Dulu Buru-Buru Sekarang “Boro-Boro”
Suara Netizen Indonesia–Bagaimana rasanya memiliki ibukota dengan value kota yang berkelanjutan, inklusif, cerdas, dan berketahanan iklim? Tentu bangga bukan? Value ini disampaikan oleh Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Safitr dalam Climate Pathfinder Workshop yang merupakan pra-event konferensi APVN di Abu Dhabi.
Awalnya, Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) memperkenalkan IKN sebagai kota berketahanan iklim pada sejumlah investor sosial di dunia saat konferensi global Asian Venture Philanthropy Network (APVN) 2024 yang diadakan di Abu Dhabi 22-25 April 2024 ( antaranews.com,25-4-2024).
Namun itu dulu, kebijakan yang disahkan buru-buru, sekarang “boro-boro”, jangankan ditempati, selesai sesuai target pun belum tentu. Seiring waktu, Mega proyek itu menuai polemik. Karena yang seharusnya bulan September 2024 presiden beserta sejumlah menteri dan ASN akan berkantor di IKN, batal dengan berbagai alasan.
Baca juga:
Pengarusan Moderasi, Amanah dalam Proyek?
Presiden Jokowi terus menekankan bahwa memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke IKN Kalimantan Timur membutuhkan waktu. Menunggu ekosistemnya terbangun yaitu infrastruktur pendukung seperti rumah sakit, sarana pendidikan mulai TK, SD, SMP/SMK hingga universitas, bandara serta perlu ada pusat keramaian seperti restoran dan warung-warung (republika.co.id, 6-10-2024).
Gelaran Nusantara TNI Fun Run di Kota Nusantara, Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka merayakan hari ulang tahun ke-79 Tentara Nasional Indonesia salah satu contoh membangun ekosistem yang dimaksud. Semakin ramai yang datang dan semakin banyak kegiatan maka akan semakin siap untuk diadakan pemindahan.
Terkait Keppres pemindahan ibu kota, menurut Jokowi, sepatutnya diteken oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa waktu penekenan atau penandatanganan Keputusan Presiden terkait pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (Keppres IKN) masih dikaji oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, tapi yang jelas usai dilantik akan segera diputuskan (antaranews.com, 10-10-2024).
Kebijakan Tanpa Perencanaan Matang
Sejak tanggal 18 Januari 2022, pemerintah mensahkan RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU oleh DPR RI dan Pemerintah. Dengan demikian, Indonesia akan mempunyai IKN yang baru menggantikan Jakarta (kemenkeu.go.id). Ketika kemudian di tengah jalan menimbulkan berbagai persoalan, Jokowi berusaha merefresh ingatan rakyat bahwa keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Nusantara sudah sesuai ketentuan. Jokowi mengklaim proyek Ibu Kota Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur sudah disetujui seluruh rakyat (tempo.co, 25-9-2024).
IKN menjadi ibukota baru, bukan keputusan presiden saja, tetapi juga keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh seluruh anggota DPR yang ada di Jakarta. Supaya jangan ada sebuah kekeliruan persepsi bahwa ini adalah proyeknya tambah Jokowi dalam sambutannya di Rakornas Baznas Tahun 2024, Istana Negara IKN, pada Rabu, 25 September 2024.
Ide pemindahan Ibu Kota Negara sudah muncul di era Presiden Soekarno. Namun setelah dilantik pada 2014, Jokowi secara khusus meminta Bappenas untuk melihat lagi gagasan ini. Banyak pengamat yang menilai IKN adalah beban anggaran negara, demikian pula dengan aktivis lingkungan yang berulang kali menyampaikan perhatiannya soal dampak pembangunan dan potensi penggusuran lahan. Pemerintah tak bergeming.
Baca juga:
Industri Halal Dibidik, Syariat Kâfah Diselidik
Pun ketika menghadapi minimnya investasi asing masuk, menjadi salah satu hambatan pembangunan IKN, proyek tetap lanjut meski akhirnya melanggar janji, APBN diobok-obok juga. Pemerintah, sejak 2022 sampai akhir 2024, bakal mengeluarkan anggaran dari APBN sebesar Rp 72 triliun untuk pembangunan IKN.
Otorita IKN sudah mendapat persetujuan dari DPR penambahan anggaran Rp 27,8 triliun tahun depan. Meski komposisi APBN untuk membiayai proyek IKN hanya 20 persen dari total Rp 466,9 triliun. Artinya, pendanaan APBN untuk IKN sebesar Rp 90,4 triliun tetap saja menjadi beban negara, apalagi pos-pos lain juga masih membutuhkan seperti program Makan Bergizi Gratis dan yang terbaru gaji para wakil rakyat di parlemen yang mendapatkan tunjangan rumah, menggantikan biaya renovasi rumah dinas sebelumnya yang diklaim sudah usang dan tak layak tinggal.
DPR yang mewakili rakyat mungkin menyetujui, namun bagaimana dengan rakyat yang mereka wakili? Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) pernah melakukan survei terkait pemindahan IKN. Hasilnya sejumlah 57,3 persen responden kurang setuju dengan pemindahan ini.
Dari hasil survei ada tiga alasan utama, pertama, masyarakat menilai dana yang dialokasikan untuk pembangunan IKN akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang lebih mendesak di Indonesia.
Kedua, masyarakat menilai proses pembangunan IKN di Kalimantan Timur dilakukan terlalu terburu-buru. Ketiga, adalah meski sering banjir, macet dan sejumlah masalah kota metropolitan lainnya, Jakarta masih dianggap layak untuk tetap menjadi ibu kota negara Indonesia (tempo.co, 27-9-2024). Lantas rakyat mana yang diwakili oleh dewan perwakilan rakyat yang terhormat itu?
Proyek Mubazir, Haram Dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna, mengatur hidup manusia dari mulai bangun tidur hingga bangun negara. Tidak ada satu pun persoalan yang tidak ada solusinya dalam Islam. Bisa jadi manusianya saja yang tidak tahu bahkan mencampakkan sebagaimana yang terjadi hari ini.
Maka, dalam rangka menunaikan kewajiban meriayah (mengurusi) rakyat dengan syariat, negara menjadi pihak pertama yang memastikan rakyat mudah mengakses kebutuhan pokok dan tersiernya.
Jika pemindahan ibukota tidak ada unsur mendesak, maka boleh Khalifah mengalihkan pada kebutuhan lainnya yang lebih penting. Sebab, jika niatnya untuk rakyat namun caranya menzalimi jelas akan terlarang dalam Islam. IKN jelas proyek zalim, individualis bahkan tidak menyentuh kebutuhan publik yang hakiki.
Baca juga:
Merajut Hari, Harapan Untuk Anak Perempuan
Rakyat tetap sengsara meski sudah ada yang “mewakili” di parlemen. Sementara dalam Islam, pembiayaan negara untuk semua kebutuhan publik mandiri dari Baitulmal, pos pendapatan kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Samasekali diharamkan mengundang investor asing yang nantinya malah menghilangkan kedaulatan negara. Segala sesuatu, terlebih kebijakan dalam dan luar negeri akan sangat bergantung kepada asing.
Apakah pemerintahan baru akan menghentikan proyek ini? sepertinya tidak, harapan akan tinggal harapan. Maka, tidakkah ini menjadi keprihatinan kita, jika negara tak empati kepada rakyatnya, bahkan terus menerus berbuat zalim apalah gunanya?
Rasulullah saw.bersabda,”Sungguh manusia yang paling Allah cintai pada Hari Kiamat kelak dan paling dekat kedudukannya dengan Dia adalah seorang pemimpin yang adil. Sungguh manusia yang paling Allah benci dan paling keras mendapatkan azab-Nya adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR at-Tirmidzi). Wallahualam bissawwab. [ SNI ].
Komentar