Bagi-bagi Bansos, demi Kebutuhan Warga atau Raihan Suara?
Banyak rakyat kecil yang bergembira ria mendapatkan bantuan sosial berupa beras, BLT El Nino Rp 200.000 per bulan, BLT bantuan mitigasi resiko pangan Rp 200.000 per bulan. Jumlah bansos yang dibagikan pada masyarakat memang kian meningkat jelang pemilihan umum presiden.
Presiden Joko Widodo mengemukakan berbagai argumen perihal keputusan pemerintah merapel sekaligus pada Februari 2024. Alasannya yaitu adanya kenaikan harga beras, pemerintah ingin memperkuat daya beli masyarakat bawah akibat adanya El Nino dan kemarau panjang. Lebih jauh beliau mengatakan bahwa program ini sudah melalui persetujuan di DPR.
Dalam sistem demokrasi, jabatan dan kekuasaan adalah cara instan menjadi kaya. Untuk itulah segala macam cara akan dilakukan demi meraih dan melanjutkan jabatan. Ketika sudah pernah menjadi orang nomor 1, maka terasa enggan untuk melepaskan dan memberikan kepada orang lain. Politik dinasti pun dijalankan, layaknya seorang raja yang mengangkat putra mahkota.
Setiap kali ada moment pasti akan dimanfaatkan untuk menebar pesona dan mengambil hati rakyat. Jelang pemilihan umum, rakyat digelontor bantuan sosial yang jumlahnya sekadar cukup buat menghibur mereka sesaat. Tujuan utamanya sebenarnya ingin mengemis pada rakyat, yakni mendulang suara.
Fenomena semacam ini menjadi hal yang biasa dalam sistem demokrasi. Sebab penguasa bebas melakukan apa saja semau mereka. Undang-undang pun dengan dilanggar atau diubah sesuai dengan kepentingan mereka. Ketika rakyat mencoba mengingatkan maka dengan mudah akan dituduh dengan segala fitnah, disematkan kata-kata teroris dan radikal.
Sementara rakyat kecil begitu mudah dikelabuhi. Mereka sangat senang dan merasa berutang budi pada penguasa karena telah diberi bantuan yang sangat dibutuhkan. Demikian simpel cara berpikir rakyat karena kurang teredukasi dan tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi. Ditambah kondisi ekonomi yang mencekik sehingga mereka tidak mampu berpikir jernih, yang diinginkan hanya bantuan nyata di depan mata. Pemikiran pragmatis seperti ini telah dimiliki oleh sebagian besar rakyat ini.
Walhasil mudah sekali para pejabat membeli suara rakyat dengan harga murah. Penguasa pun berpesta pora di atas kemiskinan dan kebodohan rakyat. Rakyat tidak boleh cerdas dan tidak boleh belajar politik dalam Islam. Supaya bisa diatur oleh penguasa berkolaborasi dengan pengusaha yang rakus. Maka jangan heran jika nanti ketika menjadi pejabat, penguasa begitu tega menzalimi rakyat dengan segala arogansinya. Mereka pasti lebih mengutamakan kepentingan oligarki daripada kepentingan rakyat.
Dalam Islam, penguasa adalah penanggung jawab rakyatnya. Rasulullah mengibaratkan bahwa pemimpin itu laksana penggembala yang memiliki amanah terhadap gembalaannya. Dalam riwayat lain juga dikatakan bahwa pemimpin adalah perisai yang melindungi rakyat. Maka sudah menjadi kewajiban penguasa untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Mereka diberi mandat oleh rakyat untuk menjalankan syariat, termasuk memastikan terpenuhinya segala kebutuhan pokok serta melindungi rakyat.
Rasulullah Saw bersabda,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Sungguh naif jika pemimpin memberikan bansos dengan tujuan meraup suara rakyat demi memenuhi hasrat kekuasaan. Rakyat mestinya diberikan lapangan pekerjaan yang memadai, sumber daya alamya dikelola dengan baik dan dijaga dari kerakusan ologarki, petani disubsidi, lahan-lahan yang potensial dimanfaatkan unyuk kepentingan rakyat, sehingga rakyat di negeri kaya ini akan mendapatkan bahan bakar murah, minyak goreng murah, pendidikan gratis, kesehatan gratis. Sebagaimana gambaran ketika Islam berkuasa dulu.
Inilah saatnya umat ini kembali di bawah naungan pemimpin muslim yang adil dan amanah dalam sistem kehidupan terbaik, yakni sistem Islam. Wallahu’alam bish-shawab.
Komentar