Merawat Jiwa Nusantara

Sabtu, 10 Juni 2023 Sidoarjo punya gawe, menjadi penerima tamu para peserta silahturahmi relawan Ganjar Pranowo dengan tajuk ‘Merawat Jiwa Nusantara”. Pasti yang terbayang adalah macetnya, betul, meski sudah dilakukan rekayasa lalu lintas oleh pihak kepolisian namun karena volume kendaraan yang masuk ke kota Sidoarjo bertambah tetap saja menghasilkan kemacetan di berbagai ruas jalan. 

 

Agenda ini salah satunya akan diisi deklarasi dari Gabungan Seniman Indonesia (GSI) yang diketuai oleh artis senior Roy Marten dan dijadwalkan, Ganjar Pranowo akan menyampaikan orasi kebangsaan. Kunjungan ini diketahui merupakan kali kedua Ganjar ke Jawa Timur setelah resmi diusung sebagai bacapres oleh PDI Perjuangan (surya.co.id, 10/6/2023).

 

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Sahabat Ganjar Pranowo Sidoarjo, Roni Yudianto mengatakan jika Relawan Sahabat Ganjar Sidoarjo siap memenuhi Stadion Gor Delta Sidoarjo, lokasi dimana diadakan agenda silahturahmi itu, tokoh muda Sidoarjo ini mengungkapkan jika DPC Relawan Sahabat Ganjar Sidoarjo mengatakan,”DPC hingga Pimpinan Anak Cabang (PAC) Sahabat Ganjar Sidoarjo diisi anak-anak muda dari berbagai latar belakang atau profesi. Dalam Deklarasi Relawan Ganjar di Gor Delta Sidoarjo besok, Insaallah target kami ada 10 ribu Relawan Sahabat Ganjar Sidoarjo yang bakalan menghadiri dan memenuhi Stadion Gor Delta Sidoarjo. (timesindonesia.co.id,9/6/2023).

 

Curi Start Kampanye Demi Apa?

 

Deklarasi dukungan untuk capres PDI Perjuangan Ganjar Pranowo kali ini adalah kesempatan kedua di Jawa Timur. Kali ini deklarasi dukungan digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Salah satu pendukung deklarasi ini dari Gabungan Seniman Indonesia (GSI). Kelompok ini merupakan wadah pendukung Ganjar Pranowo yang diisi sederet artis, pelawak hingga musisi ternama Tanah Air.

 

Roy Marten sebagai ketua menjelaskan, GSI mendukung Ganjar karena sosoknya memiliki banyak kelebihan. Antara lain, tidak kaku dan mampu berbaur dengan seluruh kalangan masyarakat. Sehingga mudah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. “Secara fisik Pak Ganjar luar biasa keren, penampilannya bagus, retorikanya keren, literasinya lebih dari cukup, sangat berpengalaman dalam berpidato. Tapi di dalamnya kita lihat konsep untuk Indonesia ke depan, Pak Ganjar sangat pro rakyat. Begitu sederhana, begitu tegas tapi sangat suka guyon jadi tidak ada jarak,” 

 

Roy Marten menambahkan,”Harapannya dengan deklarasi ini kami mendorong supaya masyarakat tahu bahwa pilihan GSI tidak salah. Tanpa rakyat, tanpa kalian, tidak ada artinya GSI. Mari bersama dukung Pak Ganjar.” Selain GSI, dukungan untuk Ganjar juga datang dari Dinasti Nusantara, yang terdiri dari para raja, sultan Ratu, Penglingsir, Karaeng, Ketua Lembaga Adat, Pemangku Adat dan para bangsawan dari 266 Kerajaan dan Lembaga Adat di Indonesia yang dikoordinir oleh Sri Paduka KGPAA Mangku Alam II.

 

Deklarasi Dinasti Nusantara ini dibacakan oleh Sultan Ternate, Kolano Kie Raha Buldan Ternate Sirajul Mulki Amiruddin As-Sultan Iskandar Hidayatullah Sjah. Ia menyebut Ganjar merupakan pemimpin yang mendengarkan aspirasi, berdialog dan menjawab persoalan bagi para pemangku adat. “Alasan paling rasional kenapa kami memutuskan mendukung Pak Ganjar sebagai Presiden karena kami nilai Pak Ganjar sangat concern terhadap budaya dan adat istiadat leluhur,” kata As-Sultan Iskandar.

 

Betapa kental nuansa kampanye di dalam konsolidasi ini, padahal pemilu masih dua tahun lagi. Tetap sah diadakan jika penyelenggaranya adalah partai terbesar di negeri ini. Diambilnya tema ” Merawat Jiwa Nusantara” pun seolah menegaskan acara ini digelar untuk apa. Namun benarkah ini untuk Indonesia yang lebih baik? 

 

Bakal Calon Presiden (Bacalon) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo pada acara konsolidasi itu menyebut nama Putri Ariani, penyanyi disalibitas yang beberapa waktu lalu berhasil mendapat Golden Buzzer pada acara America Got Talent (AGT) karena talenta menyanyinya yang luar biasa. “Putri Ariani itu anak kita. Anak bangsa Indonesia, yang perlu didukung kesenian dan musiknya. Jangan mau kesenian dan kebudayaan kita, bangsa Indonesia diambil oleh negara lain,” ujarnya (Sidoarjoterkini.com, 10/6/2023).

 

Persoalan negeri ini lebih parah dari sekadar mempertahankan kesenian dan kebudayaan. Sebab, ada banyak yang diambil oleh negara lain, selain SDA , yaitu kedaulatan. Hal itu tercermin dari berbagai kebijakan yang disahkan oleh penguasa kita. Para pemegang kewenangan mengurusi urusan rakyat. Tak ada satu pun kebijakan yang jika dirunut tak ada satupun yang bermuara dari pemikiran penguasa pribadi, melainkan hasil ratifikasi perjanjian internasional. Bukankah semestinya kita sepakat dengan apa yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi,” Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

 

Demikian pula pada paragraf keempat yang berbunyi,” Bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.” Jelas ini tak hanya membutuhkan pemimpin yang peduli Senin dan budaya, juga karakter yang rendah hati dan mudah bergaul dengan rakyat. Kita sudah hafal betul dengan sosok pemimpin yang dikenal dengan “blusukan”nya, berpakaian hitam putih yang mewakili kesederhanaan, namun hingga kini juga belum mampu melepaskan negara ini dari cengkeraman penjajah gaya baru. Penjajah ini tidak mengangkat senjata tapi mengangkangi kedaulatan negara dengan ikut campur urusan dapur negara. 

 

Adakah Pemimpin Ideal? 

 

Jelas ada, sebagai kaum Muslim, tentulah kita meneladani Rasulullah Sang Uswatun Khasanah. Tak ada perintah Allah SWT yang luput dari beliau. Semua dikerjakan dengan seksama sekaligus memberi peringatan bahwa ada konsekwensi yang tidak ringan jika meninggalkan perintah itu. “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Ahmad).

 

Artinya seorang pemimpin wajib menjadi pengurus rakyatnya. Haram hukumnya meninggalkan rakyat dalam penderitaan, terlebih jika pengurusannya sebatas janji kampanye, begitu terpilih lupa, bahkan lebih fokus pada pemberi dana saat kampanye yaitu oligarki maupun korporasi. Maka, ukuran ideal untuk seorang pemimpin adalah apakah ia seorang yang bertakwa dan bersedia menjadi pelayan bagi rakyatnya?

 

Rasanya dalam sistem Demokrasi ini sulit untuk dimunculkan. Asas demokrasi adalah sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Jelas ini adalah awal dari bencana, setiap kali agama dijauhkan pasti akal manusia yang diunggulkan. Apalagi pilar demokrasi adalah kebebasan berpendapat, kebebasan memiliki, kebebasan berperilaku dan kebebasan beragama itu sendiri. Keempatnya begitu mengagungkan keberadaan manusia sebagai pembuat aturan. Logikanya jika manusia diberi kebebasan pasti akan buat aturan sendiri bukan? 

 

Kita telah melihat dampak buruk ketika manusia dibiarkan membuat aturan, kesengsaraan tak ada habisnya. Tak hanya Indonesi, tapi juga Dunia. Perang terus terjadi, kemiskinan ekstrem, kelaparan, virus Merajalela, kebobrokan sistem sosial dan lain sebagainya. Sebagaimana fiirman Allah SWT yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS Ar-Rum 30: 41).

 

Pemimpin Shahih Ada Dalam Sistem Islam

 

Sebagai Muslim, apalagi yang hidup di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya kita menjadikan Islam (al-Quran dan as-Sunnah) sebagai satu-satunya standar dalam menetapkan calon pemimpin, juga dalam menyikapi perilaku dan kebijakan pemimpin. Kriteria umum pemimpin (kepala negara) dalam Islam yang dimaksud adalah: Muslim; Laki-laki; Balig; Berakal; Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); Adil (bukan orang fasiq/ahli maksiat); Mampu (punya kapasitas untuk memimpin). Ketujuh kriteria ini disebut juga dengan syarat-syarat in’iqâd (pengangkatan). 

 

Karena itu meski secara personal seorang calon pemimpin tampak baik, santun, ramah, cerdas, punya jiwa kepemimpinan, pendukung artis dan orang-orang terkenal banyak mendukungnya, jika ia enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah SWT dalam memimpin dan mengurus rakyat, atau tidak mau menerapkan syariah Islam dalam mengelola negara/pemerintahan, pada dasarnya ia terkategori zalim atau fasiq. Apalagi, secara personal ahli maksiat, ia pun menolak hukum-hukum Allah atau terindikasi anti syariah Islam. Orang-orang fasiq atau zalim semacam ini jelas tidak layak menjadi pemimpin (kepala negara) karena berarti mereka bukan orang-orang yang adil. Adil adalah salah syarat Iniqad, jika satu dari ketujuh syarat ini tidak terpenuhi jelas tidak sah menjadi pemimpin. 

 

Inilah bedanya sistem politik dan negara dalam Islam dengan sistem demokrasi. Dalam demokrasi, meski dikatakan kedaulatan di tangan rakyat, realitanya rakyat tak berdaya ketika penguasa atau wakil rakyat mereka mengesahkan aturan yang merugikan dan merampas hak-hak mereka. Yang artinya berbuat zalim, lawan dari adil. Negara dalam demokrasi tunduk pada kepentingan modal dengan dalih pemasukan untuk negara. Itu tak terelakkan. Padahal jutaan rakyat terdampak dan menderita karena kebijakan tersebut.

 

Maka tidak bisa tidak, sebagai Muslim kita pun tak bisa asal memilih, sebab pilihan kita hari ini akan berimbas di akhirat kelak, menentukan tempat kita di hadapan Allah atau justru terjerembab dalam api neraka. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kalian” (TQS an-Nisa’ [4]: 59). Yang dimaksud di ayat tersebut bukanlah sembarang penguasa, melainkan penguasa dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), yaitu Imam (Khalifah) dan para wakilnya (Al-Mas’ari, Thâ’at Ulil Amri Hudûduhâ wa Quyûduhâ, hlm. 17). Dengan kata lain, pemimpin ideal itu tak akan lahir dari rahim demokrasi, melainkan Islam. 

 

Maka hendaklah kita tetap waspada terhadap tipu daya musuh-musuh Islam. Mereka hendak melemahkan kita dengan menyarankan pemimpin yang mereka sukai. Wallahu a’lam bish showab.

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *