Harga Beras Indonesia Termahal se-Asia Tenggara

 

Miris, Bank Dunia menyebut harga beras di Indonesia paling mahal diantara negara ASEAN lainnya, dalam laporan terbarunya, Indonesia ekonomi prospek Desember 2020. laporan tersebut langsung dibantah oleh menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menyatakan dasar perhitungan dan kapan data tersebut diambil oleh Bank Dunia sebab kalau Bank Dunia mendata pada saat musim tanam, memang tidak ada panen. Ketiadaan ini membuat harga beras tinggi.

Sebagai salah satu bahan makanan pokok utama beras seharusnya menjadi bahan pangan yang harganya terjangkau dan memiliki kualitas yang baik serta aman untuk dikonsumsi masyarakat. Ketentuan tentang standar kualitas beras acuan mutu beras melalui SNI 6128 2015 kemudian diperbaharui dengan SNI 6128 2020, sayangnya selama ini diketahui label SNI pada beras kemasan masih bersifat sukarela dilansir dari pertanian.go.id.

SNI beras bersifat sukarela atau tidak wajib artinya tidak ada kewajiban penggilingan padi atau produsen mencantumkan SNI. Jika produsen beras mencantumkan label sesuai kualitas SNI yang didaftarkan maka menjadi kewajiban perusahaan memenuhi standar SNI pada beras di dalam kemasan, penjelasan ini disampaikan oleh ketua umum persatuan penggilingan padi dan beras Indonesia atau perpadu Sutarto Ali Muso kepada Detik Finance pada Rabu 2 Agustus 2018.

Akibat Kapitalisme
Fakta ini membuktikan perlindungan negara atas bahan pangan rakyat terlihat tidak serius padahal beras adalah bahan makanan pokok rakyat, kewajiban para penguasa untuk memastikan dan menyediakan beras dengan kualitas yang baik dan aman untuk dikonsumsi bagi kesehatan masyarakat, karena mereka mendapat amanah jabatan untuk mengurus rakyat akan tetapi kepemimpinan kapitalisme yang mendarah daging telah mematikan fungsi negara penguasa sesungguhnya.

Dalam sistem ini, menurut syekh Taqiyudin Annabhani dalam kitab Nizham Islam bab kiadah fikriyah, keberadaan negara hanya sebagai regulator, alhasil para mafia beras masih bebas memonopoli pasar. Harga-harga bahan pangan termasuk beras mereka kendalikan agar mereka mendapat keuntungan besar. Aturan SNI masih longgar sehingga di lapangan masih ditemukan produk beras yang masuk ke pasar tradisional dan modern tidak memiliki tanda semi wajib dengan kualitas dibawah SNI, sehingga dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Semua ini menggambarkan lemahnya mekanisme negara dalam menjaga keamanan pangan dan kemudahan dalam mengakses kebutuhan pokok rakyat, sungguh berbeda dengan periayahan rakyat dalam sistem pemerintahan Islam, yang peduli kepada rakyat. Inilah tugas utama negara yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah ta’ala.

Solusi Islam

Dalam Islam, bahan pangan yang beredar wajib halal dan toyib karena syariat telah menentukan segala sesuatu yang dimakan oleh seseorang muslim harus halal dan toyib, baik itu berasal dari tumbuhan maupun hewan. Allah berfirman dalam Quran Surah al-maidah Ayat 88 : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah, yang kamu beriman kepadanya syariat.”

Ini tidak hanya dibebankan kepada individu atau masyarakat, untuk menciptakan peredaran bahan pangan halal lagi toyib, tentu membutuhkan peran negara. Untuk itu Islam memerintahkan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus kebutuhan rakyat, dalam hal ini menyediakan bahan pangan.

Upaya yang akan dilakukan oleh pemerintahan Islam adalah dengan mengontrol pasar, sehingga tidak ada praktik curang dalam bermuamalah. Menugaskan Qadhi untuk melakukan patroli dan menyelesaikan permasalahan di pasar sehingga pasar akan bersih dari penimbunan barang, spekulasi, monopoli barang, mencegah perdagangan barang haram pada kaum muslim dan aktivitas curang lainnya.

Pemerintahan Islam akan mengeluarkan ketentuan standar mutu kualitas bahan makanan pokok yang layak untuk dikonsumsi, standar ini wajib dipenuhi oleh produsen-produsen beras yang memasarkan barangnya. Regulasi ini akan dibuat mudah, tidak berbelit dan cepat, sehingga para produsen merasa bisa memenuhi kelayakan standar mutu pangan, sementara warga merasa aman dengan barang yang dikonsumsinya.

Warga non muslim yakni kafir dzimni, mereka wajib mengikuti aturan negara Islam di dalam kehidupan publik, yakni tidak boleh memperdagangkan makanan haram, namun mereka boleh memakan makanan yang diperbolehkan di agama mereka di dalam komunitasnya. Imam Abu Hanifah menyatakan, Islam membolehkan ahludzimmah meminum minuman keras, memakan daging babi dan menjalankan segala aturan agama mereka dalam wilayah yang diatur oleh syariat, jika ditemukan oknum yang melakukan pelanggaran hukum muamalah, maka akan diberlakukan sanksi tegas sesuai dengan ketetapan syariat Islam, mereka akan dikenai sanksi takzir.

Setiap warga negara Islam boleh mengadukan syakwa atau pengaduan kepada Mahkamah Mazhalim atas penguasa yang mengizinkan produk-produk haram dijual bebas, baik keberadaannya sebagai wali maupun khalifah, inilah jaminan yang diberikan Islam agar produk makanan yang beredar di masyarakat adalah makanan yang halal lagi toyib dan harganya pun terjangkau.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *