Anak-anak Darurat Kekerasan Seksual, Mengapa?

Sungguh miris, ketika sering kita jumpai pelecehan seksual di jalan, di taman, di sekolah, di kampus, di mal, di transportasi umum dan lain sebagainya. Bentuk pelecehan seksualnya pun bermacam-macam ada pelecehan seksual verbal seperti komentar seksual tentang tubuh, lelucon kotor seksual, ajakan seksual hingga sentuhan fisik dan paksaan. Setiap tahun kasus pelecehan di Indonesia terus-menerus terjadi. Ini sangat membuat keadaan di Indonesia semakin darurat dari permasalahan kekerasan seksual terhadap anak.

 

Contoh yang terbaru adalah kasus pemerkosaan terhadap anak baru gede (ABG) berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) (REPUBLIKA.CO.ID, 02/6/2023). Predator anak masih menghantui negeri ini, setelah menjadi pembahasan panjang dan menuai pro-kontra hukuman kebiri bagi predator anak pun telah disahkan presiden dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia. Pemasangan alat pendeteksi elektronik rehabilitasi.

 

Predator kini juga tak hanya mengintai di jalanan, seringkali kita jumpai candaan-candaan bernada seksual lewat medsos, pesan-pesan bernada tak senonoh hingga mengirim foto atau video porno kepada sesama rekan atau lawan jenis yang menjadi incaran pelecehan. Tidak hanya menimpa wanita namun bisa juga menimpa pria bahkan anak-anak. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi secara masif bahkan terus meningkat ?

 

Tentunya ini terjadi karena tidak ada efek yang membuat para pelakunya jera, dan ini terjadi ketika negara menggunakan sistem kapitalisme. Sebab jika dilihat peraturan yang ada hanya fokus pada tindakan kuratif, yakni menghukum pelaku tidak pada melakukan tindakan preventif atau pencegahan. Ini menjadi salah satu bukti ketidakmampuan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan persoalan.

 

Beginilah jika aturan bersumber dari asas pemisahan aturan Islam dari kehidupan dan negara atau (sekulerisme), aturan yang lahir pasti cacat bahkan rusak, sebab manusia yang lemah tidak mampu melihat hakikat sesuatu dan menilai mana yang terbaik untuk manusia.

 

Masyarakat kapitalis juga terlahir menjadi masyarakat yang sakit. Salah satu indikatornya adalah ketika adanya liberalisme yaitu ide kebebasan, dimana kebebasan seksual semakin merajalela, tak kenal waktu dan tempat. Mereka mengisi perilaku dan pemikiran dengan liberal, sehingga setiap orang bebas berbuat sesuai dengan kehendaknya.

 

Sementara itu manusia yang bertindak bebas sesuka hati dan tidak mau terikat dengan aturan Islam, maka akan jauh dari ketakwaan kepada Allah. Sehingga dengan mudah untuk melakukan kejahatan dan tindakan keji, tak peduli meski korbannya adalah anak-anak yang seharusnya disayangi dan dilindungi.

 

Tentu saja hal ini berbeda dengan Islam, setiap perbuatan yang tercela dan melanggar ketaatan kepada hukum syariat itu disebut sebagai kejahatan atau jarimah. Maka setiap jarimah akan mendapatkan hukuman setimpal sesuai aturan uqubat atau sanksi di dalam Islam. Islam memiliki mekanisme dalam memberantas kasus semacam ini, baik dari pencegahan maupun pengobatan.
Salah satunya adalah tindakan dari negara yang tegas terhadap para pelaku kejahatan seksual.

 

Apabila dia sudah menikah maka akan dihukum rajam, jika pelakunya yang belum menikah maka akan dicambuk sebanyak 100 kali. Hal ini dilakukan di depan khalayak ramai, di lapangan terbuka untuk memberikan efek jera kepada para pelakunya. Serta akan menjadi pengingat bagi yang ingin melakukan tindak kejahatan yang sama. Hal itu juga bisa menjadi penebus dosanya di dunia dan akhirat.

Kemudian untuk bentuk preventif lainnya, dalam Islam mengajarkan untuk ghadul bashar atau menunjukkan pandangan, agar menjaga syahwat ketika melihat lawan jenis. Lalu mengajarkan untuk berpakaian dengan menutup aurat sesuai syari’at Islam. Tujuannya agar diri lebih terjaga dan terpelihara, dan sebagai identitas atau ciri seorang muslim. Sehingga dengan tindakan tersebut bisa menjadi tindakan pencegahan agar tidak terjadinya pelecehan seksual.

Namun untuk itu, harus diterapkan terlebih dahulu hukum Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah, karena memang Khilafah sajalah yang bisa memberlakukan sanksi sejalan dengan aturan yang memastikan hukum itu terlaksana sesuai prinsip keadilan dan akan membuat efek jera.

 

Yang tak kalah penting parameter keadilan itu adalah penerapan Syariah pada seluruh masalah, termasuk melakukan kontrol sosial yang dilakukan sesuai standar Al-Qur’an dan As-Sunnah. Artinya masyarakat akan terusik jika hukum Allah itu dilanggar tanpa menunggu masalah itu menjadi besar walhasil kejahatan seksual yang notabene adalah kejahatan tidak mungkin bisa hidup dalam sistem Khilafah. Wallahu a’lam bish showab.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *