Membabat Korupsi dengan Tuntas Hanya dengan Islam

Oleh : Yuchyil Firdausi

 

Korupsi sudah menjadi berita yang tidak asing lagi di tengah masyarakat saat ini. Apalagi menjelang pemilu 2024 mendatang, maka bersiaplah mendengar janji-janji palsu dengan penuh omong kosong terhadap korupsi. Masyarakat pun mulai jengah, bosan, dan lelah sebab kasus korupsi bukannya semakin menurun justru semakin banyak tiap tahunnya. Dilansir dari tirto.id, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023, mengalami penurunan dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, menjadi sebesar 3,92. Tahun lalu, nilai IPAK yang dirilis BPS mencatat angka 3,93. IPAK merupakan indeks yang mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat dengan skala 0-5 pada level nasional. Semakin tinggi nilai IPAK atau mendekati 5, maka semakin tinggi budaya antikorupsi. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK, maka semakin menunjukkan budaya permisif korupsi di masyarakat (tirto.id, 8/11/2023). 

 

Keberadaan lembaga anti korupsi pun juga tak mampu mencegah tindakan korupsi yang terjadi meskipun sudah dilakukan berbagai cara. Meskipun lembaga anti korupsi yang didirikan sejak Desember 2023 telah meng-klaim bahwa selama 20 tahun berdirinya telah menangkap 1.600 koruptor, namun tetap saja angka itu tidak kecil (antaranews, 9/11/2023). Ini adalah kondisi yang memprihatinkan, sebab berbagai upaya mulai dari pencegahan hingga sanksi ternyata tidak menyurutkan perilaku korupsi. 

 

Banyaknya koruptor yang ditangkap menggambarkan betapa bobroknya sistem negara saat ini, yaitu sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Sistem kehidupan yang diterapkan ini adalah sistem yang salah, sehingga apapun aturan yang keluar dari sistem ini hanya membawa kerusakan dalam kehidupan. Sekulerisme adalah akidah yang rusak, karena asasnya adalah memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sekulerisme tidak dikenal halal haram, baik buruk, sebab dunia dan materi adalah sebagai tolok ukurnya. Dengan kata lain, manusia bebas menentukan aturan untuk kehidupannya sesuai kehendaknya. Sedangkan sistem yang mendukung sekuler adalah demokrasi.

 

Sistem Demokrasi telah menjadikan para pejabat yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat justru menjadi tikus berdasi yang tak tahu malu. Tak heran, sebab, para pejabat negara bukan dipilih karena kemampuannya dan keahliannya, bahkan jika ditanyakan pada rakyat mereka pun juga tidak mempunyai alasan yang kuat mengapa memilih para pejabat tersebut, karena sejatinya para pejabat tersebut telah memainkan ‘money politic’ dan iming-iming materi dalam proses pemilihannya. Sudah menjadi rahasia umum jika dalam proses kampanye, dibutuhkan dana yang besar serta mahar politik yang tak sedikit nilainya. Oleh karena itu, para calon-calon pejabat negera kongkalikong dengan para pemodal atau kapitalis yang tentu tidak akan cuma-cuma memberikan modalnya. No free lunch, harus ada timbal balik yang lebih besar dari dana yang telah disuntikkan pada calon pejabat, sebab para kapitalis hanya mementingkan keuntungan semata.

 

Demokrasi memberi kesempatan kepada koruptor untuk mengulangi tindakannya. Bagaimana tidak? Demokrasi lah yang menciptakan aturan rusak di masyarakat, yang tentu ini akan melahirkan sifat rakus pada manusia yang mengakibatkan keserakahan, rusaknya integritas abdi negara dan penguasa. Masyarakat pun menjadi toleransi atas keburukan, menganggap lumrah dan wajar, sebab tak hanya pejabat kelas kakap saja yang sudah terinfeksi korupsi, bahkan yang kelas teri pun juga menjadi terbiasa dengan budaya buruk korupsi ini. Disamping itu, lemahnya iman juga semakin memudahkan korupsi.

 

Hal ini tentu jauh berbeda jika menerapkan sistem islam dalam aturan negara. Dalam islam telah jelas hukum korupsi yaitu haram. Korupsi dalam islam dianggap sebagai perbuatan khianat dan tidak termasuk definisi mencuri. Sebab perbuatan korupsi adalah berupa perbuatan menggelapkan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Oleh karena itu, sanksi bagi pelaku korupsi adalah dengan hukum ta’zir yaitu hakim akan memberi hukuman sesuai level kejahatan yang dilakukan. Sanksi ini bisa dimulai dari yang paling ringan yaitu nasihat atau teguran dari hakim, bisa juga berupa penjara, pengenaan denda, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Ini adalah salah satu upaya untuk memberi efek jera pada masyarakat.

 

Islam sebagai agama yang sempurna, bukan hanya sebagai agama ritual namun juga agama yang memiliki aturan untuk kehidupan, tentu saja juga memiliki berbagai mekanisme untuk mencegah terjadinya korupsi. Di antara mekanisme tersebut adalah :

1. Dari sisi individu, maka harus ditanamkan mental individu yang bertakwa, memiliki akidah yang kuat sehingga tidak akan berkhianat kepada amanah yang diembannya. 

 

2. Dari sisi lingkungan, harus diberikan lingkungan yang kondusif yakni pembiasaan amar ma’ruf nahi mungkar. Saling menasihati di antara individu dalam sebuah lingkungan, sehingga mampu mencegah terjadinya korupsi. Suasana keimanan dan ketakwaan senantiasa meliputi lingkungan tersebut. 

 

3. Dari sisi pemilihan pejabat, islam tidak mengenal istilah ‘money politic’. Tidak ada pula mahar politik yang harus menghabiskan dana besar-besaran, terlebih lagi untuk kampanye. Tidak boleh dalam pemilihan calon pemimpin kongkalikong dengan para pemilik modal. Sistem pemilihan dalam islam harus bersih dari campur tangan asing, swasta, ataupun korporasi.

 

4. Dari sisi penegakan hukum harus diterapkan hukum yang membuat efek jera pada pelakunya. Sistem sanksi yang tegas memiliki fungsi sebagai penebus dosa dan memberi efek jera. Dengan diterapkannya sanksi yang membuat jera maka pelaku atau calon pelaku tidak berani untuk melakukan korupsi. 

 

Demikianlah sistem islam jika diterapkan dalam sebuah negara, korupsi akan dengan sangat mudah diberantas dan dibabat habis. Sebab pengaturannya langsung dari Sang Pencipta Kehidupan, yang tidak ada cela bagi-Nya. Tentu saja aturan dari Sang Pencipta adalah yang terbaik bagi manusia.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *