Kala Wakil Rakyat Resmi Dilantik, Episode Baru?

Suara Netizen Indonesia–Setelah masa kampanye yang panjang dan “berdarah-darah”, resmilah sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. Banyak rakyat yang sudah menitipkan suara dengan memilih mereka, lima tahun ke depan, ada episode baru, yaitu mampu untuk berpihak dan mewakili kepentingan rakyat luas.
Harapan yang lugas, sebab selama ini, sepanjang rakyat Indonesia memiliki wakil rakyat, banyak hal memang terwakili, tapi dalam skup kecil, yaitu sebatas perut mereka, keluarga, kroni, partai dan pengusaha yang telah memberikan modal saat mereka maju memenangkan kursi parlemen. Sedangkan rakyat, tetap saja hanya menjadi sapi perah bagi gaji dan fasilitas yang mereka nikmati, artinya, keadaan tak pernah berubah, punya atau tidak wakil di parlemen.
Semua berharap, DPR tidak boleh tunduk dan tersandera oleh kepentingan parpol, elite politik, kekuasaan eksekutif, apalagi menjadi anggota DPR RI hanya demi meraup untung pribadi dan keluarga. Namun, ketika melihat formasi anggota parlemen yang mulia itu, sebaiknya kita bersiap lagi untuk kecewa. Periode ini bukan episode baru, melainkan hanya melanjutkan yang sudah lalu.
Pasalnya, politik dinasti diduga masih kental melekat pada DPR periode 2024-2029. Sejumlah anggota DPR terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya.
Hasil riset terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat, sedikitnya 79 dari total 580 anggota DPR terpilih periode 2024-2029 terindikasi dinasti politik atau punya kekerabatan dengan pejabat publik.
Relasi kekerabatan DPR 2024-2029 beragam: dari suami-istri, anak, ponakan dan lain-lain. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat yang paling banyak, yakni caleg terpilih merupakan anak pejabat. Misalnya anak anggota DPR atau mantan anggota, gubernur atau mantan gubernur, bupati, walikota, dan lain-lain.
Ada Sandi Fitrian Nur dari Golkar (Kalsel II) yang merupakan anak dari Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor. Dari PDIP ada Diah Pikatan Orissa Putri Haprani juga lolos bersama ibunya, Puan Maharani, mantan Ketua DPR RI periode 2019-2024. Yang sekaligus diangkat kembali sebagai ketua DPR masa bakti 2024-2029.
Sedangkan hubungan suami-istri ada Mulan Jameela (Jawa Barat XI) dan Ahmad Dhani (Jawa Timur I). Di Nasdem, ada Julie S Laiskodat (NTT I) dan suaminya, Viktor B Laiskodat (NTT II) yang menggantikan Ratu Ngadu Bonu Wulla yang memilih mundur (tirto.id,2-10-2024).
Fasilitas pun Tetap Mewah
Wakil rakyat yang baru dilantik tidak akan mendapat rumah dinas seperti periode sebelumnya. Sebagai gantinya, mereka akan mendapat tunjangan rumah. Sekjen DPR Indra Iskandar, mengatakan karena kondisi rumah dinas yang sudah lama tidak ditinggali sehingga banyak yang rusak dan akan dikembalikan ke negara.
Hal ini sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI dengan nomor B/733/RT.01/09/2024 pada 25 September 2024 yang menyebutkan para anggota dewan tidak lagi mendapatkan rumah dinas atau fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA).
Sebagai gantinya mereka mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp30-Rp50 perbulan. Nominal ini berdasarkan riset awal hunian di sekitar kompleks Parlemen, dan biaya kos di Jakarta. Di luar soal perhitungan biaya perawatan, Indra tidak menampik ini ada hubungannya dengan perpindahan pemerintah ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, dia menegaskan alasan utama anggota Dewan tidak mendapatkan rumah dinas karena dinilai sudah tidak ekonomis lagi.
Tak ayal banyak pihak yang menilai kebijakan ini tidak adil apalagi bijak. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai kondisi ekonomi masyarakat saat ini tengah menurun. Maka tidak bijak dan tidak layak jika muncul wacana pemberian tunjangan kepada wakil rakyat yang hidup dari uang pajak rakyat (kata-kata.co, 7-10-2024).
Huda memperkirakan total tunjangan rumah anggota DPR bisa mencapai Rp 600 juta per tahun. Belum termasuk dengan penambahan gaji dan tunjangan lainnya yang mencapai Rp 50 juta per bulan, jelas sangat membebani APBN. Huda menambahkan uang tunjangan tersebut bisa menyokong program makan bergizi gratis yang layak dengan gizi seimbang bagi delapan ribu anak setiap hari dalam setahun.
Penilaian yang sama dari Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal , karena kondisi fiskal sudah sangat terbatas untuk membiayai program-program pemerintah jelas rencana tunjangan ini bakal membebani APBN. Harus ada sense of crisis atau empati terhadap kelas menengah ke bawah.
Sementara Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti juga menilai usulan tunjangan rumah DPR sangat tidak tepat di tengah deflasi lima bulan berturut turut. Daya beli masyarakat menurun, masih ditambah iuran Tapera dan kenaikan dana pensiun yang semakin memperparah deflasi. Esther meminta pemerintah lebih berhati-hati mengelola belanja anggaran dan lebih fokus pada kegiatan produktif ketimbang konsumtif.
Wajah Asli Wakil Rakyat Dalam Sistem Kapitalisme
Semestinya, anggota DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Namun dalam sistem demokrasi kapitalisme, mereka juga membuat aturan perundang-undangan. Sehingga konflik kepentingan tak bisa dihindari, terlebih realita hari ini, ada banyak hubungan antara satu dengan yang lain.
Hari ini tak ada lagi sebutan oposisi, semua menjadi koalisi. Mereka mendukung rezim, bahkan calon pemerintahan baru, bakal kabinet kementeriannya saja sudah disebut kabinet gemuk karena mengakomodasi kepentingan berbagai partai dan tim sukses. Lantas siapa yang berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam satu barisan? Nampak jelas mereka pun membela kepentingan oligarki. Rakyat terabaikan dan tak mampu melawan.
Dalam sistem hari ini, wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, namun karena kekayaan atau jabatan, dalam mekanisme politik transaksional. Sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan yang demikian. Sebab manusia diberi kekuasaan untuk membuat hukum. Sebagaimana teori Mashaveli, ada tiga hal pokok yang terkait kekuasaan.
Pertama, pemerintah taat kepada hukum jika hukum itu dapat memperkuat kekuasaannya, kedua, jika hukum itu akan memperlemah kekuasaannya maka ia akan mengubah hukum itu, ketiga, jika belum ada hukum yang mengatur suatu hal maka penguasa akan membuat hukum yang bisa melegitimasi tindakannya. Dan sudah berapa kali kita diperlihatkan perubahan hukum itu? Bahkan yang terakhir cukup viral, hanya kurang dari 24 jam ada perubahan hukum MK oleh DPR.
Wakil Rakyat Dalam Sistem Islam
Jelas hal tersebut berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam ada Majelis ummah, yang menjadi wakil rakyat,dipilih oleh rakyat karena merupakan representaasi umat. Tugasnya menyampaikan aspirasi, namun tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan.
Keanggotaannya boleh kafir (dzimmy). Namun sekali lagi yang ada hanya fungsi evaluasi dan koreksi. Pendapat mereka mengikat pada hal satu dan bisa diabaikan pada hal lainnya. Semua karena kedaulatan di tangan Syari’ yaitu Allah SWT. Sedangkan Khalifah, hanya menerapkan tanpa mengubah, apalagi majelis umat.
Dengan demikian, tidak ada lagi konflik kepentingan apalagi asas manfaat untuk mendapatkan “ penghidupan” di dalam majelis umat. Perkara kesejahteraan adalah mutlak jaminan negara. Sehingga majelis umat bisa independen dalam menyampaikan pendapat. Juga tidak akan tersandera kepentingan balas budi kepada pemodal.
Nabi saw. merupakan pemimpin yang paling banyak bermusyawarah dengan para sahabat beliau. Beliau tidak pernah lepas dari saran-saran ahlul ra’yi (para pemikir) serta orang yang beliau pandang memiliki kecemerlangan dan kelebihan berpikir. Mereka memberikan penjelasan berdasarkan kekuatan iman serta ketakwaan mereka dalam rangka menyebarkan dakwah Islam. Mereka berjumlah tujuh dari kaum Anshar dan tujuh lainnya dari kaum Muhajirin. Di antaranya adalah Hamzah, Abu Bakar, Ja’far, ‘Umar, ‘Ali, Hasan, Husein, Ibnu Mas’ud, Salman, ‘Ammar, Hudzaifah, Abu Dzar, Miqdad dan Bilal. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar