Penghapusan PPKM, Negara Lepas Tangan atas Nasib Rakyatnya?

Pemerintah telah resmi mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM) dengan alasan kasus covid 19 telah terkendali. Kendati demikian Kementerian Kesehatan menyatakan Indonesia masih berstatus pandemi Covid 19. Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril menjelaskan, alasan pencabutan PPKM adalah karena kasus Covid di Indonesia telah terkendali, salah satu parameternya adalah jumlah kasus yang di bawah angka 1000 per hari dengan tidak ada lonjakan kasus signifikan dalam 10 bulan terakhir. Parameter-parameter lainnya adalah angka perawatan di rumah sakit dan kematian yang menurun, namun pemerintah meminta masyarakat tetap menggunakan masker dan melakukan vaksinasi dengan status Indonesia yang masih dalam kondisi pandemi.

 

Pada saat yang sama terjadi peningkatan kasus C-19 di Jepang dan Cina, namun Indonesia tidak memberlakukan syarat khusus untuk turis dari Cina yang masuk ke Indonesia.  Sebelumnya China melaporkan mengalami gelombang C-19 dengan ruang ICU di rumah sakit yang penuh, karena alasan itu sejumlah negara termasuk Amerika Serikat, Italia, Jepang, Malaysia dan India menerapkan syarat ketat bagi kedatangan turis asal Cina diantaranya memperlihatkan hasil tes negatif C-19.

 

Disadari atau tidak, kebijakan pemerintah yang tetap memerintahkan masyarakat melakukan vaksinasi dan menggunakan masker hanya sebagai syarat dalam upaya menggerakkan ekonomi.  Melihat risiko yang masih ada dan berbagai kebijakan yang menyertai, pemerintah seharusnya semakin mandiri dalam mencegah penularan, mendeteksi gejala dan mencari pengobatan. Namun faktanya pemerintah justru menunjukkan bentuk lepas tangan atas nasib rakyatnya.

Akibat Kapitalisme

Pandemi tidak akan mungkin terselesaikan jika dunia dan pemerintah tidak fokus pada keselamatan nyawa manusia. Inilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme, di mana kepentingan ekonomi diletakkan di atas kepentingan nyawa manusia dalam menyelesaikan pandemi, tak heran usia pandemi makin panjang dan kerusakan yang diakibatkannya juga semakin besar, sebab yang menjadi fokus dari ideologi kapitalisme hanyalah kepentingan korporasi besar.

 

Tidak aneh,  jika vaksin terus menjadi bisnis negara-negara maju, sementara negara berkembang dan miskin yang tidak bisa ( baca: tidak boleh) memproduksi vaksin harus rela diperas dengan dijadikan sebagai objek pasar. Negara miskin yang tidak mampu membeli vaksin pun tidak dapat keluar dari infeksi virus, padahal dunia benar-benar membutuhkan kondisi steril dari virus di setiap tempat agar virus tidak terus menerus berkembang biak dan bermutasi.

 

Ditambah lagi sistem kapitalisme telah menjerat negara miskin untuk menggantungkan keuangan negaranya pada utang dan pajak, sementara pada saat yang sama sumber daya alam dan kekayaan lainnya habis oleh korporasi asing, walhasil penyelesaian pandemi yang membutuhkan dana begitu besar menjadi tersendat, negara harus mengandalkan sektor pariwisata yang tidak banyak memberi pemasukan keuangan negara.

 

Pemicu lonjakan kasus C-19 sebagaimana yang terjadi di Jepang akhir tahun lalu, pandemi yang berlarut-larut telah menegaskan kegagalan WHO dalam menyelesaikan permasalahan pandemi dengan perspektif kapitalismenya. WHO nampak lebih mengakomodasi kepentingan korporasi yang mendapat kerugian besar secara materi selama pandemi daripada menyelesaikan akar masalah pandemi.

Solusi Islam

Berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Al-Khalik pencipta manusia dan alam semesta, penyelesaian pandemi dilakukan dengan menempatkan upaya penyelamatan nyawa manusia di atas kepentingan segalanya,  termasuk ekonomi.  Pengambilan keputusan didasarkan pada syariat Islam dengan tetap mempertimbangkan pendapat para pakar, kebangkitan ekonomi masyarakat akan terwujud dengan terselamatkannya nyawa manusia dan salah satu tujuan penerapan syariat Islam adalah untuk menjaga nyawa manusia atau hiftun nafs, karena itu kebijakan sistem Islam pun akan konsisten berfokus pada penyelamatan nyawa saat terjadi wabah.

 

Pemerintah Islam beserta pejabat negara lainnya merupakan orang-orang yang paham cara mengurus umat dan menerapkan syariat Islam dengan sempurna, sebab itulah tugas utama mereka di bai’at sebagai pemimpin masyarakat. Sistem Islam dengan ideologi Islamnya akan menjadi rule model dalam penanganan pandemi dan tidak akan melakukan baik pelanggaran maupun pelonggaran, hanya karena faktor ekonomi. Hal ini didukung oleh keuangan negara yang berasal dari Baitul Mal.

 

Pemerintah Islam akan melakukan lockdown dengan menutup tempat-tempat bersarangnya virus sehingga tidak terjadi penyebaran virus keluar daerah yang terpapar, dengan demikian daerah-daerah yang tidak terpapar virus tetap dapat melakukan aktivitas seperti biasa, termasuk kegiatan ekonomi. Kekuatan keuangan sistem Islam juga akan mampu memenuhi kebutuhan warga selama masa karantina, pemerintah Islam akan berupaya menemukan vaksin dan memproduksinya secara massif, kemudian mendistribusikannya ke seluruh dunia secara gratis.

 

Semua kebijakan Islam dalam menyelesaikan permasalahan pandemi ini didukung oleh sistem kepemilikan berdasarkan syariat islam, dimana haram bagi swasta atau asing untuk menguasai kepemilikan umum sehingga menjadikan sumber keuangan negara melimpah ruah. Inilah gambaran Islam dalam menyelesaikan pandemi, yang tidak akan ada dalam sistem kapitalisme yang sedang memimpin dunia saat ini.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *