Pemimpin, Masjid dan Ketakwaan

Suara Netizen Indonesia–Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih meriwayatkan dari hadis Abu Hurairah ra, ia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Ada tujuh golongan manusia yang Allah Ta’ala akan menaungi mereka pada naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil. Pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah kepada Allah. Lelaki yang hatinya tergantung di masjid.

 

Dua orang yang saling mencintai karena Allah, bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah. Lelaki yang diajak berbuat zina oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan namun dia berkata, ”Aku takut kepada Allah.” Orang yang mensedekahkan sesuatu kemudian dia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan oleh tangan kanannya. Dan orang yang mengingat Allah sendirian lalu kedua matanya berlinang air mata.”

 

Ada beberapa kalimat yang patut dicermati yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah kepada Allah dan lelaki yang hatinya tergantung di masjid. Seolah hendak menjelaskan ada keterkaitan yang erat di antara ketiganya. Bahwa pemimpin yang adil itu adalah pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah kepada Allah, menghamba, memberikan usia terbaiknya sebagai pemuda untuk mempelajari semua ilmu dan tak tergoda dengan gaya hidup di luar itu.

Baca juga: 

Nyawa Bukan Angka Statistik, Kapan Evaluasi?

 

Dan seolah ditutup dengan kalimat lelaki yang hatinya tergantung di masjid. Tempat dimana semua hamba bersujud, menyadari kelemahan ciptaan dan meminta rahmat serta ampunan dosa kepada Sang Pemilik hati. Sungguh perpaduan yang luar biasa, pemuda, masjid dan pemimpin.

 

Namun sebenarnya kombinasi pembinaan ideal ini bukan hal yang asing, Rasûlullâh Saw. menjadikan masjid bukan sekadar tempat salat atau kegiatan ibadah lainnya, namun juga tempat diskusi politik, pendidikan, kajian, mengatur strategi perang, musyawarah dengan para sahabat hingga halaman masjid adalah tempat para pemuda berlatih pedang.

 

Dan sungguh menggelitik hati, ketika berita di media sosial memberitakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia didaulat menjadi Ketua Dewan Pembina Pemuda Masjid Dunia.

 

Presiden Pemuda Masjid Dunia Said Aldi Al Idrus menjelaskan Bahlil menjabat jabatan tersebut karena dinilai peduli kepada organisasi pemuda masjid di seluruh Indonesia, serta telah memberikan bantuan aktif untuk Palestina, Rohingya, hingga Thailand Selatan melalui Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) dan Dunia Melayu Dunia Islam Indonesia.

 

Aldi menambahkan, Bahlil juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Pemuda Masjid Papua. Dengan peran beliau yang memang hatinya terikat dengan masjid, maka dari itu dengan satu suara para formatur sepakat mendaulat Bahlil Lahadalia menjadi Ketua Dewan Pembina Pemuda Masjid Dunia (antaranews.com, 28-9-2025).

 

Kita memang tak perlu tahu seberapa besar sumbangan beliau untuk setiap amal sosial kemanusiaan, bahkan juga seberapa besar upaya yang sudah beliau keluarkan untuk pembiayaan aksi-aksi sosial yang beliau inisiasi. Namun, sungguh jejak digital tak akan mudah dihapuskan.

 

Bagaimana sebuah foto beredar tanpa sensor Bahlil duduk dengan di sebelahnya botol khamar Banyak netizen mengulas harga dan jenis minuman itu yang bukan kaleng-kaleng. Kemudian kiprah Bahlil sebagai menteri ESDM yang melepas jutaan hektar tambang kepada Investor. Padahal jika ia seorang muslim taat, yang hatinya lekat dengan masjid semestinya paham haramnya khamar dan menguasai tambang bukan untuk maslahat rakyat.

 

Sangat ironi jika kemudian ia menjadi ketua dewan pembina pemuda masjid dunia. Berdasarkan apa? Latar belakang? Profesinya yang kebetulan pejabat negara atau apa? Dan berita yang santer, penetapan ini sebagai balas Budi di masa lalu. 

 

Kapitalisme Menempatkan Orang Asal Comot

 

Namun inilah fakta Sistem Kapitalisme dalam hal kepemimpinan. Asal comot dan bukan berdasar pada keahlian. Meski mungkin dewan pembina pemuda masjid tidak berhubungan langsung dengan pemerintahan, namun patut dipastikan, hasil pembinaan masjid adalah pemuda yang berkepribadian Islam dan siap memberikan yang terbaik bagi agama dan negara. Dengan kapasitas Bahlil apakah akan tercapai tujuan yang dimaksud?

Baca juga: 

Sekolah Rakyat atau Sekolah Unggulan Garuda?

 

Jangankan posisi dewan pembina masjid, berbagai posisi dalam Sistem Kapitalisme sangat minim mengedepankan profesionalitas, bahkan tak jarang tak nyambung ,seorang insinyur menjadi Menkes, seorang musisi menjadi direktur utama anak BUMN, penyanyi menjadi komisaris, purnawirawan TNI menjadi ketua BGN, dan seterusnya. Sistem Kapitalisme lebih kepada menempatkan orang berdasarkan kedekatan, jatah partai, jatah anggota koalisi dan timses, wakil rakyat pun tak butuh ijasah pendidikan tinggi, pesanan nepotisme dan lainnya. Bukan karena tak ada orang pintar di negeri ini, tapi bagi-bagi kue keniscayaan terutama yang dekat dengan circle penguasa.

 

Pemimpin dan Pertanggungjawaban

 

Jika dalam Sistem Kapitalisme banyak orang berebut menjadi pimpinan. Sebab bukan rahasia lagi jika jabatan dan kekuasaan adalah jalan untuk mendapatkan kekayaan dan berbagai preville. Seolah manusia dihargai hanya karena jabatannya, bukan karena kemampuan terutama ketakwaannya.

 

Berbeda dengan Islam. Dari Abu Dzar, dia berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberikan jabatan kepadaku?” Beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau, lalu berkata: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu adalah seorang yang lemah. Sesungguhnya ia (jabatan) adalah amanat. Sesungguhnya pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajibannya di dalamnya.”Sesungguhnya pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajibannya di dalamnya.”(HR. Muslim).

 

Artinya kekuasaan adalah amanah, jabatan apapun demikian, tidak sembarang orang bisa melaksanakan, sebab jabatan itu di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.

 

Bencana bertubi-tubi yang melanda negeri ini sebenarnya sudah bisa menjadi pertanda azab Allah bagi kita hambaNya yang ternyata banyak melanggar aturanNya. Bahkan jelas-jelas mengambil aturan manusia untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan pongah kita menganggap sudah bekerja dengan jabatan yang ada padahal dalam waktu yang sama, hukum Allah dicampakkan.

Baca juga: 

Drama Ibadah Haji, Danantara Beraksi

 

Maka mesti kita sadari, sepanjang kita menerapkan sistem berbasis pemisahan agama dari kehidupan ini, maka selama itu kita akan dapati berbagai kesulitan, sebab orang-orang yang memimpin kita tak lebih dari pelaksana hukum manusia. Jika ingin ada perubahan, memang benar hanya satu caranya, yaitu kembali kepada penerapan Islam kafah. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *