Potret Generasi Merdeka Belajar, Sadis!

Suara Netizen Indonesia–Peringatan Hari Pendidikan Nasional baru berlalu beberapa hari lalu, dengan mengusung tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Program prioritas Kemendikbudristek di bulan ini adalah peluncuran Kurikulum Nasional.

 

Kurikulum Merdeka yang pertama kali diperkenalkan pada 2020 kemudian di 2024 ditetapkan menjadi kurikulum nasional dengan pertimbangan berdasar Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, Pembelajaran yang berkelanjutan, sisi positif kurikulum merdeka yang mampu memberi ruang untuk berimprovisasi sesuai dengan tuntutan keadaan masing-masing dan semakin banyaknya sekolah yang sudah menerapkan kurikulum merdeka.

 

Belum ada evaluasi yang valid bahwa kurikulum merdeka sudah mencapai keberhasilan, ditandai dengan munculnya generasi cemerlang, tangguh dan bertakwa sudah begitu saja ditetapkan sebagai kurikulum nasional.

 

Apakah tak cukup fakta sejak ditetapkannya kurikulum merdeka, bullying, kekerasan seksual anak, kecanduan game online disertai pembunuhan,perzinahan, dan tindak kriminal lainnya kian bertambah angkanya? Prinsip merdeka belajar yang multitafsir ini jelas menjadi akar persoalannya, sebab sejatinya secara fitrah pendidikan harus selalu berkaitan dengan pembiasaan dan sesuatu yang berkaitan dengan nilai atau aturan tertentu.

 

Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) menilai Kurikulum Merdeka tak layak jadi Kurnas. Mereka juga meminta agar Kurikulum Merdeka dievaluasi secara total dan menyeluruh . Direktur Eksekutif Bajik Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki (detik.com, 26/2/2024).

 

Bertambah 1 lagi kasus pelecehan seksual menyimpang terhadap anak yang disertai pembunuhan. Terjadi di Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Polres Sukabumi Kota mengungkap kasus pelecehan seksual menyimpang terhadap anak yang disertai pembunuhan di Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Kasus ini berhasil diungkap berawal dari penemuan mayat dan akhirnya dilakukan pemeriksaan terhadap jenazah korban (Bandung24jam.id, 2/5/2024).

 

Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo menjelaskan korban adalah MA berusia enam tahun 11 bulan warga Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Sementara pelaku adalah S (14) yang merupakan tetangga korban sendiri. Faktor penyebab kematian yakni luka benda tumpul di bagian leher, kemaluan, di bagian dubur dan luka lengan kanan atau bahu korban.

 

Atas perbuatannya, S dikenai pasal berlapis yakni Pasal 82 Ayat (1) dan/atau Pasal 82 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan penjara minimal enam tahun dan maksimal 15 tahun. Terduga pelaku juga dijerat Pasal 338 KUHPidana tentang Pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun. Selanjutnya Pasal 351 Ayat (3) KUHPidana tentang Penganiayaan Mengakibatkan Meninggal Dunia dengan pidana penjara tujuh tahun.

 

Pasal Berlapis Pendidikan Sekuler Pasangan Penghancur Generasi

 

Sungguh sebuah tamparan yang keras bagi dunia pendidikan, jika tak ada upaya yang lebih masuk akal memang ini sudah keterlaluan. Harus berapa banyak lagi berjatuhan korban akibat sumbu pendek, padahal usia masih belia bagaimana kelak jika sudah dewasa dan membina rumah tangga.

 

Pendidikan asasnya harus solid dan sahih. Ketika diberikan kepada akal manusia yang ia saja sekuler, memisahkan agama dari kehidupan tentulah menjadi sarat kepentingan. Kurikulum Merdeka Belajar yang hendak dijadikan Kurnas (Kurikulum Nasioanal) sebetulnya belum bisa dikatakan sukses, akan semakin menjadi beban bagi negara karena outpun pendidikan bertujuan memenuhi permintaan pasar akan tenaga kerja terampil.

 

Benarlah menteri pendidikan kita, Nadiem Makarim yang mengatakan bahwa era hari ini tak perlu titel tinggi dan hanya butuh kreatifitas digital. Jelas ada semacam pesan tersembunyi bahwa Indonesia cukup menjadi negara terjajah yang bodoh dan miskin. Pasar bagi produk barat, baik dari sisi pemikiran maupun kepribadian.

 

Alhasil tak heran jika tindakan membunuh dianggap viral, seolah nyawa tak ada harganya dan jika berhasil membunuh selesai persoalan. Pragmatis akhirnya menjadi pilihan sikap. Ketika hanya mampu menghukumi apa yang ada di depan matanya jelas tidak bisa kita berharap akan ada perubahan.

 

Islam Solusi Hakiki Sejahterakan Umat

 

Islam adalah Rahmatan Lil Ala-Amin. Rahmat bagi seluruh alam, yang artinya jika diterapkan secara keseluruhan dan nyata dalam bingkai kehidupan tentulah akan membawa keberkahan. Pemuda adalah agen of change, dan Alquran telah menjelaskan bagaimana posisi generasi bagi peradaban.

 

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS an-Nisa: 9).

 

Negaralah yang nantinya mempersiapkan seluruh kebutuhan rakyat secara gratis dan berkualitas. Hingga tak akan jadi kenyataan dimana orang miskin dilarang sakit, atau orang bodoh dilarang pintar, dengan demikiam akan ini bukti bahwa negara abai terhadap urusan rakyatnya.

 

Kemudian sistem hukum dan sanksi yang tak menjerakan, tawar menawar hukum sangat marak terjadi dalam sistem hari ini. Apalagi jika diimingi bisnis tambahan untuk menambah pundi kekayaannya. Dalam Islam sistem hukumnya bersifat zawazir ( memberikan efek jera) jawabir (penebusan dosa). Setiap orang menyadari apa yang diperjuangkan para penguasa hari ini tak ada yang layak yang memiliki kriteria manusia menentukan Kebijakan. Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *