat itu, diketahui bahwa dollar memiliki sebagian cadangan emas dengan kadar tertentu sebagai jaminan atas beredarnya mata uang kertas. Namun, setelah Presiden Amerika saat itu mengumumkan berakhirnya Perjanjian Bretton Woods, maka lepaslah hubungan dolar dengan emas.

Dolar yang beredar tak lagi dijamin dengan emas dan hanya dikuatkan dengan undang-undang yang ada. Sayangnya, negara-negara yang terikat perjanjian dengan dolar seakan tak mampu melepaskan perjanjian ini karena sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan. Oleh karena itu, sistem uang kertas atau “Fiat Money” jelas merupakan sebuah sistem mata uang yang gagal karena ia berasal dari paradigma dan sandaran yang salah.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *