Beban Keluarga Bertambah Bisakah Bahagia?
Suara Netizen Indonesia–Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, dalam Peringatan Hari Keluarga Nasional Tahun 2024 di Stadion Ranggajati, Kabupaten Cirebon mengatakan keluarga memiliki peran penting dalam membangun bangsa, termasuk melahirkan SDM berkualitas. Termasuk dalam upaya pencegahan stunting dan bebas bank emok (republika.co.id, 20/7/2024).
Strategi yang dimilikin dikatakan lebih bersifat antisipatif, mitigasi, mencegah jangan sampai ada stunting yang baru, zero new stunting. Tentu tanpa mengesampingkan yang lainnya, baik yang sifatnya sensitif maupun yang spesifik.
Pertama, sebelum kelahiran pada ibu hamil, yaitu dengan pemberian tablet tambah darah, memeriksakan diri ke petugas kesehatan minimal enam kali, serta mendapatkan protein hewani seperti telur, daging, ikan, dan susu.
Kedua, masa setelah kelahiran, dengan memastikan balita 0-6 bulan mendapatkan ASI eksklusif, balita 7-24 bulan mendapatkan ASI sekaligus menerima Makanan Pendamping ASI (MPASI) dan protein hewani.
Terkait agar keluarga di Jabar tidak terjerat bank emok, Herman menjelaskan, Pemda Provinsi Jabar dengan BKKBN Jabar telah merancang skema pelatihan perekonomian bagi perempuan, dan membuka akses permodalan perbankan kepada keluarga di Jabar. Selain itu juga menurut Herman masyarakat Jabar lebih baik mengakses perbankan resmi seperti BPR, bjb, koperasi atau BUMDes.
Stunting memang pekerjaan rumah yang belum terselesaikan bagi Indonesia, meskipun dari data BPS tahun lalu disebutkan ada penurunan persentase penduduk miskin Maret 2024 turun menjadi 9,03 persen. Sedangkan angka stunting di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen (Dinkes Papua go.id, 14/5/ 2024).
Menanggapi tingginya angka stunting, Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi cara paling efektif adalah dengan melibatkan ulama dibandingkan dengan hanya mengandalkan pemerintah dan tokoh masyarakat. Hal itu ia katakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Percepatan Penurunan Stunting Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Nurhadi mengatakan demikian karena melihat fenomena nikah muda di daerah Bondowoso. Pernikahan karena perjodohan inilah salah satu penyebab tingginya Stunting. Keterlibatan pondok pesantren, menurut Nurhadi juga bisa dimaksimalkan. Kementerian Agama (Kemenag) pada saat yang sama juga telah ikut berupaya menurunkan angka stunting di Indonesia dengan menghadirkan beragam program edukasi, mulai dari Program Bimbingan Perkawinan, Bimbingan Keluarga, hingga bekerja sama dengan perguruan tinggi (republika.co.id, 11/7/2024).
Keluarga Ditambah Program yang Biasa Mengatasi Stunting, Yang Benar Saja!
Boleh dikata pemerintah memang tak tinggal diam mengatasi masalah stunting dan bank emok ataupun persoalan lainnya di berbagai wilayah negeri ini. Namun, seringkali yang jadi kenyataan adalah penambahan beban kepada rakyat, khususnya keluarga. Sebab antara solusi dan akar persoalan tidak sinkron.
Memang benar, keluarga adalah pabrik terbangunnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas namun keluarga juga institusi masyarakat terkecil yang paling rapuh menghadapi segala tantangan. Jika bukan dengan dukungan negara, mana mungkin terwujud harapan untuk lebih baik?
Akar persoalannya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini yang membuat negara gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, termasuk dalam memberikan layanan kesehatan dan pendidikan gratis dan berkualitas. Bukan semata-mata karena pernikahan dini, penambahan tablet tambah darah atau bimbingan perkawinan. Juga bukan karena perempuan yang diberdayakan.
Tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan anak, termasuk kebutuhan dasar, pendidikan, dan kesehatan, diakibatkan oleh kelalaian negara dalam menjalankan perannya sebagai penyelenggara rakyat inilah penyebabnya. Negara tidak memudahkan urusan rakyat, khususnya keluarga.
Sekularisme-Liberalisme juga telah menjauhkan keluarga dari peran dan fungsi utamanya dalam mengasuh anak serta menjalankan fungsinya sebagai tempat yang aman bagi anak. Bahkan saat ini, saking beratnya beban keluarga banyak ibu yang mengabaikan perannya sebagai pengasuh dan pendidik anak karena sibuk bekerja. Dan bagaimana mungkin, ketika ibu diberi pelatihan sekaligus akses keuangan kemudian keadaan menjadi lebih baik?
Baca juga:
Jangan Bilang Film Bukan Untuk Pendidikan!
Akibatnya peran keluarga dalam mendidik anak semakin lemah. Sementara sistem pendidikan saat ini membentuk generasi sekuler. Tak malu bergaul bebas, tak mau dikekang dan samasekali tak paham agamanya meski mereka terlahir sebagai muslim. Pernikahan sebenarnya bukan target, sebab zina bagi mereka lebih mengekspresikan kebebasan dan aktualisasi diri.
Islam Mewajibkan Negara Pelindung Keluarga
Rasulullah saw.bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Artinya negara menjamin pemenuhan kebutuhan anak dan keluarga dalam berbagai aspek.
Negara Islam (Khilafah) akan mewujudkan fungsi dan peran keluarga secara optimal dalam mendidik anak. Orang tua wajib mendidik anaknya dengan pendidikan agama Islam. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan negara sangat mengutamakan terjaminnya akses ekonomi seluruh individu rakyat tanpa terkecuali, di antaranya dengan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin.
Pengelolaan SDA yang berlimpah di negeri ini oleh negara tanpa mengalihkannya kepada swasta baik lokal maupun asing pasti membutuhkan tenaga kerja dan tenaga ahli yang banyak. Di sisi lain, hasil pengelolaan SDA oleh negara akan dikembalikan kepada rakyat berupa pembiayaan pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan, sarana transportasi, masjid dan lain sebagainya.
Baca juga:
Mabuk Sekadar Tren atau Gaya Hidup?
Baitulmal yang menjadi sumber pembiayaan negara memiliki tiga pos pendapatan utama yaitu pos pengelolaan kepemilikan umum (SDA), pos kepemilikan negara berupa fai, jizyah, kharaz dan lainnya kemudian pos zakat. Dengan pendapatan berlimpah maka negara benar-benar menjamin semua keluarga mampu menjalankan fungsinya.
Maka wajib mencabut sistem batil ini dan menggantinya dengan syariat Islam. Bagaimana mungkin seorang muslim memiliki pilihan yang lain untuk pedoman hidupnya selain dari Islam? Wallahualam bissawwab. [SNI].
Komentar