Hari Santri Nasional: Saatnya Nyalakan Resolusi Jihad

Acara Mlaku Sarungan Bareng Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional dihadiri sebanyak 5000 peserta, Kepala Biro Radar Sidoarjo Vega Dwi Arista mengaku, pihaknya ingin memanjakan masyarakat dan berharap masyarakat bisa memanfaatkan momen tersebut.

 

Sebab selain bertabur hadiah, juga menyediakan hadiah utama berupa satu paket umroh. Sejumlah sponsor pun siap mendukung acara tersebut seperti Fatigon, Bank Jatim Cabang Sidoarjo, BFI Finance Syariah, Alfamart, BPR Delta Artha Perseroda, Prima Radio Surabaya, BMH, Viva Cosmetic dan Perumda Delta Tirta (Radarsidoarjo.id, 25/10/2023).

 

Terlihat Ketua Umum Partai PKB sekaligus Calon Presiden (Capres) 2024 dari PKB Muhaimin Iskandar ikut hadir dalam acara tersebut, ia mengatakan, sangat bersyukur karena pandemi sudah menjadi endemi. Ia menambahkan, melalui jalan sehat sarungan, para santri harus menunjukkan sikap tanggung jawab dan menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh. “Santri insya Allah siap memimpin dan hari ini melaku sarungan kita jadikan momentum semua santri bangkit untuk memimpin bangsa kita,” tandasnya (ngopibareng.id, 23/10/2023).

 

Tak banyak yang disampaikan Gus Mudlor, bupati Sidoarjo dalam sambutannya. Ia hanya menyebutkan even hari ini Dejavu dari even 4 tahun lalu, di 2018 saat walikota Solo Jowo Widodo melepas santri juga dalam acara HSN ( Hari Santri Nasional), setahun berikutnya sang walikota sudah menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, bisa jadi Mudlor ingin memberi tanda kepada rakyat bahwa ini akan berulang dan kandidatnya adalah Gus Imin, wallahualam bissawab.

 

Sementara itu, Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana menghadiri Apel Hari Santri 2023 yang digelar di Monumen Tugu Pahlawan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Bertindak sebagai pembina apel, Presiden Jokowi mengajak semua pihak untuk dapat terus menjaga semangat hari santri dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini. Bahwa semangat santri harus terus dipegang teguh sesuai konteks saat ini, yaitu ada berbagai krisis akibat perang.

 

Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa latar belakang dibentuknya hari santri merujuk kepada resolusi jihad yang disampaikan oleh Kiai Haji Hasyim Asyari selaku Rais Akbar Nahdlatul Ulama pada masa kemerdekaan Indonesia. “Beliau menyampaikan bahwa melawan penjajah itu wajib. Melawan penjajah itu adalah fardu ain, dan tewas, meninggal melawan musuh itu hukumnya mati syahid. Ini sebuah fatwa yang luar biasa sehingga kita semua saat itu termasuk para santri berjuang untuk kepentingan bangsa, berjuang untuk kepentingan negara, dan berjuang untuk kepentingan umat,” jelas Jokowi.

 

Selain itu, Kepala Negara menyebut bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim yang besar dan lebih dari 36.000 pondok pesantren. Menurutnya, hal tersebut merupakan potensi yang besar dalam menentukan masa depan bangsa. “Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kita memiliki lebih dari 36.000 pondok pesantren, sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa, penentu lompatan kemajuan bangsa, dan penentu keberhasilan cita-cita bangsa,” tandasnya (kemenag.go.id, 22/10/2023).

 

Hari santri: saatnya mengembalikan spirit resolusi Jihad

 

Sejarah menunjukkan motivasi para Santri dalam Sejarah perjuangan di negeri ini. Yaitu menginginkan penjajahan dihapuskan dari muka bumi, khususnya Indonesia. Sebab, penjajahan sesuai UUD 1945 memang tidak berperikemanusiaan. Menghalangi bangsa atau negara lain dari bebas menikmati karunia Sang Pencipta, bukankah bumi ini adalah milik Allah?

 

Namun hari ini, yang terjadi adalah pembajakan dan degradasi peran santri dalam kehidupan. Para santri yang seharusnya menjadi garda terdepan mencerdaskan umat sehingga umat bisa bangkit dari keterpurukannya. Buka perang yang menjadi sentral krisis hari ini, namun pengabaian hukum-hukum Islamlah persoalan mendasarnya, sehingga setiap urusan manusia dalam kehidupan hari ini diatur oleh sistem lain yang basisnya sekuler. Memisahkan hukum Allah dari keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan negara.

 

Jelas menyalahi fitrah, sehingga bencana demi bencana tak pernah mencapai titik akhir, terus mendera manusia hingga kaum Muslim terseret jauh dari maruahnya sebagai Khoirul ummat. Umat terbaik. Jangankan bangkit memperjuangkan agamanya, sehingga setiap kali dicela dan dihina mereka bisa lantang membalas, paham agamanya saja sangat minim. Dari mulai pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan hingga keamanan semua dijauhkan dari bagaimana seharusnya Islam mengatur.

 

Pondok pesantren digadang sebagai kekuatan nasional, pada praktiknya hanya diaruskan untuk pemberdayaan ekonomi bangsa. Jihad yang seharusnya secara makna hakiki adalah memerangi musuh kini beralih menjadi entrepreneur pesantren. Jelas jauh panggang dari api, bagaimana mungkin tercapai cita-cita luhur bangsa jika bekal utama yang seharusnya dimiliki oleh para santri itu disabotase, ya, seharusnya selain menimba ilmu pengetahuan di pesantren, mempelajari life skill yang terpenting adalah membentuk kepribadian Islam yang tangguh.

 

Tak mudah tepedaya dengan godaan hedonisme bahkan spirit sekulerisme. Lagi-lagi, gayung tak bersambut. Maunya apa, yang dikerjakan apa. Islam kini dimoderasi, justru oleh penguasa sendiri yang semestinya menjadi periayah rakyat. Saat inilah, momen yang tepat, di tengah berbagai problem kehidupan yang terjadi pada tingkat global, regional maupun nasional, sangat relevan mengembalikan kembali spirit resolusi Jihad dalam makna yang sebenarnya sebagaimana awalnya.

 

Tujuan Mulia Hanya dengan Islam Jelas Tercapai

 

Islam mendorong setiap muslim terlebih para santri untuk berperan dalam kehidupan sesuai tuntunan Islam. Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam kehidupan dan asas dalam meneyelesaikan persoalan dunia dan meneladani Rasulullah Saw dalam menerapkan Islam dalam kehiuddpan. Jika kita bertanya bagaimana kualitas pendidikan dalam Islam? Maka kita bisa mengingat deretan nama para sahabat yang tak hanya pandai, gagah berani, namun juga cinta sangat kepada Islam.

 

Nyawa mereka taruhannya, ketika Rasul dan Islam dihina, darah adalah harga pembelaan mereka. Mereka bukan sibuk mencela perang, namun berusaha mengubah sistem menjadi Islam. Sehingga perang terjadi bukan semata karena perebutan kekuasaan atau penjajahan ala kafir, tapi untuk dakwah dan melanjutkan kehidupan Islam di muka bumi ini.

 

Sudah saatnya pula peringatan Hari Santri Nasional tak berhenti hanya seremonial dan berbagi hadiah saja. Namun mengazamkan diri untuk menjadi agen perubahan. Islam memang tak akan runtuh hingga akhir zaman, namun posisi kita sendirilah yang kelak akan menentukan tempat kita di hadapan Allah. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya,”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maaidah: 54). Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *