Pindai Mata Berbayar dalam Pandangan Islam

SuaraNetizenIndonesia__ Layanan WorldID menggunakan mata sebagai cara verifikasi diri, membuat heboh beberapa waktu lalu. Pasalnya, ada cuan di balik itu. Usai warga melakukan pemindaian akan mendapat uang dengan besaran yang tak tanggung-tanggung yaitu Rp800 ribu. Maka tak pelak banyak warga tergiur, akhirnya berbondong-bondong memindai iris matanya untuk mendapatkan uang tunai.
Dahulu di tahun 2021, warga Sukabumi pernah melakukan pindai mata juga dan mendapat imbalan Rp250 ribu hingga Rp450 ribu, oleh pihak yang mengatasnamakan Worldcoin. Maka tampak bahwa potensi kasus ini berulang di kemudian hari, sangat besar.
Namun pemerintah tak tinggal diam. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) segera memutuskan pembekuan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) dari layanan Worldcoin dan WorldID. Langkah ini diambil karena adanya dugaan pelanggaran terhadap regulasi penyelenggaraan sistem elektronik dan sebagai tindakan pencegahan adanya potensi penyalahgunaan data pribadi masyarakat, menyusul laporan mengenai aktivitas mencurigakan dari layanan tersebut.
Worldcoin merupakan proyek kripto global yang digagas oleh perusahaan teknologi asal San Fransisco, Amerika Serikat, bernama Tools for humanity. Proyek ini bertujuan menyediakan layanan keuangan publik dan sistem keamanan yang diklaim inklusif dan mudah diakses semua orang. Untuk mendapatkan WorldID, pengguna harus memindai iris mata mereka menggunakan alat bernama Orb, milik Worldcoin.
Hanya saja, ada risiko paling berbahaya dari pindai mata ini yaitu adanya potensi penyalahgunaan data pribadi yang sangat rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan siber (cyber crime). Apalagi saat ini marak kasus pencurian identitas (identity theft), penipuan melalui phishing, kejahatan kartu kredit (carding), hingga penyalahgunaan kode OTP (one-time password), yang semuanya bisa berujung pada kerugian finansial bagi korban.
Selain itu, data pribadi pun bisa digunakan untuk menyebarkan konten ilegal seperti pornografi, isu SARA, dan ujaran kebencian yang merugikan individu maupun kelompok tertentu. Alhasil di sejumlah negara Worldcoin juga menghadapi hambatan.
Komdigi mengingatkan masyarakat untuk aktif menjaga ruang digital yang aman dan terpercaya bagi semua warga negara. Masyarakat diminta waspada terhadap berbagai layanan digital yang tidak sah dan segera melaporkan bila menemukan pelanggaran ke kanal pengaduan resmi.
Menurut pakar keamanan digital Bruce Schneier, perlindungan data pribadi juga sangat bergantung pada kesadaran individu. Untuk itu, Komdigi mengajak semua warga menjadi pengguna yang cerdas dan melek teknologi, agar dapat menilai apakah suatu aplikasi berpotensi mengandung perangkat lunak berbahaya (malware) atau dimanfaatkan untuk tujuan jahat.
Islam Solusi Hakiki
Penerapan sekularisme-kapitalisme memang terbukti membuat kehidupan semakin sempit. Termasuk sistem ekonomi yang lahir darinya membuat warga berjibaku sepanjang waktu untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Maka wajar jika masyarakat mau dipindai agar mendapatkan uang. Mereka bahkan tidak peduli risiko buruk di balik itu.
Sementara saat data tubuh dijadikan objek transaksi, apalagi jika kemudian ada unsur ketidakjelasan atau bahkan ekploitasi, maka bisa dikategorikan sebagai transaksi yang tidak sah menurut syariat, muamalahnya menjadi batil dan haram dikerjakan.
Islam juga mempertimbangkan ma’alat al-af’al (konsekuensi jangka panjang dari suatu tindakan). Jika saat ini tampak tidak membahayakan, namun ada potensi besar membahayakan umat Islam atau umat manusia di masa depan (misalnya data dijual, dipakai untuk pengawasan massal, atau manipulasi). Oleh sebab itu mencegahnya lebih utama (kaidah: dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih).
Islam melindungi setiap individu baik dilakukan oleh dirinya sendiri, beserta negara dengan segenap persngkatnya. Masyarakat pun wajib melindungi dengan senantiasa melakukan muhasabah, memberi perhatian terhadap kemaslahatan umat dan memastikan penegakan syariat Allah SWT.
Karenanya Islam akan mendorong setiap warga agar berhati-hati dan tidak sembarangan menyerahkan data biometrik, meski dengan iming-iming imbalan. Data tersebut (iris mata) termasuk dalam kategori privasi yang sangat sensitif, karenanya ada potensi bahaya, eksploitasi, dan ketidakjelasan tujuan dari pihak yang meminta data.
Sementara Islam mengutamakan pentingnya penjagaan jiwa (hifzh al-nafs), kehormatan dan privasi (hifzh al-‘irdh).
Sebagaimana disebutkan dalam QS An-Nur: 27
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya…”
Ayat ini menunjukkan pentingnya menjaga batasan privasi. Dalam konteks digital, data biometrik seperti retina adalah bagian dari identitas pribadi yang sangat sensitif.
Tak hanya itu, kedudukan imbalan atas pindai pun bisa dianggap gharar (mengandung ketidakjelasan) bahkan bisa jadi sebagai bentuk tadlis atau eksploitasi atas kemiskinan.
Jika teknologi tersebut terbukti berbahaya secara medis atau mengancam keamanan data pribadi (seperti risiko pencurian identitas atau penyalahgunaan), maka hal itu bisa dikategorikan sebagai dharar (bahaya) yang harus dihindari. Perlu ada sanksi tegas kepada setiap pelanggaran muamalah, agar modus penipuan semacam ini tidak terjadi lagi.
Sebagaimana hadits Nabi saw. agar tidak boleh melakukan aktivitas berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
(HR Ibn Majah dan Ahmad)
Warga pun perlu mendapatkan edukasi yang benar terkait segala peristiwa yang berkelindan dalam kehidupan. Hingga mereka dapat memutuskan perkara dengan tepat sebagaimana Syara‘ mengaturnya.
Dalam QS Al-Isra’: 36
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Jika seseorang menyerahkan data biometrik kepada lembaga atau teknologi yang belum jelas niat, tujuan, dan keamanannya, maka itu bisa masuk dalam perbuatan ikut-ikutan tanpa ilmu. Apalagi data biometrik adalah amanah atas tubuh yang Allah titipkan. Menyerahkannya kepada pihak asing tanpa jaminan keamanan bisa dianggap bentuk melalaikan amanah itu.
Maka kembali kepada Islam adalah sebaik-baik perkara. Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam saat ia diterapkan secara kaffah. Tidak hanya melindungi setiap individu dari bahaya dan beragam aktivitas merusak, tetapi juga memberi kesempatan bagi mereka beramal salih untuk kebaikan kehidupan hari ini, dan masa datang. Allahumma ahyanaa bil Islam.
[SNI]
Komentar