Harga Emas dan Sinyal Pergantian Peradaban

Suara Netizen Indonesia-Harga emas kembali menguat. Penguatan ini sejalan dengan pergerakan positif harga emas dunia, yang dipicu oleh pelemahan nilai tukar dolar AS dan sinyal menurunnya ekspansi suku bunga global, mengembalikan emas sebagai aset safe haven (tribunnews.com, 22/10/2025). Harga emas Antam berada di Rp 2.736.000 per gram naik dikisaran Rp 79.000 yang sebelumnya di harga Rp 2.657.000 per gram.

Sejak pandemi Covid-19 merebak di awal 2020, tren harga emas global terus menanjak tajam. Harga logam mulia ini kembali menguat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 yang memicu meluasnya kekhawatiran geopolitik. Fenomena ini bertambah ketika konflik Palestina-Israel pecah pada Oktober 2023. Tren kembali dimulai ketika Donald Trump mengumumkan kebijakan resiprokal tarif terhadap negara-negara mitra dagang utama.

Harga emas yang sudah mencapai US$3.000 per troy ons melonjak lebih lanjut hingga US$3.300 per troy ons, dan terus menanjak ke rekor terbaru US$4.325 per troy ons pada Oktober 2025. Bank-bank sentral di kawasan Asia tercatat aktif melakukan akumulasi emas sebagai bagian dari cadangan devisa mereka dalam lima tahun terakhir.

Data World Gold Council (WGC) melaporkan sejumlah negara di Asia secara agresif menambah kepemilikan logam untuk bantalan cadangan devisa negaranya. China, Turki dan India menjadi tiga negara yang tercatat paling banyak memborong emas. China melakukan pembelian emas mencapai 354 ton sejak 2020. Sementara Turki telah memborong sejumlah 260 ton, sedangkan India menimbun emas sejumlah 245 ton yang diakumulasi sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan devisa. 

Langkah memborong emas sebagai cadangan devisa di bank-bank sentral Asia dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian global dan menurunnya kepercayaan terhadap dolar AS. Pembekuan cadangan devisa Rusia oleh AS pada 2022 membuat banyak negara menyadari risiko politik dari aset berbasis dolar. Berbeda dengan mata uang fiat, emas tidak dapat dicetak, dibekukan, dipalsukan atau dijatuhi sanksi. Oleh sebab itu emas dipandang sebagai benteng kedaulatan finansial dan aset paling aman bagi bank sentral dunia.

Kepanikan karena meroketnya harga emas menyebabkan antrian panjang di berbagai negara, baik di Indonesia, Vietnam, China hingga Australia. Namun di tengah masifnya aksi pembelian emas oleh bank-bank sentral di Asia, beberapa negara justru mengambil langkah sebaliknya dengan melepas sebagian cadangan emasnya.

Kazakhtan menjadi negara dengan penurunan cadangan terbesar, menjual sekitar 69 ton emas, disusul oleh Filipina yang melepas 66,7 ton. Sementara Sri Lanka dan Mongolia juga tercatat menjual masing-masing 19,1 ton dan 15,8 ton di tengah tekanan ekonomi domestik dan kebutuhan likuiditas (cnbcindonesia.com, 22/10/2025).

Konglomerat sekaligus pendiri Hedge Fund Bridgewater Associates, Ray Dalio dalam akun X yang diunggah pada 15/10/2025 menyampaikan bahwa fenomena ini bukan sekadar kepercayaan melainkan adanya sebuah kesadaran global bahwa US Treasuries tak lagi menjadi aset aman dan emas mengambil alih perannya. Jadi ini bukan tren investasi namun tanda perubahan zaman, yaitu terjadinya perubahan fondasi keuangan dunia. Jika pernyataan ini benar, maka kita sedang menyaksikan detik-detik keruntuhan sistem keuangan global yang telah berdiri sejak akhir Perang Dunia II.

Lebih jauh, Dalio menyebut kita saat ini berada di fase late cycle yaitu fase akhir dari siklus utang besar yang menandai kemunduran setiap peradaban besar. Tanda-tandanya terlihat nyata, yakni utang publik melonjak, ketimpangan sosial melebar, suku bunga riil negatif, dan bank sentral terus mencetak uang untuk menambal lubang. Di sisi lain China, Rusia dan negara-negara BRICS secara terbuka menambah cadangan emas dan mengurangi kepemilikan obligasi AS.

Merujuk pada pernyataan Ray Dalio, bahwa setiap sistem besar dalam sejarah manusia punya tanggal kadaluarsa. Kerajaan, ideologi, uang bahkan peradaban. Dan Tepat pada tahun 2025 ini, dunia sedang menjalani tahun ke 50 Bretton Woods. Bretton Woods merupakan konferensi pembentukan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Internasional untuk rekonstruksi dan pembangunan (World Bank), serta sistem nilai tukar tetap yang didasarkan pada nilai tukar dolar AS terhadap emas.

Tahun 1971, Presiden Nixon menutup lembar sejarah selama ratusan tahun menopang nilai mata uang dengan konvertibilitas dolar terhadap emas. Sejak itu dunia hidup dalam fantasi baru paper money supremacy. Uang bisa dicetak tanpa batas dan nilai bisa diciptakan lewat utang. Sistem ini menciptakan lembaga-lembaga yang mengontrol ekonomi global dan menjajah bangsa-bangsa melalui penjajahan gaya baru neokolonialisme.

Namun sebagaimana sebuah ilusi, realita akhirnya menyadarkan masyarakat. Inflasi global meroket, defisit membengkak, dan kepercayaan mulai luntur dari celah yang sebelumnya dianggap paling kokoh. Selama separuh abad sistem uang kertas harus berakhir, Bretton Woods mengalami gejala klasik yang disebut trust erosion. Sistem ini kini menua dan rapuh. Elit global telah menyingkirkan emas dari transaksi keuangan kemudian menipu dunia dengan standar uang kertas, bahkan saat ini dengan uang digital, namun masyarakat global semakin sadar dan mulai kembali menyimpan emas.

Ketika dolar kehilangan 99,5% daya belinya dalam 100 tahun, dan utang AS melewati $35 triliun, pasar tiba-tiba mengingat sesuatu yang mereka coba lupakan setelah setengah abad, yaitu nilai sejati selalu butuh sesuatu yang nyata. Sejak awal 2024, bank sentral global membeli emas lebih banyak dari obligasi AS. Rasio kepemilikan cadangan devisa kini berubah 24% dalam bentuk emas, hanya 23% dalam bentuk treasuries. Realitas ini menunjukkan perang senyap terhadap sistem moneter yang sudah terlalu lama bergantung pada janji.

Dalam 12 bulan terakhir, AS membayar $1,22 triliun hanya untuk bunga utang. Angka ini setara dengan hampir seluruh belanja sosial negara itu. Untuk perbandingan, program social security tulang punggung kesejahteraan warga senior AS menelan sekitar $1,6 triliun. Artinya, bunga utang kini menjadi pos pengeluaran terbesar kedua pemerintah, dan jika suku bunga tetap tinggi, dalam 1-2 tahun lagi akan jadi yang pertama. Setiap dolar yang diterima pemerintah, 23 sen langsung hilang untuk membayar bunga.

Tidak menciptakan lapangan kerja, tidak ada pembangunan infrastruktur, tidak memperbaiki apapun, hanya menjaga agar sistem tidak runtuh. Inilah yang disebut ekonom sebagai debt trap atau perangkap utang. Saat bunga tumbuh lebih cepat dari ekonomi, satu-satunya jalan keluar adalah manambah utang baru untuk membayar bunga lama. Tidak ada kestabilan ekonomi, dunia jatuh dari satu krisis ke krisis berikutnya yang semakin dalam.

Sistem Emas dan Perak Warisan Rasulullah

Islam menunjukkan ketangguhannya dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan penggunaan mata uang emas dan perak. Mata uang dinar (emas) dan dirham (perak) memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak bernilai tinggi dan diterima luas oleh masyarakat dunia.

Keandalan emas di kancah sejarah memang tak terbantahkan.Walau peradaban hari ini telah menghentikan fungsinya sebagai uang, tetap saja emas diterima sebagai alat pembayaran perdagangan internasional karena nilainya. Logam mulia memiliki nilai jual, yang tidak dimiliki uang kertas.

Berbeda dengan fiat money, emas sulit mengalami inflasi. pemerintah tak mungkin secara tidak terbatas (unlimited) mencetak uang emas atau uang kertas yang di-back up emas. Pasalnya, pencetakan itu sangat bergantung pada tersedianya logam emas itu sendiri yang sifatnya langka (scarce) dan terbatas (limited).

Emas semestinya menjadi alat pembayaran universal (universal money) karena ia bisa digunakan dimana pun, dan diterima sebagai alat pembayaran. Bagi pihak yang meragukan keandalan emas sebagai media alat tukar (exchange currency) dengan alasan emas juga bisa menjadi obyek manipulasi, hal ini bisa ditampik dengan argumen bahwa tidak mudah memanipulasi emas seperti halnya komoditi yang lain. Tidak ada seorang pun yang mau menjual emas di  bawah harga pasar emas. Apalagi tidak ada celah sedikitpun untuk menimbun emas dalam wilayah negara Islam.

Islam memberikan sanksi yang keras bagi pihak yang berani melakukan itu. Pemakaian emas sebagai mata uang adalah hal yang realistis karena emas tersedia secara cukup untuk seluruh umat manusia. Laju pertumbuhan emas berkisar 1,5–4,0% pertahun, sementara pertambahan jumlah penduduk dunia hanya sekitar 1.2% pertahun (www.jurnalekonomi.org). Emas menjadi tidak cukup digunakan sebagai uang jika ada yang menimbunnya. Inilah mengapa Allah SWT sangat mengancam orang-orang yang menimbun emas.

Allah SWT berfirman dalam penggalan Surah At-Taubah ayat 34-35:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34) “(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”[]

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *