Masalah Utama Industri Hulu Migas

 

Kondisi industri hulumigas saat ini disebut tengah mengalami permasalahan yang cukup berat, hal itu dikatakan Oleh Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan yang mengungkapkan soal kondisi Mega saat ini, terutama setelah dunia ini dilanda pandemi 3 tahun, ia mengatakan “Fluktuasinya sangat luar biasa, menurutnya kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan hulu migas secara global maupun Indonesia. (okezone.com, 28/11/2022)

Migas masih menjadi salah satu indikator dalam perekonomian secara global, di mana ekonomi global sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga maupun penurunan harga minyak dunia. Oleh karena itu dia menilai industri hulu migas ini masih belum tergantikan, meskipun saat ini seluruh dunia sudah berbicara mengenai energi terbarukan.

Sebagaimana diketahui bahwa produk-produk yang dihasilkan Migas adalah salah satu produk yang memberikan kontribusi sangat besar dalam emisi gas rumah kaca di Indonesia. Oleh karena itu menurut Mamit, ke depannya industri hulumigas harus benar-benar bisa melakukan transformasi ataupun bisa melakukan perubahan-perubahan untuk mengikuti perkembangan ataupun tuntutan dari permintaan global dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.

Sebagaimana dipahami bahwa dalam sistem kapitalisme, migas adalah salah satu sumber daya alam yang boleh dimiliki oleh swasta, sekalipun pemiliknya adalah individu masyarakat.

Artinya sumber daya alam Migas tidak dipandang sebagai kepemilikan umum yakni rakyat sebagaimana seharusnya, inilah implementasi liberalisasi ekonomi sebagai salah satu konsep dalam sistem ekonomi kapitalis.

Di negeri kita sendiri, pengelolaan minyak dan gas diatur dalam undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang berisi liberalisasi dan swastanisasi, sebagaimana yang tercantum dalam dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.

Undang-undang ini membuka keran selebar-lebarnya bagi swasta, baik lokal maupun asing untuk terlibat dalam pengelolaan migas, baik sektor hulu maupun hilir.

Perubahan undang-undang omnibus dari undang-undang Migas sebelumnya hanya menguatkan peran pemerintah pusat dalam perizinan dan perubahan dalam sanksi bagi yang melakukan pelanggaran liberalisasi migas menyebabkan 44 sektor hulumigas di negeri ini dikuasai asing, alhasil negara hanya mendapatkan pajak yang tidak seberapa dari pengelolaan migas kita.

Di sisi lain dalam hal distribusi, harga migas harus diserahkan pada fluktuasi harga minyak internasional, rakyatlah yang menjadi korban dengan kenaikan harga migas di pasaran.

Liberalisasi migas sejatinya hanya mengecilkan peran negara dalam mengelola sumber daya alam dan memperbesar peran swasta demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Persoalan berikutnya, bahwa perusahaan yang dikelola swasta berada di bawah pengaturan sistem ekonomi kapitalisme sistem ini sangat labil dan rentan resesi ada atau tidaknya bencana atau peperangan.

Setiap 20 tahun sekali sistem ekonomi kapitalis terbukti mengalami depresi yang menyebabkan hancurnya sektor produksi termasuk sektor migas, perusahaan-perusahaan besar harus memutar otak untuk mengembalikan keuntungan seperti semula.

 

Solusi Islam

kondisi ini tidak akan terjadi manakala negeri ini menerapkan sistem ekonomi Islam yang anti resesi, sistem ini juga memiliki konsep kepemilikan yang mengharamkan migas dijadikan sebagai objek komersialisasi dalam sistem ekonomi Islam.

Migas yang depositnya cukup banyak masuk kategori milik umum yang wajib dikelola oleh negara bukan swasta.

Rasulullah saw telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadits.

Rasulullah saw bersabda “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal yaitu Air padang rumput dan api,” hadits riwayat Abu Daud.

Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat.

Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum.

Air, padang rumput, api, jalan umum laut Samudra, sungai besar dan semisalnya bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu, siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum.

Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum, agar tidak menimbulkan kemudorotan bagi masyarakat.

Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat, karena membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya wajib dikelola oleh negara.

Negara lain yang berhak untuk mengelola dan mengeksplorasi bahan tersebut hasilnya dimasukkan ke kas Baitul Mal

Pemimpin dalam sistem Islam yang berwenang mendistribusikan hasil tambang dan pendapatannya, sesuai dengan ijtihadnya demi kemaslahatan umat.

Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan semata, harga jual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi.

Namun boleh menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang wajar, jika dijual untuk keperluan produksi komersial hasil keuntungannya akan dibagikan ke kaum muslimin secara langsung atau dibelanjakan untuk segala keperluan yang berkenaan dengan kegiatan operasional.

Badan negara yang ditunjuk untuk mengelola harta milik umum baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran dan distribusi.

Demikianlah pengelolaan migas dalam Islam, yang membawa kebaikan bagi negara dan rakyat. Konsep ini hanya bisa direalisasikan dalam sistem Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *