Impor Beras Bukti Kebobrokan Pengelolaan Pangan Kapitalis

Impor Beras Bukti Kebobrokan Pengelolaan Pangan Kapitalis

 

Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (PERUM BULOG) hanya mencapai 594.856 ton per 22 November 2022. Jumlah CBP tersebut jauh dibawah angka ideal minimal sebesar 1,2 juta ton. Direktur Utama PERUM BULOG, Budi Waseso mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Namun demikian, penyerapan tersebut masih dibawah target. Kondisi tersebut memunculkan wacana impor yang diusulkan oleh PERUM BULOG. Padahal pada awal tahun 2020 pemerintah tidak merencanakan impor (katadata.co.id)

Di samping itu tepat pada tanggal 17 Oktober 2022, Badan Pusat Statistik meliris data bahwa produksi data beras pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 32,07 ton. Sementara konsumsi beras diperkirakan mencapai 30,2 juta ton. Artinya, produksi beras di Indonesia diperkirakan surplus hampir 2 juta ton tahun ini. Hingga 22 November 2022, BULOG telah melakukan penyerapan sebesar 192 ribu ton. Penyerapan tertinggi terjadi pada bulan Maret atau tepatnya saat musim panen raya. 

Namun demikian, realisasi beras yang terserap hanya kurang dari 50 ribu ton. Pasalnya, persediaan beras di lapangan sudah menipis disebabkan memasuki musim tanam. Keterbatasan stok menyebabkan pengepul lebih memilih menyimpan berasnya demi menjaga suplai ke rantai pasoknya ketimbang kepada BULOG.

Wujud Sistem Ekonomi Kapitalisme

Meskipun begitu, Kementrian Pertanian (KEMENTAN) menyatakan kesanggupannya memenuhi kebutuhan beras BULOG sebesar 600 ribu ton dari dalam negeri. KEMENTAN berjanji memenuhi kebutuhan beras BULOG dalam waktu sepekan. Namun setelah dicek, realisasi stok beras yang tersedia untuk BULOG jauh di bawah rekomendasi KEMENTAN. 

Fenomena impor beras menyadarkan kita bahwa inilah wujud kebobrokan sistem ekonomi kapitalisme. Kebijakan-kebijakan yang lahir dari sistem ekonomi kapitalisme sangat lemah serta rapuh tak terkecuali dalam hal impor. Kebijakan impor ala kapitalisme rentan beraroma politis yang kental dengan nuansa praktik korupsi. 

Di samping itu buramnya ideologi (mabda) yang mengarahkan penguasa berpihak pada rakyat dalam mewujudkan kedaulatan swasembada pangan Indonesia. Akhirnya swasembada pangan Indonesia yang direncanakan pemerintah (Joko Widodo) mengalami kegagalan total. Sungguh ironis, negara yang mendapat julukan agraris dengan lahan pertanian yang sangat luas nyatanya bergantung pada impor.

Sistem Ekonomi Islam Solusi Alternatif

Untuk menuntaskan problem ekonomi pangan kita membutuhkan solusi alternatif, sepanjang sejarah hanya sistem pemerintahan Islam yang mampu melakukan pengelolaan dengan baik dan benar terhadap ketahanan pangan yakni Daulah Khilafah. Dalam Daulah Khilafah, penguasa melakukan peningkatan atau memperkuat politik pertanian untuk menjaga ketahanan pangan. Agar lebih strategis, penguasa (Khalifah) akan membuat kebijakan politik pertanian yang disenergiskan dengan politik industri. 

Diantara politik yang disenergiskan penguasa yakni membuat kebijakan sektor pertanian. Kebijakan sektor pertanian bertujuan menjadi primer yang menjamin ketersediaan pangan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi yakni menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit, pupuk yang unggul sedangkan ekstensifikasi yakni mendukung perluasan lahan pertanian.

Kemudian, membuat kebijakan sektor industri pertanian. Di sektor industri pertanian negara hanya mendorong berkembangnya sektor rill saja sedangkan sektor non-riil (yang diharamkan) tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Negara akan bersikap adil dengan tidak memberikan hak-hak istimewa dalam bentuk apapun terhadap pihak-pihak tertentu sebaliknya seluruh pelaku ekonomi akan diperlakukan secara sama. 

Dan terakhir, membuat kebijakan sektor perdagangan hasil pertanian. Di sektor perdagangan hasil pertanian negara melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang menyebabkan kesusahan bagi masyarakat. Demikianlah pengaturan politik pertanian dalam sistem Daulah Khilafah Islamiyah. Terbukti berhasil mensejahterakan masyarakat selama berabad-abad Bahkan mampu menjadikan negara Afrika sebagai kawasan surplus yang ironisnya saat ini (mengadopsi sistem barat) menjadi kawasan yang tingkat kemiskinannya berada pada level sangat menakutkan. 

Wallahu’alam Bisshawab..

Artikel Lainnya

Pupuk Sulit Dicari, Petani Gigit Jari

Satgassus Antikorupsi Polri mengungkapkan berdasarkan temuan pengalaman petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat juga NTT, mereka harus menempuh jarak sekitar 80 km untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Saat memantau pendistribusian pupuk bersubsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024. Berdasarkan temuan tersebut, tim tersebut merekomendasikan agar Kementerian Pertanian menetapkan dalam petunjuk teknis (juknis ) jarak maksimal antar kios petani. Satgasus juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan BUMDes dan Koperasi Desa (KUD) sebagai kios yang lokasinya dekat dengan lokasi petani. (Berita Satu, 23 Juni 2024)

Dikutip dari laman Muslimah News, OPINI “Tujuannya ingin menyediakan subsidi, tapi tidak bisa menjadi solusi. Meski ingin membantu petani, tapi malah membuat mereka gigit jari. Akses terhadap pupuk bersubsidi masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Sulit sekali petani harus berjuang untuk mendapatkannya.

Seluruh rangkaian permasalahan itu karena sistem dan kebijakan penguasa yang masih berorientasi pada ideologi kapitalisme. Negara belum serius meriayah sektor pertanian. Berbeda dengan sistem kepemimpinan & kepemerintahan Islam (Khilafah) yang meninjau pentingnya sektor pertanian bagi ketahanan pangan, Khilafah akan berusaha meriayah dengan cara menerapkan berbagai mekanisme untuk membantu usaha dan kehidupan petani agar lebih sejahtera. Pertama, kemandirian bahan baku pupuk. kedua, Negara mendorong semua orang untuk bersekolah menjadi ahli di bidangnya termasuk bertani. Ketiga, negara mendistribusikan pupuk secara merata. Keempat, negara mengakui kondisi lahan mati yang layak dipulihkan melalui pertanian. Bagi pemilik tanah yang menelantarkan tanahnya dalam jangka waktu 3 tahun.

Sehingga bisa dilihat bagaimana rincinya sistem kepemerintahan dalam Islam yaitu khilafah yang sangat memperhatikan pada sektor pertanian, karena sektor ini merupakan sumber pangan negara. Ketahanan pangan akan terjamin & terwujud jika negara menerapkan sistem Khilafah yang dimana bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Tata Kelola Pertanian untuk Ketahanan Pangan

Persoalan pupuk sejatinya hanya persoalan cabang yang berakar pada sistem tata kelola pertanian yang buruk yaitu kapitalisme no liberal, mengakibatkan minimnya kepemilikan lahan, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen. Sejatinya kalau sistemnya buruk harus diganti, Islam hadir dengan pengaturan yang benar, khususnya dalam bidang pertanian, bagaimana pengaturannya, yuk kita simak tulisan berikut!

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *