Aduhai Negeriku Darurat Zina

Beredar di media sosial sebuah cuitan status seorang istri yang mengidolakan salah satu personil Boyband Korea yang dihentikan dua kali beberapa hari lalu, NTC, sang istri mengeluhkan suaminya yang protes karena menyukai seseorang di luar sana berlebihan. Dan mirisnya, justru sang istri mengancam jika sekali lagi suaminya protes maka lebih baik pernikahannya disudahi.

Beredar pula sebuah surat cinta dari pria cilik usia 6 SD kepada teman wanitanya. Yang kemudian menjadi viral adalah rangkaian kata-katanya yang vulgar ala pasangan suami istri, entah apa yang ada dalam benak orangtuanya jika kemudian vitalnya sampai ke perangkat gawai mereka. Bisa jadi tak hanya habis muka tapi juga hati.

Jika syair lagu dalam salah satu film Warkop Dono, Kasino, Indro yang tenar, “ yang baju merah jangan sampai lolos”, publik pun dibuat terus mengikuti perkembangan kasus video porno di sebuah hotel di Surabaya dengan pelaku gadis berkebaya merah. Polemik memanas di media, mulai dari gaya berkebaya sang gadis dari Bali, mereka yang dari Bali menolak hingga menyeret nama selebritas negri ini. Ternyata diujung cerita ketika kedua pelaku sudah ditangkap polisi dan diadakan penyelidikan di dapati mereka hanya pemain yang menerima job dari sebuah akun Twitter. Muamalah mengerikan,zina pun dijabani demi cuan dan “ bisa tetap bertahan hidup”.

Tak berlebihan bukan jika negeri tercinta ini sudah darurat zina, baik sembunyi maupun secara terang-terangan zina dilakukan siapa saja dan dimana saja. Pelakunya muslim maupun bukan, padahal ini negeri mayoritas penduduknya beragama Islam.

Bisa jadi karena pemimpinnya pun asal-asalan berislamnya, buktinya kemenag kita baru saja mengatakan jika Islam adalah agama pendatang maka harus mau tunduk dan hormat dengan budaya asli Indonesia, yaitu nusantara. Pernyataan yang kontraproduktif sekaligus anhistoris. Sebab faktanya “ agama” selain Islam juga pendatang. Sementara sejarahnya sebelum menjadi Indonesia, Islam telah menjadi agama mayoritas bagi penduduk Nusantara jauh sebelum Negara Indonesia berdiri tanggal 17 Agustus 1945. Karena itu Islam sebetulnya telah menjadi jatidiri bangsa Indonesia. Salah satu buktinya adalah peran besar umat Islam dalam melawan kaum penjajah di era penjajahan yang didasarkan pada spirit Islam, yakni jihad fi sabilillah. Itulah yang ditunjukkan oleh para pahlawan bangsa ini yang mayoritasnya berasal dari kalangan Islam. Sebut, misalnya, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Patimura, Teuku Umar, Cut Nyak Din, dll. Mereka adalah para pejuang Islam yang gigih melawan penjajah yang selalu disertai dengan pekikan takbir.

Bahkan transformasi kekuasaan dari beberapa kerajaan yang sebelumnya bercorak Hindu/Budha ke tangan kesultanan-kesultanan Islam nyaris tak menimbulkan konflik sama sekali. Saat Negara Indonesia berdiri, penduduknya mayoritas telah beragama Islam. Karena itu wajar jika umat Islam memiliki peran yang amat besar terhadap negeri ini, baik sebelum Indonesia berdiri maupun setelah Indonesia berdiri, baik di era penjajahan maupun di era kemerdekaan.

Maka sejatinya, bukan Islam biang kerok persoalan maraknya perzinahan ini, melainkan lepasnya perhatian kaum muslim terhadap syariat Islam. Tidak menjadikannya sebagai jati diri bahkan pedoman hidup. Syariatnya bahkan dipelintir sesuka hati, dianggap hanya layak sebagai pengatur ibadah rutin pemeluknya. Rasulullah Saw sebagai suri tauladan pun tak lagi dianggap riil, melainkan berkiblat kepada budaya barat yang jelas-jelas memusuhi Islam.

Ide kebebasan yang dibawa barat sungguh menafikan keberadaan Allah Maha Melihat. Semua dikerjakan sesuai nafsu, tak ada halal haram. Apapun bisa dijadikan komoditas dan bebas dilakukan asalkan mendatangkan manfaat materi. Termasuk rangsangan-rangsangan atas nama konten, iklan, film, bacaan dan lain sebagainya. Sebab maraknya perzinahan salah satunya berasal dari luar diri seseorang. Pemerintah melalui Kemenkominfo pun merasa kewalahan memblokir situs-situs porno, permainan judi dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariat. Anehnya, situs-situs edukasi Islam, tsaqofah dan yang jelas berkontribusi untuk pencerdasan umat begitu mudah ditutup. Demikian pula acara-acara off air yang mendatangkan banyak kaum muslim dan dai-dai yang masuk dalam daftar bukan dai bersertifikat.

Sikap inilah yang justru menghambat perubahan ke arah lebih baik bagi kaum Muslim. Semua yang menjadi kewajiban kaum muslim tidak terlaksana, maka dampaknya adalah ketidaksejateraan, ketidakadilan, bahkan krisis yang terus menerus di berbagai aspek kehidupan. Hal-hal yang justru bertentangan dengan syariat Allah menjadi gaya hidup sehari-hari, kebodohan atas agamanya berlarut-larut tersistem sehingga suasana amar makruf nahi mungkar tidak berjalan.

Tak ada jalan lain kecuali kembali kepada perintah dan larangan Allah swt, semua bencana baik alam maupun sosial adalah “cara” Allah meminta kita kembali, sebagaimana yang Allah firmankan ,”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS ar-Rum:41). Wallahu a’lam bish showab.

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *