Maling Kundang Masa Kini, Pertanyakan efektifitas P5

Belum hilang berita viral beberapa anak berseragam menendang seorang nenek di Tapanuli. Meski ada beberapa media ketika memberitakan peristiwa tak pantas ini dengan di blur namun bisa dibayangkan betapa durhakanya anak-anak itu karena tak ada hormat lagi kepada orang yang lebih tua.

Muncul berita terbaru, seorang siswa SMP di Sidoarjo yang mengumpat dan menantang polisi lalu lintas (polantas) karena kedapatan tidak mengenakan helm ketika berkendara motor di jalan raya. Dengan berani ia memaki petugas dengan kata-kata yang tak pantas, padahal dia salah.

Perlakuan kekerasan fisik dan verbal di atas masih ditambah dengan peristiwa bullying sesama teman sekelas. Video aksi bulliying itu diunggah oleh salah satu akun twitter bernama @salmandoang.”Bullying di SMP Plus Baiturrahman, Bandung. Kejadian siang ini pada jam sekolah. Korban adalah keluarga kawan saya, dilarikan ke RS setelah pingsan.”

Dan fakta di lapangan lebih banyak lagi, hanya saja tidak terekam kamera dan terendus wartawan. Namun, peristiwa bullying dan kekerasan anak ini lebih banyak berakhir dengan kompromi dan permintaan maaf. Alasan utamanya karena anak-anak ini masih di bawah umur. Samasekali tidak mencerminkan keadilan dan edukasi bagi masyarakat sebab sejatinya anak-anak itu sudah baligh artinya sudah mampu membedakan salah dan benar.

Satu lagi alasannya adalah agar nama sekolah tidak tercemar, ini berkaitan dengan prospek PPDB ( Penerimaan Peserta Didik Baru), yang bakal merugi jika ada “cacat” status di mata masyarakat. Bahkan di Sidoarjo ada yang jelas-jelas siswanya hamil di luar nikah dan terbukti minum minuman keras di lingkungan sekolah saat dies natalis sekolah hanya memberi sanksi DO ( Drop Out) bagi siswa yang melanggar tersebut. Tak ada sanksi hukum. Sekali lagi demi nama baik sekolah.

Kasarnya Generasi Muda , Kegagalan Sistem Pendidikan Kapitalis

Apakah hikayat Malin Kundang, si anak durhaka yang dikutuk menjadi batu yang kini menjadi salah satu situs wisata di kota Padang hidup kembali? Bisa jadi iya, namun dalam bentuk lebih modern. Di saat teknologi lebih canggih, setiap informasi dari seluruh dunia bisa diakses hanya dalam hitungan detik. Namun manusia justru kian kering aklak dan penghargaannya kepada manusia lain.

Bahkan beredar video riil Instagram yang memperlihatkan seorang perempuan dengan nada merendahkan pendapat mengenai surga dan neraka, ia berpendapat, seakan mereka itu sudah yakin bakal masuk surga sementara surga dan neraka masih rahasia dan hanya Allah yang tahu. Itu di luar kuasa manusia, sehingga yang tepat ya hanya berbuat baik dan tidak memulai pertengkaran dengan yang lain.

Jelas pernyataan ini menyesatkan. Dan ini bukti kuat gagalnya kurikulum pendidikan negeri ini mencetak generasi berkepribadian kuat dan salih. Pertanyaannya, bagaimana korelasi dengan Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang kesannya dipaksakan diajarkan di sekolah-sekolah dengan durasi jam belajar yang berhasil menggeser mata pelajaran agama. Pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu, P5 bisa empat jam dalam sehari. Hingga hari ini belum bisa dibuktikan program ini mampu menyelesaikan persoalan generasi yang kian parah.

Demikian pula dengan kurikulum merdeka yang berafiliasi langsung dengan dunia industri telah menghasilkan anak-anak yang hanya peduli prestasi namun minim institusi kebaikan. Di setiap benak anak-anak ditanamkan mindset bahwa selepas sekolah harus bekerja, bekerja adalah bentuk balas budi kepada orangtua yang sudah membiayai sekolah dan lainnya. Samasekali tak disentuh akidah mereka meski mereka muslim.

Inilah akar persoalannya, hilangnya gambaran Islam sebagai pedoman hidup, membuka peluang racun kapitalisme menguasai pemikiran dan arah pandang mereka sebagai manusia yang menjalani hidup di dunia. Padahal, tanpa Islam yang berbasis akidah Islam tak akan terbentuk pola berpikir benar tentang hidup, tujuan hidup dan kemana sesudah hidup. Otomatis, terjadilah kesalahan-kesalahan persepsi pada setiap aktifitas atau amal.

Kapitalisme yang dibangun atas asas sekuler ( pemisahan agama dari kehidupan) meniscayakan setiap tindakan harus ada manfaat materinya. Ada imbalan dan ada keuntungan yang diterima secara kasat mata, tidak lagi tumbuh keyakinan dalam hati dan pikirannya bahwa setiap tindakan yang didasarkan dengan keimanan kepada Allah SWT akan mendatangkan pahala dan keberkahan. Allah SWT berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS an-Nahl : 97).

Siapa saja yang bisa mengaitkan keimanan dengan amal salih (amal yang didasarkan halal haram sesuai syariat) tentu tidak bisa dimunculkan begitu saja, melainkan harus ditempa melalui proses pendidikan yang berkelanjutan. Pendidikan tersebut tak bisa jika berbasis sesuatu yang berasal dari pemikiran manusia, melainkan harus berdasar ideologi yang sahih yang berasal dari Wahyu Allah SWT.

Islam Menciptakan Generasi Unggul Karena Kepribadiannya

Berbeda dengan Islam, yang memandang anak sebagai aset yang berharga, sebab di tangan pemuda peradaban akan tegak dan berkelanjutan. Maka, kunci pendidikan harus benar-benar diterapkan dalam rangka mewujudkannya, tidak boleh melenceng sedikitpun. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS an-Nisa: 9).

Syariat menetapkan hanya negara yang berkewajiban mewujudkan generasi berkualitas tersebut. Dengan membangun sekolah, universitas dan lembaga pendidikan lainnya, laboratorium untuk riset dan penelitian, perpustakaan yang menyediakan berbagai literatur, tenaga pendidikan berikut menggajinya dengan layak dan semuanya itu bisa diakses setiap warga negara secara mudah dan gratis. Dana negara didapat dari kas Baitul Mal.

Sekolah swasta boleh berdiri demikian pula jika ada individu warga yang ingin mendirikan sekolah, namun kurikulum pembelajaran wajib menggunakan kurikulum negara. Demikian pula dengan program pertukaran pelajar, maka negara akan menyeleksi negara yang dituju dan pada program yang tidak melemahkan atau membahayakan negara, berikut juga tidak menggeser akidah siswa didik. Bahkan negara wajib menyediakan guru untuk kaum yang hidupnya nomaden atau berpindah-pindah dengan maksud agar pendidikan bisa diakses oleh siapa saja dan dimana saja.

Tujuan pendidikan negara berdasar syariat, Khilafah adalah mencetak generasi yang bersyaksiyah Islam berikut menguasai sains, teknologi dan life skill. Negara akan mendorong setiap siswa didik untuk belajar sesuai tingkatan pendidikan setinggi-tingginya, gratis sekaligus menguatkan akidahnya agar ia bisa berkontribusi kepada negara untuk kemaslatan umat. Setiap inovasi dan penemuan akan sangat dihargai oleh negara. Berapa banyak hari ini jutaan hasil karya ilmiah ataupun teknologi rakyat yang hanya mendapat penghargaan sertifikat namun tak berdampak kepada rakyat karena tak bisa diperbanyak. Negara justru mengundang investor asing untuk menguasai sektor-sektor ekonomi dari hulu hingga hilir, melumat karya anak negeri tanpa bekas.

Deretan nama Ar- Razi, Ibnu Sina, Imam Syafi’i, Al Khawarizmi, dan lainnya hanya sebagian ilmuwan muslim yang berperan penting dalam kemajuan peradaban dan kualitas hidup masyarakat. Dengan kemampuan akademik yang luar biasa baik, para ilmuwan membantu masyarakat menemukan solusi terhadap masalahnya. Mereka lahir dari peradaban Islam. Maka, tak ada yang harus kita perjuangkan selain mencabut sistem batil ini dan menggantinya dengan syariat yang mulia. Wallahu a’lam bish showab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *