Memutus Rantai Peredaran Narkoba Hanya dengan Islam

Kasus penemuan narkoba di lapas terjadi kembali. Kali ini terjadi di Lapas Klas IIA Pematang Siantar, Kabupaten Simangulun pada hari Sabtu (2/9/2023) (medanbicara.com, 03/09/2023). Jenis narkoba yang ditemukan berupa sabu dan ganja,  ini sudah kedua kalinya terjadi. Namun pihak kepolisian dan lapas belum bisa memberi keterangan kepada publik darimana dan kepada siapa narkoba tersebut ditujukan.

 

Di sisi lain, ada Kadavi alias David yang merupakan bandar narkoba kelas kakap sekaligus suami dari selebgram Adelia Putri Salma, yang hingga hari ini diduga masih bisa mengendalikan bisnis narkoba dari balik jeruji penjara (aceh.tribunnews.com,01/09/2023). Tak hanya Kadavi, tahanan lapas di Semarang diduga juga mengendalikan peredaran narkoba di Demak. Hal ini terungkap dari tertangkapnya seorang pengedar sabu yang mengaku dikendalikan oleh tahanan lapas (detik.com,  31/08/2023).

 

Begitu banyak kasus peredaran narkoba dan selalu terjadi berulang. Meskipun bandar dan mafia narkoba ada yang sudah tertangkap dan dieksekusi mati namun selalu saja terjadi kembali, seakan tidak jera dengan hukuman sebelumnya. Padahal siapapun pasti mengetahui bahaya narkoba bagi tubuh. Narkoba bisa menimbulkan kecanduan, menyebabkan kerusakan pada organ-organ tubuh, melemahkan kekebalan tubuh, meningkatkan risiko infeski HIV/AIDS, serta menimbulkan gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar.

 

Namun, segala pengetahuan tentang bahaya narkoba ini menjadi sesuatu yang itidak ditakuti lagi oleh masyarakat, sebab paradigma masyarakat saat ini dikendalikan oleh sekulerisme kapitalisme. Dalam sekulerisme kapitalisme aturan agama ditiadakan, sehingga meskipun sudah tahu bahaya dan haramnya narkoba bakal tetap dikonsumsi dan diedarkan.

 

Bagi para pengguna, mereka ingin mendapatkan sensasi hilang kesadaran sehingga mereka akan mendapatkan pengakuan di lingkungan mereka. Bagi para pengedar, mereka menjadikan para pengguna narkoba sebagai ladang mencari keuntungan. Maka tidak heran jika para pengedar narkoba tetap bisa mengendalikan bisnis narkoba di balik jeruji penjara.

 

Lebih dari itu, terungkapnya pengendalian narkoba dari lapas juga mencerminkan betapa lemahnya hukum peradilan sekulerisme kapitalisme. Fakta ini jelas menggambarkan betapa penjagaan lapas begitu longgar dan terjadinya kongkalikong. Dilihat dari sisi hukuman pun, hukum yang diberikan tidak memberi efek jera sama sekali. Hukum yang ada membuat para pengedar meremehkan sanksi bagi pelaku narkoba.

 

Berdasarkan fakta yang selama ini terjadi, berharap pada sistem demokrasi untuk menuntaskan masalah narkoba adalah sebuah ilusi. Satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan masalah narkoba ini hanyalah sistem islam. Islam diturunkan bukan sebagai agama ritual semata, namun sekaligus sebagai sebuah agama yang terpancar darinya aturan yang mampu mengatur dan memberikan solusi atas segala permasalahan kehidupan.

 

Terkait narkoba, maka Islam menghukumi benda tersebut dengan status haram. Para ulama sepakat terkait keharaman narkoba sekalipun ada perbedaan dari sisi penggalian hukumnya. Ada yang mengharamkan karena mengqiyaskannya pada keharaman khamr yang hal ini merujuk pada QS. Al-Maidah ayat 90. Sebagian yang lain mengharamkannya karena narkoba termasuk pada barang yang melemahkan jiwa dan akal manusia. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah, beliau mengatakan “Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”

 

Ketika syariat telah menetapkan keharaman atas sebuah benda maka hukum ini akan menjadi pemahaman yang menancap dalam benak umat Islam. Konsekuensinya adalah, setiap individu muslim akan menjauhi narkoba karena keharamannya. Masyarakat islam pun tidak akan menjadi tempat bagi para pengedar narkoba. Aktivitas amar ma’ruf nahi munkar kepada yang melakukan kemaksiatan akan senantiasa dilakukan sehingga para pengedar dan pemakai narkoba tidak memiliki celah untuk bergerak.

 

Dengan sistem Islam, maka negara punya peran besar dalam memberantas masalah narkoba sampai ke akar-akarnya. Negara tidak akan berkompromi sedikitpun dengan para pengedar sehingga peredaran narkoba dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan edukasi pada masyarakat dan menerapkan sistem sanksi kepada para pelaku. Sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah dengan ta’zir, sebab narkoba termasuk benda yang dapat membahayakan akal dan jiwa manusia.

 

Ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi (Hakim). Hukum ta’zir ini bisa berupa dipenjara, dicambuk dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Ta’zir bagi pengguna narkoba yang baru tentu saja berbeda dengan pengguna narkoba yang lama, berbeda pula hukuman antara pengedar narkoba dan pemilik pabrik narkoba.

 

Ta’zir bisa sampai pada tingkatan hukuman mati. Sanksi yang diterapkan dengan menggunakan aturan islam ini memiliki efek jawabir yaitu sebagai tebusan hukuman bagi pelaku kelak nanti di akhirat dan juga efek zawajir yaitu sebagai pencegah agar masyarakat tidak melakukan hal yang sama.

 

Dengan demikian, pemberian edukasi dari negara kepada umat dan penerapan sanksi yang tegas maka akan terbentuk masyarakat dan individu yang bebas dari narkoba. Seperti inilah ketika sistem islam diterapkan dalam sebuah institusi negara maka Islam akan meberikan kebaikan dan penjagaan bagi akal manusia.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

PERAN DAYAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN DI ACEH

Istilah Dayah sudah sangat populer dalam masyarakat Aceh. Hubugan Dayah dan masyarakat Aceh sudah terjalin sangat erat, sehingga keeradaan Dayah di tengah-tengah masyarakat sudah dapat diterima dan menjadi sebuah gebrakan perubahan untuk menciptakan suasana social kemasyarakatan yang aman, damai dan berpayungkan hukum-hukum Islam.
Keberadaan Dayah telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh yakni pada tahun 800 M. Pada masa itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di pesisir Sumatera. Selain melakukan perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga sangat aktif dalam menyebarkan agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebarannya maka didirikanlah tempat pendidikan Islam yang pada waktu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Dayah tertua di Aceh adalah Dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah ini menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang berasal dari Arab, Persia, dan India. Fungsi Dayah pada waktu itu masih terbatas untuk tujuan mengIslamisasikan masyrakat yang berada di sekitar Dayah dan untuk menjaga pengamalan-pengamalan masyarakat muslim di sekitar Dayah.
Pada masa itu Dayah lebih terfokus kepada materi-materi praktis, terutama dalam bidang tauhid, tasawuf dan fikih. Namun ketika peran Dayah Cot Kala sudah mulai terlibat dalam pemenuhan kepentingan keraajaan peureulak fungsinya berubah menjadi lebih besar dan mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta keahlian praktis. Dayah berasal dari kata Zawiyah, kata ini dalam bahasa Arab mengandung makna sudut, atau pojok Mesjid. Kata Zawiyah mula-mula dikenal di Afrika Utara pada masa awal perkembangan Islam, Zawiyah yang dimaksud pada masa itu adalah satu pojok Mesjid yang menjadi halaqah para Sufi, mereka biasanya berkumpul bertukar pengalaman, diskusi, berzikir dan bermalam di Mesjid. Dalam khazanah pendidikan Aceh, istilah Zawiyah kemudian berubah menjadi Dayah, seperti halnya perubahan istilah Madrasah menjadi Meunasah (Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, 2022).
Dayah yang telah lebih dari seribu tahun berada di tengah-tengah perjalanan masyarakat Aceh, telah sangat banyak memberikan kontribusi pada bidang keilmuan masyarakat Aceh. Dalam sejarah dapat kita temukan bahwa Dayah telah menyajikan berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi. Oleh karena itu alumni Dayah pada masa lalu benar-benar mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerah Aceh, bahkan juga ditingkat internasional.
Pada masa sekarang Dayah tetap masih terus memegang peran penting dalam pembinaan moral akhlak masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Dayah juga merupakan salah satu lembaga Pendidikan Islam yang ada di Aceh dengan kurikulumnya mengajarkan tentang kitab-kitab kuning, mendidik santri menjadi kader-kader ulama di masa mendatang, dan Dayah juga merupakan salah satu pendidikan tertua di Aceh
Dayah sebagai lembaga yang sangat mampu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan potensi fitrah manusia, sehingga mereka dapat memerankan diri secara maksimal sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa, serta esksistensi Dayah juga masih semakin diakui dalam memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga dakwah.
Sesuai yang dikutip dari KaKanwil Kemenag Aceh peningkatan jumlah Dayah di Aceh sangat pesat, tercatat ada 400 Dayah baru bertambah di Aceh hanya dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga total jumlah saat ini ada 1.626. Dari jumlah ini terdapat 916 unit Dayah yang di dalamnya berbentuk madrasah atau sering disebut Dayah modern.
Semakin berkembang pesatnya jumlah Dayah di Aceh hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya lembaga pendidikan Islam Dayah pada zaman ini. Oleh sebab itu fungsi Dayah tidak hanya untuk mendidik generasi-generasi muda agar bisa menguasai ilmu untuk menghadapi globalisasi, namun lembaga pendidikan Dayah juga harus menjadi agen perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga dengan gerakan sosialnya diharapkan dapat terbentuknya masyarakat yang madani. Sehinggga eksistensi Dayah secara landasan sosial historisnya telah berperan aktif dan memilki ilmu untuk melakukan perubahan social dalam masyarakat.
Agama Islam juga memiliki konsep dalam perubahan social, yakni bahwa dakwah memiliki peran untuk memulihkan keseimbangan mengarahkan pembebasan, persaingan ataupun tampak dinamika budaya yang lain, sekaligus meletakkan pola dakwah dalam berbagai perspektif termasuk perspektif kultural. Dakwah pada wilayah ini, berfungsi sebagai Agent Of Sosial Change. Dakwah dalam wilayah ini menjadi pusat atau sentral setiap perubahan sosial, ia mengarahkan dan memberikan alternatif padanya, ia memanfaatkan budaya yang ada dan memolesnya dengan warna Islami.
Terjadinya perubahan sosial, juga sangat berpengaruh dalam proses dakwah Islam yang ada dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak masyarakat dapat berubah dengan drastis terhadap fenomena-fenomena yang ditemui dalam keberagaman masyarakat. Pada hal ini dakwah Islam harus mampu mengimbangi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat positif demi tegaknya dakwah di kalangan masyarakat serta seorang dai harus bisa memberikan solusi yang konstruktif sesuai dengan ajaran Islam yang dinamis, transformatif dan mengerakkan umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat terus berlanjut dan lebih mudah diterima dalam kalangan masyarakat zaman ini.
Dayah dan masyarakat merupakan sebuah hubungan yang sudah terjalin erat sehingga keberadaan Dayah di tengah-tengah masyarakat dapat diterima dan menjadi sebuah gerakan perubahan dalam menciptakan suasana yang Islami bagi masyarakat itu sendiri kemudian masyarakat dan Dayah tidak lagi terjadi pertentangan baik dari pihak Dayah maupun dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu seluruh kegiatan atau aktivitas-aktivitas dakwah Dayah seperti majelis taklim di berbagai daerah di Aceh diharapkan nantinya dapat menciptakan berbagai perubahan social positif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, serta dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, sebab itu lembaga pendidikan Islam Dayah tidak hanya menajdikan hanya santri saja yang menjadi sasaran dakwahnya, akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga yang di luar Dayah dapat mendapatkan ilmu tentang pengetahuan agama dari hasil aktivitas dakwah yang dilakukan Dayah dan perubahan social dapat dirasakan oleh masyarakat dari sebelum adanya Dayah hingga Dayah itu hadir di tengah-tengah masyarakat mampu memberikan perubahan, baik dari pengetahuan tentang agama maupun dalam proses pengamalan ibadah. (Hamdan 2017, 9: 119)

Sumber Gambar : NU Online.

Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam, Institute Agama Islam Negeri Langsa, KKN-T(DR) Berbasis Medsos Smester Ganjil 2022-2023.

Pengendalian Peredaran Narkoba Dari Lapas, Kok Bisa?

Adanya fakta pengendalian peredaran narkoba oleh narapidana di Lapas sebenarnya menunjukkan adanya persoalan lemahnya pengelolaan Lapas sehingga Lapas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemudian lemahnya pembinaan terhadap narapidana dan lemahnya integritas petugas Lapas. Kelemahan merupakan sebuah keniscayaan, pasalnya cara pandang kehidupan saat ini dipengaruhi oleh sistem kapitalis sekuleris . Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan hidup. Karenanya pembinaan yang diberikan pun bukan menjadikan agama sebagai asas kehidupan, namun hanya sebatas nilai-nilai moral yang mudah luntur oleh nilai materialistik.
Inilah bukti betapa lemahnya sistem sanksi yang dihasilkan oleh sistem kapitalis sekuleris. Hukuman atau sanksi yang berasal dari hasil kesepakatan manusia seperti ini mudah untuk diubah sesuai dengan keadaan. Alhasil hukuman yang diberikan tidak efektif bahkan membuka peluang kemaksiatan yang terus berlangsung dan menimbulkan masalah baru untuk menuntaskan kasus narkoba. Umat memerlukan sistem hukum yang sudah terbukti ampuh memberikan efek jera kepada para pelaku dan bisa mencegah masyarakat lainnya untuk berbuat demikian. Sistem hukum yang demikian hanya didapati dalam sistem hukum sanksi Islam atau uqubat yang diterapkan oleh negara Khilafah.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *