Ambisi Konser Tandingan, Sengsara Rakyat Kian Terabaikan

Suara Netizen Indonesia–Ada yang panas hati ketika Singapura berhasil membuat konser ekslusif Tailor Swift, hingga mendorong munculnya gagasan konser spektakuler tandingan.

 

Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Bindar Pandjaitan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. “Apa yang diberikan Singapura, kita berikan sama dia (artis). Kita harus berani bersaing, kalau Singapura bisa masa kita tidak bisa?” kata Luhut dalam penutupan Business Matching 2024 di Sanur, Denpasar, Kamis (7/3/2024). Luhut meminta pelaku usaha tersebut melakukan kontrak dengan artis lain dan mengadakan konser tandingan (kompas.com, 8/3/2024).

 

Sementara Menparekraf Sandiaga Uno melihat konser Taylor Swift di Singapura sebagai peluang bagi Indonesia. “Saya melihat ini (dugaan monopoli konser) bukan sebagai hal yang kita besar-besarkan tapi harus kita jadikan pelajaran. Saya melihatnya ini justru peluang Indonesia ke depan karena pasarnya ini dari kita,” kata dia usai menijau workshop Tuksedo Studio di Gianyar, Kamis (7/3/2024).

 

Sandi pun mengatakan Luhut telah memberi arahan untuk bekerja dengan even organizer agar enam bulan ke depan sudah ada konser sekelas konser Tylor Swift Singapura di Indonesia.

 

Urusan Konser Digenjot, Bahan Pangan Murah Kapan?

 

Netizen Indonesia menanyakan apa goal dari rancangan kedua pembantu presiden ini. Secara negeri sendiri sedang kacau, harga beras melambung tinggi, kebijakan impor, inspeksi mendadak , bansos dan pasar murah belum sedikit pun menggulirkan harga beras bisa terjangkau masyarakat.

 

Beras Bulog yang sedianya memang untuk cadangan saat darurat belum memadai karena kualitasnya yang buruk. Ditambah dengan wacana kenaikan tarif dasar listrik, tarif pajak PPN dan biaya lainnya menjadi efek domino bagi masyarakat. Hingga rasa aman tentram dan sejahtera seolah mimpi. Susah terwujud.

 

Memasuki bulan Ramadan yang seharusnya rakyat bisa khusyuk beribadah, digoyang oleh berbagai isu selain kenaikan harga seperti terorisme, larangan pengeras suara di masjid dan lainnya.

 

Alasan pemerintah untuk menggelar konser tandingan adalah ingin mendapatkan tambahan pendapatan negara non migas yang diyakini pangsa pasarnya luar biasa. Singapura sukses dan yang pasti income negara bertambah secara signifikan, apalagi Indonesia yang jumlah penduduknya lebih banyak, khususnya kaum Milenial, gen Z dan seterusnya.

 

Sungguh naif, sengsara rakyat tak mendorong para pejabat ini untuk bertindak lebih jauh. Mengapa tidak panas hati melihat negara lain yang rakyatnya tak sulit mencari makan, Singapura dengan jumlah penduduk lebih kecil dari Indonesia, yaitu 6.040.212 jiwa pada tahun 2023. Meski termasuk dalam negeri terpadat penduduknya di dunia dan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang kegiatan ekonominya tidak melibatkan pertanian , namun dari sisi industri dan jasa sangat maju.

 

Beberapa industri yang berkembang dengan pesat di Singapura adalah informasi dan komunikasi, serta industri keuangan dan asuransi, intinya, pemerintah Singapura menyadari wilayahnya yang terbatas sehingga harus memiliki konsep yang jitu agar negaranya tetap bertahan. Tentu saja yang berlangsung adalah ekonomi kapitalis, yang di sisi lain tidak akan pernah memberikan kesejahteraan hakiki karena kemajuan fisik tidak dibarengi dengan kemajuan manusianya.

 

Namun, sangat ironi jika dibandingkan dengan Indonesia yang kaya sumber daya alam dan manusia. Samasekali kekayaannya ini tak berpengaruh signifikan kepada kesejahteraan rakyatnya. Inilah konsekwensi yang harus diterima jika kapitalisme sekuler diterapkan sebagai sebuah sistem aturan.

 

Peran pemerintah memang sangat minim, sebaliknya swasta asing maupun lokal diberi jalan terlapang untuk menguasai kekayaan alam negeri ini. Atas nama investasi. Negara pun akhirnya kelimpungan mencari pendanaan negara dengan menghinakan diri di hadapan lembaga keuangan dunia, berutang. Pajak kemudian jadi instrumen lainnya selain utang.

 

Dan masih punya muka ketika berambisi membuat konser tandingan sebagai jalan “ menambah” pendapatan negara. Padahal ketika konser di gelar, dampak negatifnya tak hanya ironi semata, negara dengan mayoritas penduduk muslim namun membiarkan Ikhtilat (bercampur baur) menjadi gaya hidup. Masih ada yang lain, yaitu rusaknya tatanan sosial masyarakat karena gaya hidup hedonis-liberal.

 

Masih terngiang bagaimana saat konser grup band Coldplay November tahun 2023 lalu yang digelar di Jakarta, war tiket membuat banyak orang terpaksa menjual harta bendanya, anggota badannya, hingga rela mengambil pinjam online yang ribanya ngeri banget. Hanya untuk beli tiket harga Rp11 juta. Kemana akal sehat? Gaji habis dalam semalam demi sebuah tontonan yang tak ada tuntunannya dalam agama.

 

Belum lagi praktik judi dan minum khamar yang selalu menyertai acara konser. Kafir barat menjadi kiblat, kalaulah mendatangkan pendapatan bagi negara, apa iya harus melalui cara yang batil bahkan haram dalam agama? Dalam hal ini jika negara memberi izin diadakannya konser, apalagi menjadi pelaku ( dengan berdiskusi dengan even organizer) siapakah yang berdosa? Bukankah negara seharusnya berfungsi sebagai periayah atau pengurus umat?

 

Islam Wujudkan Penguasa Adil dan Amanah

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Maka, sekali seseorang diangkat sebagai pemimpin maka pantang baginya bertindak sewenang-wenang atas kekuasaan yang ada di pundaknya. Ia wajib menerapkan syariat, sebab hanya dengan syariat sebuah kepemimpinan bisa mewujudkan keadilan hakiki.

 

Dalam Islam, konser yang mempertontonkan budaya kafir tidak akan pernah diizinkan untuk diadakan. Selain karena mudaratnya banyak, cara mendapatkan penghasilan dari sesuatu yang menyalahi syariat pasti tidak berkah.

 

Sistem ekonomi Islam menjawab tantangan bagaimana sebuah negara bisa mandiri tanpa harus bergantung pada utang, investasi apalagi konser , yaitu melalui sistem keuangan Baitulmal. Terdiri dari pos pendapatan dan pengeluaran. Pos pendapatan terdiri dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ( SDA, barang tambang, hutan dan lainnya), harta kepemilikan negara ( tanah Hima, khumus, rikaz, fa’i, jizyah, kharaj dan lainnya) dan zakat.

 

Dari pos pengeluaran akan ada pembiayaan enam kebutuhan pokok rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Diberikan berupa zatnya, seperti BBM, air, listrik dan lainnya. Atau berupa pelayanan fasilitas umum berupa pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan tol, masjid, dan lainnya. Sedangkan harta zakat hanya dibagikan untuk delapan asnaf sebagaimana yang telah disebutkan Alqur’an.

 

Semuanya hanya bisa terwujud jika sistem sekuler hari ini dicabut. Sebab hanya Islam yang mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Allah swt berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian” (TQS al-Anfal 8: 24). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *