Ilusi Zero Stunting dalam Kapitalisme

Oleh : dr. Bina S

Stunting persoalan serius bangsa yang harus diselesaikan berkaitan dengan masa depan bangsa. Ada banyak faktor yang berpengaruh, 

 

Meskipun sudah ada banyak program, namun tak kunjung terselesaikan karena tidak menyentuh akar masalah. 

 

Di sisi lain, ada dana besar dialokasikan untuk stunting namun mirisnya ada banyak korupsi.

Stunting tak mungkin terselesaikan selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme.

 

Mengutip dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00 SD (severely stunted). Jadi dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami oleh balita yang mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan standarnya sehingga mengakibatkan dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Pada jangka pendek, stunting berdampak terhadap pertumbuhan fisik yaitu tinggi anak di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, juga berdampak pada perkembangan kognitif dikarenakan terganggunya perkembangan otak sehingga dapat menurunkan kecerdasan anak. Sedangkan untuk jangka panjang, stunting akan menyebakan anak menjadi rentan terjangkit  penyakit seperti penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas di usia tua. Selain itu, dampak jangka panjang bagi anak yang menderita stunting adalah berkaitan dengan kualitas SDM suatu negara. Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Jika stunting tidak segera diatasi hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan kualitas SDM di masa yang akan datang.

 

Data PBB 2020 mencatat lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dan 6,3 juta di antaranya merupakan balita Indonesia.

 

Saat ini diperkiraan telah terjadi pada lebih dari 160 juta anak usia balita di seluruh dunia dan jika tidak ditangani dengan baik, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada penambahan 127 juta anak stunting di dunia. Masalah stunting juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2022 masih berada di angka 21,6 persen. Angka ini masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. 

Pemerintah menyatakan bahwa menurut rencana pembangunan jangka menengah nasional, tahun 2024 ditargetkan prevalensi stunting di negeri ini turun menjadi 14 persen. Namun, banyak pihak menilai bahwa angka tersebut sangat berat dicapai karena angka stunting di negeri ini masih mencapai lebih dari 20 persen di tahun 2023 ini. 

 

Mampukah sistem kapitalisme mewujudkan zero stunting?

 

Solusi Tuntas Atasi Stunting Global dan Nasional

 

Dalam kasus stunting yang melanda dunia pada umumnya dan Indonesia khususnya, setidaknya terdapat tiga titik kritis. Pertama, saat ini kita hidup dalam sistem yang tidak menerapkan Islam. Melainkan sistem yang berjalan saat ini adalah sistem yang memberlakukan nilai – nilai yang ditetapkan baik buruknya oleh manusia, dimana yang menjalankan politik adalah manusia, dan menjadikan hukum – hukum ekonomi serta sistem ekonominya adalah sistem kapitalis.

Di dalam rezim kapitalisme semua problem dipandang sebagai masalah angka, sehingga seolah – olah problem stunting dianggap selesai ketika angka – angka yang dianggap tidak sesuai dengan target bisa diturunkan pada angka sesuai target prevalensi yang standarnya berdasarkan standar WHO.

Maka dianggap tidak masalah ketika angkanya masih mencapai 21,6 persen harus diturunkan menjadi 14 persen. Tetapi 14 persen tersebut sesungguhnya adalah nyawa manusia. Nyawa generasi calon pemimpin bangsa. Sehingga meskipun seandainya Indonesia telah mencapai target penurunan stunting yakni 14 persen, maka masih ada jutaan anak yang tetap menderita stunting.

Kita juga dapat mengatakan bahwa kapitalisme sesungguhnya hanya melihat masalah tersebut sebagai angka, sebagaimana yang disampaikan oleh para pejabat publik maupun para ahli yang mengatakan bahwa stunting merupakan problem besar dimana jika problem ini tidak diselesaikan atau tidak diturunkan maka akan ada 2-3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) akan hilang per tahunnya akibat stunting. Sebab anak – anak tersebut tidak dapat tumbuh secara normal. Kemampuan mereka juga tidak bisa optimal di masa depannya. Mereka dianggap tidak bisa memberikan kontribusi ekonomi dan bahkan bisa menurunkan PDB sampai 3%.

Kedua, dalam perhitungan sistem kapitalisme semua hal hanya dilihat dengan ukuran – ukuran materialistis. Sebagaimana uraian diatas bahwa seolah – olah angka stunting harus diturunkan karena akan berakibat pada menurunnya kontribusi ekonomi warga negara. Kontribusi ekonomi tersebut tentu saja berkorelasi dengan pendapatan negara.

Jadi kontribusi secara intelektual, secara emosional, secara spiritual yang boleh jadi tidak berkorelasi positif terhadap pemasukan negara secara ekonomi, lantas tidak dihitung. Ini merupakan satu bukti tidak terbantahkan bahwa sistem kapitalis adalah sistem yang tidak manusiawi karena mengukur segala sesuatu dengan ukuran – ukuran materialistis.

Ketiga, di dalam sistem kapitalisme, berdasarkan data – data yang ada terdapat jutaan anak yang menderita stunting baik secara global maupun nasional. Dimana mereka mengalami gizi buruk. Tetapi disisi lain, kapitalisme nyatanya juga melahirkan permasalahan kesehatan lainnya yakni obesitas pada anak – anak. Dimana World Obesity Federation (WOF) mencatat terdapat 158 juta anak di dunia mengalami obesitas.

Obesitas terjadi salah satunya karena kelebihan konsumsi nutrisi atau gizi yang dikonsumsi terlalu banyak. Di dalam survei Riskesdas tahun 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8 persen. Dan ditargetkan angka obesitas di tahun 2024 tetap sama yaitu 21,8 persen. Sehingga, selain ada 21,6 persen anak – anak yang stunting pada saat yang sama, terdapat 21,8 persen anak anak yang mengalami obesitas.

Hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi. Dimana ada sekian banyak orang yang menikmati kekayaan dan membuat anak- anaknya bisa mendapatkan gizi lebih banyak dari yang dibutuhkan. Dan anak – anak ini pun terus mengonsumsi makanan – makanan yang ketersediaannya melimpah. Namun pada saat yang sama terdapat anak – anak yang orang tuanya tidak sanggup memberikan gizi yang memadai untuk pertumbuhannya. Ini adalah problem kronis dan problem akut yang akan terus menghinggapi sistem kapitalisme. 

 

Islam Tidak Memandang Problem Stunting Hanya Sebagai Angka

Islam memandang problem stunting sebagai sebuah problem yang harus diselesaikan tanpa ada sisa satu orang pun atau satu individu anak pun yang tidak mendapatkan hak mereka untuk memiliki asupan gizi sesuai kebutuhannya. 

Islam menjamin kebutuhan dasar itu harus dipenuhi orang per orang bukan hanya persentase – persentase. Selain itu bukan hanya sesuai apa yang ditargetkan atau apa yang dianggap sebagai prevalensi standar yang boleh ditoleransi oleh WHO melainkan angka – angka tersebut harus dihapuskan.

Maka tidak boleh menunggu sampai pada tahun tertentu sebagaimana yang ditoleransi. Karena sejak angka itu ditemukan, yakni terdapat anak yang tidak terpenuhi gizinya, ada orang yang tidak bisa makan, maka pada saat itu pula Allah Ta’ala memerintahkan kepada keluarganya, kepada tetangganya, kepada pemimpinnya, kepada kepala negaranya atau khalifahnya untuk mencukupi kebutuhannya bahkan sampai sebelum malam hari tiba.

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wassallam bersabda di dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, 

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ 

“Tidak dikategorikan sebagai seorang mukmin jika ada orang yang lambungnya kenyang sementara masih ada tetangganya yang dalam keadaan lapar ada di sisinya.”

 

Problem stunting sejatinya tidak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan makan kepada masing – masing orang karena ini adalah problem yang lahir dari pemberlakuan sistem ekonomi kapitalis yang telah terbukti gagal menyejahterakan rakyat hingga menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi rakyatnya.

 

Negara Islam Menjamin Kesejahteraan Bagi Rakyatnya

Bertolak belakang dengan sistem kapitalisme, negara Islam secara alami menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya hingga mampu mencegah stunting pada balita. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan rakyatnya. 

Islam telah mewajibkan kepada kepala negara (khalifah) sebagai penanggung jawab atas urusan rakyatnya melalui penerapan aturan Islam kaffah. Beberapa kebijakan dalam khilafah yang menjamin kesejahteraan setiap rakyat yakni : 

1. Islam memerintahkan setiap laki – laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya.

 

2. Jika individu tersebut tetap tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya.

 

3. Jika kerabat tidak ada atau tidak mampu maka beban itu beralih ke baitul mal yakni kepada negara.

 

4. Islam menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang mutlak dijamin negara.

 

Dengan demikian, tidak ada solusi tuntas bagi persoalan stunting kecuali dengan jalan kembali kepada kehidupan Islam.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *