Cikini-Gondangdia, ASEAN Goyang, Rakyat Merana

Sepertinya sudah menjadi budaya baru, pejabat bergoyang di setiap acara kenegaraan, setelah Istana digoyang Putri Ariani dengan dangdut ” Rungkat”, pada perayaan hari kemerdekaan negara Indonesia, 17 Agustus lalu, kini lagu koplo Cikini-Gondangdia sukses membuat tamu dalam jamuan makan malam untuk para Kepala Negara dalam KTT ASEAN ke-43 yang diadakan pada Rabu (6/9/2023) bergoyang.  

 

Dari gala dinner KTT ke-43 ASEAN digelar di Hutan Kota GBK Senayan Jakarta kemarin, pemerintah berharap mampu meninggalkan kesan mendalam kepada para tamu undangan dengan menyiapkan jamuan malam malam atau gala dinner eksotis. Mengedepankan konsep hijau, berupa hutan buatan yang semula adalah kawasan komersial seluas 4,5 hektare. (detik.com, 6/9/2023).

 

Tepat di belakang panggung, menjulang belasan gedung pencakar langit yang berdiri di kawasan Pusat Distrik Bisnis Sudirman (SCBD) yang posisinya ada di seberang Hutan Kota GBK. Gedung-gedung tersebut menjadi layar raksasa bagi pertunjukan video mapping selama berjalannya gala dinner. Selain itu, penyelenggara acara menutupi sekeliling pagar Hutan Kota GBK memakai ribuan tanaman rambat raksasa sehingga membuat suasananya seperti mirip kota dalam hutan. 

 

Tampak sejumlah delegasi salah satunya Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao dan Ibu Negara Filipina Liza Araneta Marcos Jr berjoget menikmati dendangan lagu yang dibawakan Aurelie Moeremans. Terlihat pula Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menlu Retno Marsudi bergoyang menikmati alunan lagu ‘No Comment’ yang dibawakan Aurelie usai ‘Cikini Gondangdia’ (cnnindonesoa.com, 6/9/2023).

 

Sepertinya mereka sedang melepaskan penat mengurus negara dan rakyat. Seiring dengan beat musik yang kian meninggi, mereka terbius dalam suasana gegap gempita. Terlupa nasib rakyat, terlupa utang negara yang kian menggunung akibat dari tergabungnya Indonesia dengan kelompok atau organisasi internasional maupun regional, terlupa bahwa kita belum merdeka. 

 

Sejengkal demi sejengkal sedang berjalan menuju para era penjajahan gaya baru. Terlebih sejumlah pujian diterima Presiden Jokowidodo, seperti saat Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva beserta delegasi mengadakan kunjungan ke Istana Merdeka, Senin (4/9), dimana Kristalina menyampaikan apresiasi atas prestasi ekonomi Indonesia. Ia bahkan memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus kemampuan Indonesia menekan inflasi pada saat yang sama CNN Indonesia, 5/9/2023). 

 

Atau saat Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di sela-sela KTT ke-43 ASEAN. Dalam pertemuan itu, Guterres memuji kepiawaian diplomasi Jokowi dan Indonesia. Guterres mulanya memberi selamat atas upaya diplomasi terkait isu global yang dilakukan Jokowi. Menurut dia, upaya tersebut tidak hanya akan berdampak pada kerangka ASEAN, namun juga global ( detik.com, 7/9/2023). 

 

Jebakan Kapitalisme Sedang dan Terus Berjalan

 

Boleh di apresiasi atas kreatifitas Wishnutama, mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sempat menjabat pada 2019–2020 yang berhasil membuat acara gala dinner spektakuler, sama seperti saat ia bertindak sebagai Koordinator Tim Asistensi Kemitraan G20 yang berhasil menyulap GWK, Bali menjadi ruang makan malam yang megah. 

 

Namun rasanya kurang tepat jika semua kemegahan itu diambil dari APBN negara yang dibayar oleh keringat rakyat bahkan darah. Para pejabat pemerintahan itu tenggelam dalam pujian yang melenakan, bahkan di ujungnya telah siap menikah dan menghancurkan Indonesia dalam jurang kesengsaraan. 

 

Semestinya, negara tetap fokus pada urusan utamanya yaitu meriayah umat. ASEAN dan semua organisasi dunia atau Asia satu pun tak akan ada yang bisa benar-benar merubah keadaan dunia, apalagi Indonesia menjadi lebih baik, justru komunitas antar negara ini merupakan kepanjangan tangan dari negara-negara kafir barat untuk terus bisa menghegomoni negara berkembang, yang nota bene kebanyakan adalah negeri-negeri kaum muslimin. 

 

Pasalnya, semua organisasi tadi asasnya sekuler dan mereka pengemban ekonomi kapitalisme, para pemimpin ASEAN berkumpul tentu dengan membawa kepentingan para pengusaha di negeri mereka masing-masing untuk mencari selain relasi dagang juga pasar bagi produk mereka. Kekuatan perekonomian negara ASEAN tak bisa dielakkan begitu saja. Amerika sebagai negara kapitalisme terbesar dan terkuat hari ini hadir, meski bukan anggota ASEAN sebab juga bukan negara di kawasan Asia, namun telah mengukuhkan diri menjadi “polisi dunia” dan pemelihara berdamaian antar bangsa. 

 

Maka sangat sulit untuk bisa dipastikan tak ada tujuan besar di balik semua senyum dan goyangan, wakil presiden AS, Kamala Harris dan peserta lainnya di malam gala dinner itu. 

 

Bagaimana Pandangan Islam?

 

Bergabungnya Indonesia dalam komunitas atau organisasi regional maupun internasional sejatinya hukumnya haram, sebab, selain keanggotaannya melibatkan negara kafir, juga yang dibahas adalah eksploitasi sumber daya alam dengan alasan untuk kemajuan ekonomi, berikut mereka akan menguasai lini-lini kehidupan pokok masyarakat kita. Seperti proyek impor beras Indonesia dari Kamboja dengan imbalan akan subsidi pupuk untuk Kamboja. 

 

Harga beras dalam negeri memang sedang naik, Bulog Menjamin ketersediaan cadangan beras mencukupi hingga akhir tahun atau hingga panen raya lagi, tapi mengapa tetap impor? Bukankah ini justru melemahkan posisi negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat?

 

Terkait perilaku para pejabatnya pun, Islam memiliki banyak contoh, sosok pemimpin yang bertakwa, iklas, amanah dan benar-benar fokusi hanya mengurusi rakyatnya. Umar bin Abdul Aziz , salah satu Khalifah kaum muslimin yang terkenal adil. Ketika ia sedang mengerjakan pekerjaan hingga larut malam, datanglah putranya menemuinya. “Ada apa putraku datang ke sini?” tanya Umar, “Apa untuk urusan keluarga kita atau negara?” Urusan keluarga, Ayah,” jawab sang anak. Kontan saja Umar bin Abdul Aziz meniup lampu penerang di atas mejanya, sehingga seisi ruangan gelap gulita. 

 

Mengapa Ayah melakukan ini?” tanya putranya itu keheranan. “Anakku, lampu itu ayah pakai untuk bekerja sebagai pejabat negara. Minta untuk menghidupkan lampu itu dibeli dengan uang negara, sedangkan engkau datang ke sini akan membahas urusan keluarga kita,” ujarnya. Dia lantas memanggil pembantu pribadinya untuk mengambil lampu dari luar dan menyalakannya. Sekarang, lampu yang kepunyaan keluarga kita telah dinyalakan. 

 

“Minyak untuk menyalakannya dibeli dari uang kita sendiri. Silakan lanjutkan maksud kedatanganmu,” kata Umar bin Abdul Aziz. Masyaallah, cukuplah ini menjadi pembeda , bagaimana Islam mampu mencetak pemimpin yang suhud. Bukan hanya pandai menghambur-hamburkan uang demi menjamin tamu asing dan berniat menghancurkan negara. Kapitalisme sejatinya tak akan pernah bisa hidup di alam Islam. Sebab kapitalisme batil, ia sekuler, menjadikan aturan manusia tertinggi sedang aturan Allah terendah bahkan enggan digunakan. Wallahu a’ lam bish showab.

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *