Kajian: Tanya Jawab Akar Sampai Daun
Mengkaji Islam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi setiap kaum muslim. Dari forum kajian seorang muslim bisa belajar hukum dan aturan yang telah Allah Swt. turunkan sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi manusia. Seperti halnya agenda rutin yang diadakan sebulan sekali oleh para muslimah di Pakem, Sleman, DIY.
Ahad, 12 Maret 2023, ibu-ibu muslimah kembali menyelenggarakan kajian rutin di Pendopo Pakem, Sleman. Kajian ini spesial membahas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh jamaah atas permasalahan yang terjadi di sekitar masyarakat. Kajian dibuka oleh Ustadzah Fatimah dengan ucapan syukur dan shalawat. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an surat An Nisa ayat 23-24 oleh Ustadzah Maemunah. Para jamaah mendengarkan dan menyimak bacaan Kalamullah dengan begitu khitmat.
Kajian yang mengusung tema tanya jawab dari akar sampai daun ini memang khusus dihadirkan di tengah-tengah masyarakat untuk menampung dan membahas persoalan apapun yang ingin ditanyakan oleh para jamaah berkaitan dengan syariat Islam. Pada kesempatan hari ini pembahasan akan dikupas oleh Ustadzah Hera Doranti sebagai pemateri dan Ustadzah Indriani selaku moderator acara.
Acara inti diawali dengan pertanyaan dari ibu Nur Khayati yang menanyakan perihal utang puasa Ramadhan. “Ustadzah, bagaimana cara kita mengganti utang puasa Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, sementara ini sudah hampir memasuki bulan Ramadhan lagi?”
Ustadzah Dora menjelaskan “Berpuasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi seluruh umat muslim. Namun ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seorang muslim batal atau berhalangan melaksanakan ibadah puasa, khususnya bagi muslimah karena ada masa haid atau menstruasi. Jumlah puasa yang ditinggalkan ini wajib diganti pada hari lain. Seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an, bahwa orang-orang yang memiliki utang puasa wajib mengganti di hari lain selama ia mampu.”
“Mengerjakan puasa qada boleh dilakukan pada hari apa saja baik secara berurutan, acak, maupun dicicil atau selang-seling, selama itu bukan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa. Sementara bagi yang tidak mampu, seperti usia yang sudah lanjut, kondisi sakit kronis, dan alasan syar’i lainnya, maka dalam hal ini boleh diganti dengan membayar fidyah” lanjut Ustadzah Dora.
Ustadzah Dora juga menyampaikan pentingnya mencatat jumlah utang puasa kita untuk menghindari kelalaian. Bahkan hal ini juga bertujuan jika seorang muslim wafat, maka ahli waris juga akan tau berapa utang puasanya, sehingga bisa diganti atau diqodho oleh ahli warisnya. “Karena sekali lagi utang puasa itu wajib dibayar.” tegas beliau.
Masuk pertanyaan kedua, masih berkaitan dengan momen menyambut Ramadhan. Pertanyaan disampaikan oleh ibu Tini berkaitan dengan acara sadranan. “Bagaimana hukum acara sadranan menurut pandangan Islam ustadzah, ini memang acara rutin yang dilakukan dan di dalamnya juga ada pembacaan ayat suci Al Qur’an.”
“Nyadran itu pada dasarnya tradisi jawa atau ruwahan di bulan Sya’ban. Kegiatan ini biasanya dimulai dari bersih-bersih makam leluhur, memasak makanan tertentu, bagi-bagi makanan atau kenduri, dan doa bersama. Yang perlu kita pahami adalah syarat diterimanya amal perbuatan itu ada dua, yakni niat ikhlas dan harus sesuai tuntunan syariat. Maka, seorang muslim yang mengikuti acara nyadran harus paham dan tau esensi dari nyadran itu sendiri. Karena fakta yang terjadi di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, acara tersebut biasanya memakai pakaian adat jawa dengan busana yang menampakkan aurat dan terjadi ikhtilat (campur bawur), yang jelas dua hal ini dilarang dalam syariat.”
“Sebenarnya acara nyadran ini berasal dari budaya Hindu-Budha, yaitu upacara Sradha, dalam rangka menghormati arwah. Seiring masuknya agama Islam, maka konon upacara ini tetap dilakukan tetapi disesuaikan dengan Islam. Meskipun saat para Wali utusan kekhilafahan Utsmani datang dan menyampaikan Islam di bumi Jawa, ritual Hindu-Budha ini berusaha untuk dileburkan dan dijadikan uslub untuk mengenalkan Islam sesuai syariat. Yang perlu dicermati lagi bahwasanya ziarah kubur, mendoakan leluhur, dan shodaqoh merupakan sesuatu hal yang dituntunkan dalam Islam. Namun, jika dilakukan dalam suatu rangkaian nyadran dengan segala uborampe atau sesaji, hal ini yang tidak diperbolehkan. Maka, jika memungkinkan bisa kita harus sampaikan ke masyarakat sebagai wasilah dakwah. Tapi jika belum, maka kita hindari ritual-ritual yang tidak ada tuntunannya dalam syariat. Wallahu a’lam bishshowab.” lanjut Ustadzah Dora.
Pada kesempatan ini, Ustadzah Indriani selaku moderator juga menambahi bahwa kita harus selalu berhati-hati dengan segala bentuk kegiatan yang tidak ada atau bahkan menyalahi aturan Islam. “Sebagaimana sekarang kita memang hidup pada kondisi yang serba rancu, dan terkadang ritual-ritual seperti ini memang sengaja diaruskan seiring program moderasi beragama. Bahkan di beberapa daerah sampai mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk acara tersebut.” imbuh beliau.
Masyaa Allah, kajian akar sampai daun memang selalu menarik untuk diikuti. Acara yang berlangsung lebih dari dua jam tersebut juga membahas tentang tata cara dan kondisi yang membolehkan untuk mengqodho shalat wajib, hukum pentas seni menyambut Ramadhan, juga bagaimana tanggapan ibu-ibu perihal tuduhan pengajian bisa mengakibatkan stunting pada anak.
Alhamdulillah, acara kemudian dikembalikan kepada Ustadzah Fatimah dan ditutup dengan bacaan istighfar, doa kafaratul majelis, dan hamdalah bersama-sama. Acara ditutup dengan bersalaman, saling memaafkan, dan foto bersama. Hapuskan dendam, bersihkan hati, luruskan niat.
Komentar