Evaluasi Menunggu Harakiri

Suara Netizen Indonesia–Kembali airmata mengalir membaca berita tenggelamnya moda transportasi laut kita. Menjelaskan bahwa pemerintah kita belum juga berbenah. Mau berapa lama lagi penguasa negeri ini evaluasi, haruskah menunggu satu persatu Harakiri ( Jepang.pen). 

 

Rabu malam, 2 Juli 2025, sekitar pukul 23.20 wib, dilaporkan Kapal feri KMP Tunu Pratama Jaya milik operator swasta PT Raputra Jaya tenggelam, saat berlayar di lintasan Ketapang–Gilimanuk. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menerima sinyal darurat melalui radio pada pukul 23.35, kapal mengalami blackout, terbalik kemudian terbawa arus ke arah selatan ungkap Shelvy Arifin, Corporate Secretary ASDP (shippingcargo.co.id, 4-7-2025). 

 

Kapal tercatat mengangkut 65 orang, terdiri atas 53 penumpang dan 12 kru, serta membawa 22 unit kendaraan. Meski posisi terakhir kapal tercatat pada koordinat -08°09.371′, 114°25.1569′, namun tidak lagi banyak yang diselamatkan sebab kapal sudah tenggelam di dasar selat. Membawa duka mendalam bagi dunia transportasi nasional, mengapa evaluasi tak kunjung ada meski korban sudah terlalu banyak. 

 

Kita bicara nyawa manusia dan keselamatannya. Jika teknologi itu ada, bukankah sudah semestinya bisa dimanfaatkan manusia untuk mempermudah urusannya? Pakar transportasi laut dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ing Ir Setyo Nugroho menjelaskan kecelakaan kapal jenis feri yang sering terjadi penyebabnya juga berupa faktor yang berkesinambungan. Bukan hanya karena faktor alam, namun ada kelalaian manusia di dalamnya (sekitarsurabaya.com, 4-7-2025). 

Baca juga: 

Perundungan, Tren atau Salah Urus?

 

Yoyok menyebutkan meski cuaca ekstrem bisa jadi faktor penyebab, karena cuaca laut yang sulit diprediksi, namun kurangnya pemeliharaan pada mesin kapal hingga tidak dilakukannya perhitungan stabilitas muatan secara tepat, kerap menjadi pemicu utama terjadinya kecelakaan kapal. Jelas faktor kelalaian manusia yang lebih mendominasi. 

 

Masih kata Yoyok, pentingnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional pelayaran. Di antaranya adalah prosedur pemuatan, perawatan kapal, hingga pengelolaan navigasi. Tidak hanya itu, sistem manajemen muatan pun perlu diperbaiki agar setiap kapal memuat sesuai kapasitas dan stabilitasnya diperhitungkan secara akurat.

 

Kapitalisme, Memperburuk Kualitas Jaminan Rasa Aman

 

Sebagai bahan awal investigasi, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mulai mengumpulkan sejumlah dokumen dan video detik-detik tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Hal itu disampaiakn oleh Soerjanto Tjahjono Ketua KNKT (suarasurabaya.net, 4-7-2025).

 

Sedangkan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tanjungwangi, Purgana menegaskan, Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya masih dalam kondisi layak beroperasi berdasarkan dokumen dan status teknis kapal saat insiden tenggelam terjadi di Selat Bali. Ia mengatakan kapal telah menjalani pemeriksaan rutin dan seluruh surat-suratnya masih berlaku (detikjatim.com, 3-7-2025). 

 

Namun jika melihat sejarah KMP Tunu Pratama Jaya 3888 , diketahui dibuat di Galangan Kalimas, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 2010. Dari waktu produksi, kapal ini diketahui berusia 15 tahun. Namun, struktur fisiknya diduga telah berusia 25 tahun atau dibuat sejak tahun 2000.

Baca juga: 

Satgas Andalan, Kriminalitas Terus Jalan

 

KMP Tunu Pratama Jaya dikelola oleh perusahaan swasta PT Raputra Jaya. Perusahaan ini berasosiasi dengan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai otoritas pengawas dan penyelenggara jasa pelabuhan dalam operasional rute penyeberangan harian (detik.com, 4-7-2025). 

 

Yang miris, kapal KMP Tunu Pratama Jaya pernah kandas 3 Kali. Oktober 2021, terseret arus dan kandas di dekat dermaga Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Peristiwa kedua terjadi pada Kamis, 18 Agustus 2022, kembali mengalami kandas ketika hendak bertolak dari Pelabuhan Gilimanuk ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur. 

 

Ketiga, kembali kandas pada Kamis, 22 Desember 2022 sekitar pukul 21.30 Wita di Deraman Landing Craft Mechanized (LCM) Pelabuhan Gilimanuk. Meski tidak ada korban jiwa, namun kapal tetap beroperasi. Keselamatan atau evaluasi ternyata tak lebih penting dari pendapatan perusahaan. Sungguh miris!

 

Islam Jamin Keselamatan

 

Transportasi publik adalah salah satu yang harus dijamin negara. Dalam pandangan Islam, bukan hanya perkara keselamatan, namun ini adalah amanah yang harus ditunaikan. Sebab fungsi negara adalah riayah (pelayan) dan junnah ( perisai) umat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,” Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. [HR. Bukhari]. 

 

Tak hanya akses yang murah dan mudah. Namun negara menurut syariat wajib membangun fasilitas publik pendukungnya, dan melakukan investigasi secara berkala terhadap berbagai moda transportasi baik udara, darat dan laut. Berbagai kecanggihan teknologi juga akan diadopsi agar rakyat semakin mudah. Hal itu tidak mustahil bagi negara, dengan skema Baitulmal yang mandiri, pelayanan kepada rakyat akan semakin mudah. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

Artikel Lainnya

Dalam Sistem Kapitalisme, Keamanan dan Kenyamanan Transportasi hanya Ilusi?

Menjelang mudik lebaran 2025, pemerintah menawarkan berbagai program diskon tiket transportasi untuk memudahkan perjalanan pemudik. Sebagian pihak menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang pro rakyat, namun sebagian lain merasa kecewa karena diskon tarif tol hanya membantu pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, sementara 60% pemudik mengandalkan transportasi umum seperti bis atau kapal laut yang justru tidak mendapat diskon. Tak heran travel gelap menjamur di masyarakat.

Selain itu kemacetan parah di jalur utama pun kerap terjadi berbagai persoalan yang muncul dalam sistem transportasi. Mudik tidak dapat dilepaskan dari permasalahan mendasar yang berkaitan dengan buruknya tata kelola transportasi yang berlandaskan sistem kapitalisme sekuler. Dalam sistem ini transportasi tidak lagi dipandang sebagai kebutuhan publik yang harus dijamin oleh negara, melainkan sebagai komoditas yang dikelola berdasarkan prinsip keuntungan.

Dalam pandangan Islam transportasi merupakan fasilitas publik yang harus dikelola demi kepentingan masyarakat luas dan tidak boleh dijadikan komoditas yang dikomersialkan demi keuntungan segelintir pihak. Meskipun pembangunan infrastruktur transportasi memerlukan biaya besar dan proses yang kompleks negara tetap memiliki kewajiban penuh untuk mengelolanya tanpa menyerahkan kepada pihak swasta yang berorientasi pada profit. Bahkan haram bagi negara jika melakukannya.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *