Berantas Narkoba dan Judi Hanya Mimpi?

Beberapa hari ini publik dikejutkan dengan penangkapan seorang Inspektur Jenderal yang diduga melakukan penjualan barang bukti narkoba kepada seorang Mami. Ia adalah Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa (tvonenews.com, 14/10/2022). Dilansir dari tvOnenews.com, penangkapan ini berawal dari penggerebekan narkoba seberat 41.4 kg yang kemudian Irjen Teddy meminta barang bukti tersebut sebanyak 10 kg kepada Kapolres. Dari sini Irjen Pol menjual 5 kg sabu-sabu tersebut kepada seorang mami. Kemudian mami tersebut juga tertangkap oleh polisi sehingga berujung pada Irjen Pol Teddy Minahasa.

Hal ini seakan berbalik dengan pidato yang pernah disampaikan sendiri oleh Teddy Minahasa kepada jajaran anggotanya tentang perintah agar tidak ada yang bermain-main dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai polisi demi materi dan jangan memperkaya diri dengaan cara yang salah (liputan6.com, 16/10/2022). Pidato ini bak senjata makan tuan, pasalnya apa yang diucapkan tidak sama dan bahkan berkebalikan dengan kenyataan di lapangan. Justru dia bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, hanya bisa menyampaikan namun faktanya nol besar dalam pengaplikasiannya.

Sederet kasus yang menimpa aparat penegak keadilan, mulai dari kasus Sambo, OTT korupsi oleh Mahkamah Agung, kerusuhan Kanjuruhan, hingga Irjen Pol terjerat perdagangan narkoba menunjukkan potret buram penegak keadilan di negeri ini. Pemerintah pusat juga membeberkan daftar persoalan Polri yang harus dibenahi. Di antaranya yaitu gaya hidup, tindakan sewenang-wenang, pelayanan masyarakat, soliditas, tidak gamang, membersihkan judi online, dan komunikasi publik harus baik.

Sungguh ironi, aparat keamanan yang seharusnya menjadi pihak yang mengamankan masyarakat dari tindakan yang berbahaya justru mereka terlibat di dalamnya. Namun kondisi ini wajar dalam sistem sekuler kapitalisme. Pasalnya sekulerisme kapitalisme telah menjauhkan individu dari pemahaman agama sehingga mereka hanya memikirkan bagaimana meraih kenikmatan sesuai hawa nafsunya. Hasilnya dapat dilihat, yaitu lahirnya aparat-aparat yang malah terlibat dalam kejahatan. Di bawah sekulerisme kapitalisme, hukum positif yang diterapkan tidak memberikan keadilan sedikitpun sebab hukum yang ada adalah buatan manusia. Alhasil hukum bisa berubah, direvisi, bahkan menjadi tameng pihak-pihak yang berkepentingan. Inilah penyebab mengapa narkoba sangat sulit diberantas saat ini, bagaikan mimpi di siang bolong.

Hal ini berbeda jauh dengan sistem islam dalam menyelesaikan masalah narkoba. Sistem islam menjadikan syariat Islam sebagai landasannya dalam mengatur urusan umat. Standar yang berlaku pada indvidu, masyarakat, hingga negara adalah syariat Islam. Adapun narkoba, dalam pandangan Islam adalah termasuk zat yang melemahkan akal, memabukkan, dan menimbulkan bahaya bagi individu dan masyarakat. Maka hukum narkoba adalah haram dipergunakan jika tidak dalam kondisi darurat atau medis. Dalil atas keharaman narkoba adalah sebagai berikut:
1. Dalam hadis “Rasulullah saw telah melarang segala sesuatu yang memabukkan (muakir) dan melemahkan (mufattir).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha, mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang atau rileks serta malas pada tubuh manusia.
2. Kaidah tentang dharar atau bahaya: “Hukum asal benda yang berbahaya (mudarat) adalah haram.”

Dalil keharaman tersebut telah jelas sehingga sudah seharusnya menjadi landasan bagi negara untuk memberantas narkoba hingga tuntas. Tentu dalam upaya pemberantasan ini ada beberapa langkah atau mekanisme yang harus dilakukan agar pemberantasannya tuntas. Pertama, dalam islam setiap individu diperintahkan untuk menjadi sosok yang bertakwa. Oleh karena itu, setiap individu harus senantiasa memupuk keimanan dalam dirinya. Dorongan keimanan ini yang akan menjadi pengendali individu untuk senantiasa memelihara dirinya dari perbuatan haram, seperti mengkonsumsi, mengedarkan, dan memproduksi narkoba. Kedua, masyarakat dalam sistem Islam tidak boleh menjadi masyarakat yang apatis dan harus berani untuk berbuat mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Maka ketika ada salah satu dari entitasnya melakukan kemaksiatan, masyarakat islam tidak akan segan untuk menasihati dan mendakwahi. Ketiga, Negara akan menjalankan fungsinya secara haq. Faktor yang sering dijadikan alasan pengedar narkoba adalah faktor ekonomi. Maka negara harus menerapkan ekonomi islam untuk menyelesaikan perkara ini.

Penerapan ekonomi Islam ini telah terbukti membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Jika melihat merebaknya kasus narkoba saat ini tentu sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini yakni ekonomi kapitalis. Dari sistem ini maka lahirlah kerusakan demi kerusakan yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu dengan menerapkan kembali ekonomi islam, tentu negara akan mampu menyelesaikan masalah ekonomi dan narkoba sekaligus. Dalam islam, untuk urusan sandang, pangan, dan papan adalah tanggungjawab negara untuk menjaminnya tersedia bagi setiap individu masyarakat secara tidak langsung. Salah satunya adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas sehingga setiap laki-laki yang bertanggungjawab mencari nafkah mampu memberi kebutuhan pokok bagi keluarganya secara ma’ruf. Sedangkan untuk kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan maka akan ditanggung oleh negara secara mutlak meliputi semua pelayanan, fasilitas, hingga penyediaan kebutuhan. Penerapan sistem islam ini akan menghilangkan diskriminasi sosial dan membuat semua kalangan masyarakat bisa menikmati layanan publik secara gratis dan berkualitas. Jaminan ini berlaku untuk semua masyarakat, baik masyarakat biasa ataupun kalangan aparat negara. Dengan demikian tidak akan ada celah mencari pekerjaan sampingan dengan bisnis barang haram.

Di samping itu, negara juga harus menerapkan sanksi yang membuat jera tanpa pandang bulu baik pengedar, mafia, ataupun aparat negara yang terlibat. Hukuman yang diberikan adalah ta’zir yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim dalam sistem islam misalnya dipenjara, dicambuk, dan lain-lain. Hukum ta’zir ini tentu berbeda-beda sesuai kadar kejahatannya. Ta’zir bagi pengguna narkoba yang baru berbeda dengan pengguna narkoba yang lama, berbeda pula hukuman antara pengedar narkoba dan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir bisa sampai pada hukuman mati. Sanksi yang diterapkan dengan menggunakan aturan Islam ini memiliki efek jawabir yaitu sebagai tebusan hukuman bagi pelaku kelak nanti di akhirat dan juga efek zawajir yaitu sebagai pencegah agar masyarakat tidak melakukan hal yang sama.

Selain berbagai upaya di atas, perlu juga dilakukan perekrutan aparat-aparat yang bertakwa sehingga tidak akan ditemukan oknum aparat yang memanfaatkan barang hasil sitaan untuk dijual kembali. Demikian Islam mengatur cara pemberantasan narkoba hingga tuntas. Kolaborasi yang baik antara individu, masyarakat, negara dan sistem hukum sesuai syariat Islam akan menciptakan lingkungan yang aman dari kejahatan. Wallahua’lam

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *