Fungsi Masjid menjadi Sempit

 

Seorang pejabat dan ketua salah satu kelompok Islam menegaskan, masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Hal ini disampaikan usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di masjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.

Republika.co.id (08/0/2023)

 

Satu tahun mendatang memang dirancang sebagai tahun pemilihan kembali penguasa Negeri Nomor 1 atas Negeri ini sebagaimana Paslon-paslon sebelumnya, mereka sudah mulai menggeliat mendulang suara masa melalui kampanye kampanye ilegal, sebab jika mereka tidak mendapatkan suara terbanyak, mereka akan dalam kontestasi pemilihan, untuk itu mereka melakukan berbagai upaya agar mendapat suara sebanyak-banyaknya termasuk memanfaatkan masjid.

 

Umat Islam seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kepala Negara Islam di Madinah, Masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat salat dan beribadah namun juga mengurusi dengan kaum muslimin.

Dalam sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yaitu tempat ibadah ritual (shalat, dzikir, tilawah al-Qur’an); tempat konsultasi, dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan; tempat pendidikan, tempat pembagian zakat, ghonimah, sedekah, dan lain-lain; tempat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdiskusi dengan para sahabat mengenai strategi perang dan bernegara; tempat latihan militer / perang; tempat pengobatan dan perawatan para korban perang; tempat pengadilan sengketa; tempat menerima tamu; tempat menawan tahanan; dan pusat penerangan Islam.

 

Saking pentingnya fungsi masjid untuk eksistensi sebuah negara Islam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meruntuhkan bangunan di Dzu awan, sebuah daerah satu jam perjalanan dari Madinah. Bangunan ini disebut kaum munafik sebagai masjid. Namun faktanya tidak difungsikan untuk membangun ketakwaan, tetapi malah untuk memecah belah umat dan menyebarkan kemunafikan di tengah-tengah kaum muslimin.

 

Fungsi masjid seperti ini tidak berubah hingga kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat yang disebut Kh1l4f4h Islamiyah, para khalifah mendirikan masjid-masjid di daerah-daerah yang tunduk pada Kekuasaan Islam, fungsi masjid ini juga tidak banyak berbeda dengan fungsi masjid di Madinah,. Aktivitas sedemikian merupakan definisi mengurusi kepentingan kaum muslimin yang di dalam fiqih Islam disebut politik (as-siyasah).

 

Seorang ulama mujtahid hebat al-‘Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Siyasiyyah Li Hizb at-Tahrir, halaman 1 menjelaskan, bahwa dalam Islam politik (as-siyasah) didefinisikan sebagai pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan Syariah Islam. Politik ini dilaksanakan secara langsung oleh negara Islam atau Kh1l4f4h serta diawasi oleh individu dan rakyat.

 

Makna politik ini di istinbat atau digali dari berbagai dalil, salah satu diantaranya dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam : Dulu Bani Israil diatur urusannya oleh para nabi setiap kali seorang nabi wafat ia digantikan oleh Nabi yang lain, sungguh tidak ada nabi sesudahku yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak“_ (HR. al-Bukhari dan Muslim).

 

Sayangnya, kaum muslimin saat ini justru dikungkung oleh sistem sekularisme demokrasi, yakni sistem kepemimpinan yang bukan berasal dari Islam, sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga kaum muslimin hanya memposisikan fungsi masjid sebagai tempat beribadah, tidak ada lagi aktivitas mengurusi urusan umat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam.

 

Begitu pula sistem politiknya tidak menggunakan sistem politik Islam melainkan politik demokrasi. Sistem politik demokrasi memperbolehkan manusia berdaulat atas hukum sehingga mereka bisa menjadikan kekuasaan mereka untuk menguasai yang lain dan memuluskan kepentingan mereka sendiri.

 

Sistem politik demokrasi juga hanya melahirkan penguasa bermuka dua, karena mereka begitu manis ketika memanfaatkan momentum tertentu demi mendulang suara, namun saat menjabat mereka melalaikan dan melupakan semua janji-janji kampanye sebab legalitas kekuasaan dalam sistem Dinilai dari suara mayoritas. Karenanya, wajar jika ada sebagian paslon memanfaatkan masjid untuk melancarkan tujuan tersebut. Maka publik akan mendapati politik saat itu begitu Kotor dan penuh intrik.

 

Tidak sebagaimana politik dalam Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jika ada yang mengkhawatirkan terpecah belahnya umat akibat masjid untuk kegiatan politik muncul hal itu karena lemahnya pemahaman umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis, sebagaimana juga yang diamalkan oleh parpol hari ini.

 

Ancaman terpecah belahnya umat sejatinya sudah muncul sejak partai islam bukan lagi partai ideologi Islam. Umat hakikatnya sudah terpecah belah ketika parpol Islam mengejar kepentingan pribadi dan golongan dan bukan kepentingan umat secara keseluruhan. Kekhawatiran ini tidak akan muncul jika partai politik yang ada adalah partai ideologis Islam.

 

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Takatul Hizbiy menjelaskan bahwa fungsi partai politik memiliki peran strategis dalam perubahan, umat yakni mereka bergerak dan terus bergerak membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar. Politik yang bermakna mengurus urusan rakyat, fungsi ini diwujudkan melalui pergerakan yang mereka lakukan.

 

Pergerakan kelompok ini tentu akan mengikuti metode Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, mereka membina umat hingga individu-individu yang berada di dalam binaannya memiliki kepribadian Islam dan siap berdakwah ke tengah-tengah masyarakat.

 

Dari dakwah ini, masyarakat akan menyadari bahwa mereka hidup dalam sistem sekulerisme demokrasi yang batil dan buruk, mereka juga sadar seharusnya arah perjuangan ialah mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Kh1l4f4h bukan terjebak pada politik pragmatis demokrasi.

 

Sebab hanya dengan Kh1l4f4h politik yang terwujud di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan syariah yakni mengurusi urusan umat. Inilah partai politik yang seharusnya menjadi pilihan untuk menyatukan umat.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *