Mendamba Perubahan Melalui Pesta Demokrasi?

Pesta demokrasi, mulai dari sekarang! Jelang moment puncak pemungutan suara, 14 Februari 2024 ditandai dengan hingar bingar narasi persuasi dan janji-janji manis. Tentu saja perhelatan ini butuh biaya besar. Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran hingga Rp71,3 triliun dan sudah diberikan 20 bulan sebelum hari pemilihan. Jumlah yang begitu fantastis untuk sebuah harapan besar perubahan.

 

Rakyat telah lama memimpikan sosok pemimpin yang akan membawanya pada kondisi yang jauh lebih baik. Indonesia yang aman, tentram, sejahtera, gemah ripah loh jinawi sebagaimana ikon Indonesia tercinta di masa-masa dahulu.

 

Saat Ini rakyat dihadapkan pada realita yang sebaliknya. Kemiskinan dan pengangguran meningkat, biaya kesehatan mencekik rakyat, pendidikan terbaik tak lagi terjangkau, korupsi menggurita, perampasan lahan dan ruang hidup menambah perih beban rakyat, belum lagi biaya hidup dan pernah pernik berupa listrik, LPG, BBM semakin melonjak.

 

Ditambah praktik kotor dari penguasa dan pejabat negara. Tercatat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melenggangkan langkah sang putra mahkota Presiden menuju sosok nomor 2 di negera ini. Semua rekayasa dan upaya nepotisme dalam membangun dinasti telah dipertontonkan di depan rakyat.

 

Maka tidak salah jika rakyat menggantungkan harapan dan kerinduan akan perubahan pada pergantian pemimpin. Mengingat kezaliman rezim hari ini telah nyata-nyata dipertontonkan di depan rakyat.

 

Dalam Islam, kepemimpinan itu sejatinya adalah dalam rangka menerapkan syariat di tengah-tengah masyarakat. Sehingga pemimpin harus dipastikan mampu dan mau menjadikan ideologi Islam sebagai asas dalam menata negara yang dipimpinnya. Buat apa berkuasa jika tidak untuk penerapan Islam?

 

Namun Demokrasi punya aturan main tersendiri. Para kontestan hanya boleh bergabung dalam pesta jika memenuhi berbagai persyaratan. Lalu terserah mereka mau menempuh jalan seperti apa untuk mendulang suara rakyat. Berbagai undang-undang telah ditetapkan, namun semua itu untuk dilanggar.

 

Ketika memimpin, seorang muslim wajib atas dorongan keimanan. Sebagaimana makna politik adalah upaya mengurusi urusan rakyat dengan syariat Islam. Seorang pemimpin muslim tidak akan disibukkan untuk meraih kekuasaan dengan tujuan berkuasa dan menguasai rakyat demi kepentingan pribadi.

 

Pemimpin dalam Islam hanya mengharapkan rida Allah dalam mengurusi urusan rakyat. Mereka menyadari ada beban amanah yang sangat besar di pundaknya. Tentang kebutuhan dan kepentingan rakyat, tentang masa depan Islam dan dakwahnya, tentang kebangkitan dan kemenangan. Maka seorang pemimpin tak akan sanggup hanya memikirkan kepentingan dan ambisi pribadi, apalagi sampai membangun dinasti.

 

Teknis pemilihan pemimpin dalam Islam tidak seribet pesta demokrasi yang menelan biaya besar. Cukup menggunakan cara yang mudah dan murah atas asas amanah dan ketakwaan. Panitia akan merasa takut berbuat kecurangan karena memahami betapa besar dosanya jika berbuat kebohongan, apalagi menzalimi rakyat, memanipulasi suara mereka demi mendudukkan seseorang di kursi kepemimpinan. Kasus memuakkan ini sudah biasa terjadi dalam sistem demokrasi. Belum lagi pembagian amplop kepada masyarakat, lobi-lobi politik ke pesantren dan ulama dengan menawarkan berbagai fasilitas dana maupun jabatan. Na’uzubillah.

 

Apakah dengan cara-cara yang tidak diridhoi Allah akan mampu membawa perubahan pada negeri? Semahal dan semegah apapun pesta demokrasi, jika mental calon penguasa bukan seorang negarawan yang takut kepada Allah, maka perubahan yang dicita-citakan akan kandas.

 

Seperti inilah sejatinya demokrasi. Rakyat dengan mudah dibohongi, suara mereka dibeli untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Janji-janji manis diobral, rakyat pun sekali lagi terpental. Setelah berhasil, tinggal menyampaikan ucapan selamat tinggal.

 

Saatnya umat ini sadar setelah mendapati fakta di depan mata, bahwa demokrasi memang bulshit. Demokrasi tidak layak dijadikan jalan perjuangan oleh umat Islam yang mendamba perubahan hakiki. Kemenangan Islam sejatinya adalah pertolongan Allah Swt yang hanya diberikan kepada pejuang yang ikhlas, sabar, dan taat menapaki syari’at kebangkitan. Wallahu’alam bish-shawab.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *