Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan

Suara Netizen Indonesia–Apa yang tidak dioplos di negeri ini? Minyakita dioplos dengan minyak curah, BBM jenis Pertamax (RON 92) dioplos dengan bahan bakar beroktan lebih rendah, seperti Premium (RON 88), gula dan bahan pokok lainnya.
Oplosan dilakukan untuk menekan harga jual atau meningkatkan keuntungan pedagang dengan cara mencampurkan bahan yang lebih murah atau mengurangi kualitas bahan aslinya. Kali ini yang viral adalah oplosan beras, dan sudah beredar sampai di supermarket, minimarket dan dikemas seolah-oleh premium tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman membenarkan berita ini. Ia menegaskan praktik semacam ini jika dipertahankan tanpa evaluasi dan pencegahan nyata akan menimbulkan kerugian luar biasa hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun (kompas.com, 13-7-2025).
Baca juga:
Temuan ini merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan dimana ada 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu. Pemerintah mencegah semakin banyak kerugian yang dialami oleh petani, dengan langsung melaporkan kasus ke Kapolri dan Jaksa Agung, berharap proses penegakan hukum berjalan cepat dan memberi efek jera ke para pelaku (produsen beras) nakal yang bermain di sektor pangan pokok nasional.
Demikian pula dengan Satgas Pangan bersama aparat penegak hukum telah memanggil dan memeriksa produsen-produsennya. Sejauh ini baru didapati 26 merek beras yang diduga merupakan hasil praktik penipuan, berasal dari empat perusahaan besar produsen beras, yakni Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Pemerintah pun memberikan ultimatum tegas kepada para pengusaha beras agar segera mematuhi regulasi yang berlaku, khususnya terkait mutu, harga, dan kesesuaian informasi pada kemasan produk. Sebab ada anomali: harga di tingkat penggilingan turun, tetapi harga di konsumen naik. Persoalan lainnya mutu tidak sesuai, harga melebihi HET, dan berat tidak pas (metrotvnews.com, 29-6-2025).
Kecurangan Beras Premium, Mengapa Regulasi Tak Bergigi
Hari ini baru berikan ultimatum? Padahal praktik oplos mengoplos ini sudah bukan aktifitas baru. Sepanjang sejarah perekonomian di Indonesia selalu muncul kasus yang sama. Jelas ini hanya solusi berandai-andai dari pemerintah. Regulasi tam bergigi, satgas panganpun tak berkutik, terlihat bekerja saat sudah viral. Masihkan kita percaya bahwa pemerintah ada untuk rakyatnya?
Baca juga:
Perundungan, Tren atau Salah Urus?
Hal itu hanya nyata ketika kampanye pemilihan pemimpin berlangsung, itu pun secara teknis pemilihan rakyat sudah dibohongi, karena sejatinya siapa pemimpin selanjutnya sudah diketahui bahkan ditentukan. Euforia pesta Demokrasi menyisakan penderitaan dan kepedihan bagi rakyat.
Jelas rakyat kembali yang dirugikan, sekali lagi oplosan adalah salah satu cara para pengusaha beras itu meraih keuntungan yang besar, kecurangan adalah jalan tol terbaik mewujudkannya. Beras adalah salah satu makanan pokok rakyat, tentulah ini menjadi ladang bisnis yang strategis, bermainlah mereka dalam kecurangan timbangan dan kualitas atau jenis beras.
Mirisnya pelakunya adalah Perusahaan besar, dan negara sudah memiliki regulasi pengaturan sektor ketahanan pangan ini. Semua tak laku, buyar dengan kesepakatan yang lebih mendatangkan manfaat bagi negara dan pengusaha.
Negara kita, sistem ekonominya menerapkan sistem Kapitalisme, dimana asasnya adalah pemisahan agama dari kehidupan masyarakat maupun negara. Maka, praktik kecurangan adalah suatu keniscayaan . Sebab tak dikenal halal haram, semua akan dilampaui demi keuntungan, termasuk jika harus melanggar regulasi.
Persoalan yang berulang dalam waktu yang panjang, menunjukkan lemahnya pengawasan dan juga sistem sanksi. Setiap hukuman yang dijatuhkan hakim tak menimbulka efek jera, seringnya malah hakim dan aparat hukum yang lain bisa disulap dengan sejumlah materi.
Padahal, kekuasaan bukan permainan, juga bukan jalan mendapatkan keuntungan pribadi, tapi periayaan (pengurusan) dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat oleh Allah swt.
Mengapa bisa lahir penguasa yang zalim dan tak benar-benar mengurusi urusan rakyatnya? Karena sistem pendidikan kita juga asasnya sekular. Agama dipelajari sebatas informasi, bukan dipraktikkan bahkan dikaji secara konperensif agar tercetak generasi yang berkepribadian Islam. Dimana akal dan nafsunya tertundukjan dengan Islam.
Jelas jangan berharap kita bisa mendapati generasi yang bertakwa sekaligus amanah. Orientasi pendidikan hari ini hanya link and match dengan dunia kerja. Sementara di tingkat kabinet pemerintahannya marak rangkap jabatan atau, penempatan orang-orang partai atau timses sebagai pejabat strategis di berbagai BUMN.
Dimana link and matchnya? Dampaknya munculnya banyak pengangguran usia produktif. Bila tidak karena penempatan orang-orang terdekat rezim pada jabatan tertentu, seperti ASN untuk para timses pemilihan kepala daerah maka para pencari kerja itu dihadapkan dengan rumitnya syarat dan sulitnya akses permodalan untuk bekerja mandiri. Menjadi petani misalnya.
Padahal mewujudkan ketahanan pangan, bukan hanya melibatkan petani dan lokasi lahan tapi juga butuh peran negara dari hulu hingga hilir aspek ini yang rentan dikuasai oleh korporasi yang orientasinya bisnis. Bayangkan saja ketika kekayaan negara ini dikuasai hanya oleh 60 keluarga, dalam bentuk Penguasaan sektor tambang, tanah, dan sumber daya alam lainnya. Sementara penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10 persen, sehingga tidak punya bargaining power terhadap korporasi.
Ditambah dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama bilateral maupun internasional yang membebaskan perdagangan, menghapus pajak hingga wajib mengimpor barang dari anggota kerjasama yang lain. Semisal impor beras dari Vietnam. Kondisi dalam negeri lemah, dimasuki barang impor yang melimpah jelas rakyat lagi yang kelimpungan.
Islam Wujudkan Ketahanan Pangan Mandiri
Bagi pejabat atau penguasa, Islam mengharuskan mereka amanah dan juga bertanggungjawab dalam menjaga tegaknya keadilan. Apalagi penguasa adalah pelayan rakyat, sebagai raain dan junnah bagi rakyatnya. Rasulullah Saw. Bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Baca juga:
Satgas Andalan, Kriminalitas Terus Jalan
Maka penguasa dalam Islam adalah orang yang wajib menegakkan syariat Islam agar keadilan dan kesejahteraan benar-benar terwujud. Tegaknya aturan didukung oleh tiga hal. Pertama, ketakwaan individu, kedua kontrol masyarakat berupa amar makruf nahi mungkar, baik kepada sesama maupun kepada para penguasa dan ketiga adalah penegakkan aturan oleh negara , yang kemudian bisa terwujud sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.
Khalifah mengangkat Qadi Hisbah, yaitu seorang hakim yang akan memeriksa dan memastikan regulasi terkait pelanggaran hak-hak masyarakat di ranah umum berjalan dengan baik dan sesuai aturan. Termasuk jika ada kecurangan transaksi di pasar, pengoplosan barang dan kualitasnya.
Negara berdasarkan syariat wajib hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai produksi-distribusi-konsumsi. Negara memastikan para petani, ujung tombak terwujudnya ketahanan pangan yang kuat dan mandiri untuk mendapatkan benih, pupuk, berbagai teknologi pertanian, pengembangan varitas unggul dari para ahli pertanian hingga pasar yang aman bagi perdagangan yang adil. Hingga peraturan tentang tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut akan diberikan kepada orang yang sanggup mengelola.
Tak ada satgas pangan yang hanya bekerja memantau pasokan , tapi masuk dalam departemen dalam negeri yang berisi pegawai negara yang bertugas tidak hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengurusi rantai tata niaga sehingga tidak terjadi kecurangan seperti ini serta konsumsi untuk memastikan pangan benar-benar sampai kepada seluruh rakyat.
Penguasa, dalam hal ini negara tidak boleh mematok harga, hal ini dapat mencegah terjadinya anomali harga di pasar. Semua diserahkan pada mekanisme pasar, jika terjadi inflasi karena bencana dan lain sebagainya maka Khalifah akan memberi perintah untuk subsidi dari wilayah KeKhilafahan yang surplus kepada wilayah yang minus. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.
Pengaturan Islam telah terbukti selama 1300 tahun dalam sejarah kehidupan manusia mampu memberikan kesejahteraan yang tiada banding. Dan inilah yang harus diperjuangkan kaum muslim hari ini, sebagaimana perintah Allah SWT. untuk masuk Islam secara keselurahan. Bukan dalam ibadahnya saja melainkan dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat maupun negara. Wallahualam bissawab. [SNI/ry].
[…] Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan […]
[…] Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan […]
[…] Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan […]