Korupsi itu Jahat Harus Dibabat

Korupsi makin ke sini makin lestari. Jika biasanya viral para pejabat yang korupsi, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru tengah viral karena tengah menjadi sorotan karena praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK.

 

Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas. Albertina Ho, salah satu anggota Dewas KPK, menjelaskan bahwa praktik pungutan liar tersebut nominalnya mencapai 4 miliar rupiah, terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022 (Tirto.id, 24/6/2023). 

 

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan bahwa saat ini penyelidikan sedang berjalan untuk mendalami dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan Kelas I Jakarta Timur cabang KPK. Dia menegaskan bahwa pelaku sebagian besar merupakan penjaga rutan dari internal KPK maupun pihak luar (BBC.com, 22/6/2023).

 

Maraknya kasus korupsi di Indonesia seolah menjadi budaya kotor yang teramat sulit dibersihkan. Rakyat sejak lama sudah jengah dengan budaya tersebut. KPK yang menjadi harapan rakyat untuk pemberantasan korupsi nyatanya tak bisa terhindarkan dari jerat budaya kotor tersebut. Jika sudah seperti ini, perlu dipertanyakan nilai integritas KPK dalam memberantas aksi korupsi. Jangan-jangan nilai integritas KPK sudah memudar seiring membandelnya kasus korupsi di negeri ini. Tentu sangat disayangkan.

 

Ibarat pepatah, mati satu tumbuh seribu. Begitulah korupsi di negeri ini. Satu diberantas, bukannya bersih malah tumbuh subur. Kondisi ini nyaris terjadi di semua lini hingga akhirnya menjadi budaya kotor nan lumrah. Berdasarkan data ICW, ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang 2022.

 

Jumlah itu meningkat 8,63 persen dibandingkan dengan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 533 kasus. Tak hanya itu, masih di sepanjang tahun 2022, jumlah tersangka kasus korupsi sebanyak 149 orang, meningkat 34,23 persen dibandingkan tahun sebelumnya (111 tersangka) (Dataindonesia.co.id, 21/3/2023).

 

Publik tentu masih ingat dengan salah satu kasus korupsi yang cukup besar yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu. Sebagaimana diketahui, Mahfud MD kembali buka suara pasca-Kementerian Keuangan mengklarifikasi perbedaan data transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun. Mahfud sepakat dengan pernyataan tidak adanya perbedaan data, tetapi untuk dugaan korupsi, yang disebutkan adalah Rp35 triliun (CNBCIndonesia.com, 4/4/2023).

 

Kasus lain yang lagi viral adalah korupsi di lingkungan Kominfo. Kasus korupsi proyek BTS ini merugikan negara tidak kurang dari Rp8 triliun dengan melibatkan banyak oknum pejabat dan tokoh partai. Bahkan, Menkominfo dari Partai Nasdem telah dijadikan tersangka.

 

Korupsi merupakan perbuatan jahat hasil dari sistem kehidupan saat ini yang lebih mendewakan materi. Korupsi nyatanya mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa. Korupsi sudah menjadi semacam kebiasaan atau budaya di berbagai lini kekuasaan. Sistem kehidupan Kapitalisme-sekularisme saat ini telah turut menumbuh suburkan budaya rusak tersebut sehingga melahirkan pejabat korup di semua sisi.

 

Dari korupsi tingkat receh, seperti pungli, hingga kelas kakap, seperti suap miliaran. Sistem sekularisme juga tidak membentuk ketakwaan komunal yang menjadikan tiap individu mampu menjaga diri dari godaan materi dunia dan saling menasihati jika ada yang berbuat curang atau menipu rakyat. Justru yang terjadi malah korupsi berjamaah tanpa rasa malu dan bersalah. Korupsi ibarat lingkaran setan yang harus segera dihentikan.

 

Apabila kita tinjau dari sudut pandang Islam, korupsi jelas perbuatan buruk dan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Agama Islam sebagai sistem kehidupan mengajarkan agar orientasi kehidupan manusia tak hanya pada kepuasan materi, tapi untuk meraih ridha Allah SWT. Kehidupan akhirat akan menjadi orientasi seseorang karena di sanalah kelak ia akan kekal berada.

 

Bila ia seorang penguasa atau pemangku kebijakan, maka ia akan senantiasa berhati-hati dalam beraktivitas sehingga akan menyelaraskannya dengan perintah dan larangan Allah SWT, bukan demi memuaskan nafsu duniawi semata. Maka kemungkinan korupsi akan sangat kecil karena telah terbentuk sebuah ketakwaan dalam diri seseorang.

 

Tidak hanya itu, sistem sanksi yang tegas dan berefek jera dalam sistem Islam tentu akan membuat orang berpikir seribu kali bila ingin melakukan korupsi. Bukan seperti hari ini. Sistem kehidupan Demokrasi-Sekularisme justru menjadikan korupsi makin subur karena pelaku tidak takut dengan sanksi yang ada lantaran hukum bisa diperjualbelikan sesuai besaran mahar yang diberikan.

 

Oleh karena itu, saatnya sistem Islam menjadi alternatif solusi yang akan mampu memberantas korupsi yang nyata-nyata jahat dan merugikan. Wallahu a’lam

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *