Nilai-nilai Kebangsaan, Kompas Moral Pengabdian Negara

Suara Netizen Indonesia–Hari lahir Pancasila, menurut Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Iwan Koswara adalah momentum penting untuk kembali meneguhkan komitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan. Menurutnya, Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga menjadi kompas moral dan arah pengabdian bagi para wakil rakyat di Jawa Barat.

 

Sebagai wakil rakyat, menurut Iwan Koswara lagi, Pancasila maknanya bukan sekadar simbol, tapi pijakan dalam memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada semua lapisan masyarakat. Termasuk mereka yang selama ini kurang mendapatkan perhatian, seperti kelompok disabilitas. Maka Jawa Barat harus menjadi (Republika.co.id, 1-6-2025).

 

Iwan menyoroti pentingnya mewujudkan layanan publik yang inklusif dan ramah disabilitas di Jawa Barat tanpa diskriminasi. Ia mengajak seluruh elemen pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama memastikan pemerataan pembangunan hingga ke pelosok kabupaten dan kota agar peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tidak hanya terjadi di kota-kota besar. 

Baca juga: 

Yakin Solusi Dua Negara Akhiri Konflik?

 

Pancasila mengajarkan keadilan sosial, gotong royong dan kemanusiaan. Artinya, setiap warga Jawa Barat berhak hidup sejahtera, tanpa memandang latar belakang atau tempat tinggal, Iwan sebagai anggota DPRD merasa wajib terus memperjuangkan kebijakan berlandaskan Pancasila. 

 

Sekulerisme Hanya Wujudkan Kebaikan Semu

 

Semua individu rakyat, termasuk mereka yang disabilitas berhak mendapatkan kesejahteraan. Dan hal itu hanya bisa terwujud jika negara tidak berlepas tangan. Dan bahwa setiap kebijakan memang sudah seharusnya memiliki dasar yang kuat agar mampu melahirkan aturan yang kokoh pula. 

 

Pancasila sebagai idiologi atau dasar negara, sepertinya masih harus dipertanyakan keefektifitasamnya dalam melahirkan aturan. Sebab, selama ini aturan yang diterapkan oleh negara adalah KUHP yang bersumber dari hukum Belanda untuk Hindia Belanda ( Indonesia kini). Tentu banyak pertentangan dan bahkan sudah tidak relevan dengan zaman. 

 

Pertentangan yang ditimbulkan karena hukum buatan Belanda mengandung cara pandang mereka yang kafir, bagaimana mungkin sebuah bangsa yang mayoritas penduduknya memeluk Islam tapi berhukum kepada undang-undang buatan kafir? Jika pun dipaksakan Pancasila sebagai idiologi negara, kemudian syarat sebuah idiologi harus melahirkan aturan, akan terlihat lagi lebih banyak pertentangan. 

 

Dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu aturan yang wajib ditegakkan adalah tidak boleh ada individu rakyat yang mengakui bahwa Tuhan itu ada lebih dari satu. Nyatanya, agama di Indonesia yang diakui ada yang memiliki ratusan “Tuhan” atau dewa. Bahkan, ada yang tetap mengatakan Tuhan memiliki anak, artinya Tuhan bukan Esa atau satu. Al-Qur’ an pun jelas membantah itu. Allah SWT. berfirman yang artinya,” “Allah tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (TQS. Al-Ikhlas: 3-4). 

Baca juga: 

Judol, Cara Murah Hancurkan Generasi

 

Bagaimana pula dengan sila ke empat, ” Kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan”? Ayat ini memiliki 10 butir pengamalan Pancasila, salah satunya berbunyi, ” Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan”. Artinya tugas wakil rakyat yang sudah dipercaya oleh rakyat untuk menjadi wakil rakyat memiliki tugas melaksanakan permusyawaratan. Membahas setiap persoalan umat dengan mencari kata mufakat terkait solusi. 

 

Tercapainya mufakat bukan berarti merendahkan akidah dan syariat yang bagi muslim nilainya mutlak tidak boleh tidak harus taat dan terikat dengan halal haram. Namun, faktanya, wakil rakyat kita masih mencari kata mufakat terkait khamar, judi, perselingkuhan, dan aktifitas lainnya yang jelas-jelas bagi akidah muslim sudah jelas hukumnya, haram, maka tidak perlu lagi dicari kata mufakatnya. 

 

Jika ada pendapat yang mengatakan kita ini negara majemuk, warga bukan hanya beragama Islam tapi ada yang lain. Pertanyaannya, apakah jika negara bisa jamin produk halal apakah selain Islam akan mengalami kerugian? Islam adalah agama Rahmatan Lil Aalamin, dimana Rahmat dan Kasih Sayang Allah akan meliputi segala sesuatu untuk manusia muslim atau non muslim. Bahkan untuk alam semesta. 

 

Meluruskan Sesat Pikir dengan Islam

 

Menjadikan Pancasila sebagai pedoman para wakil rakyat menjalankan tugas kenegaraannya itu jelas sesat pikir. Sebab sebagai sebuah idiologi, syarat utamanya, tidak bisa terwujud yaitu bersumber dari akidah yang melahirkan peraturan. Tak ada satu pun butir-butir pengamalan Pancasila yang bisa disamakan dengan peraturan, karena tak ada sanksi jika ada pelanggaran. Aturan Indonesia sekali lagi menggunakan KUHP..

 

Dan kemudian menjadikan Pancasila sebagai dasar atau kompas kinerja para wakil rakyat jelas sebuah kemunduran, sebab itu artinya mengajak untuk bertindak sekular, atau memisahkan agama dari kehidupan. Padahal perilaku sekular menyebabkan penderitaan berkepanjangan. Karena sama artinya dengan menjadikan manusia bebas membuat hukum sendiri sebab bebas dari aturan syariat. Ini berbicara dengan konteks kita sebagai muslim yang sebenarnya sudah memiliki idiologi sendiri, yaitu Islam. 

 

Islam bukan sekadar agama ritual tapi juga syariat, artinya Islam bisa menjadi solusi bagi setiap problem manusia. Sangat masuk akal, Islam berasal dari Allah SWT, Pencipta manusia, alam dan seisinya. Bahkan Allah lah yang mengetahui kapan dunia berakhir dan kemudian memberikan balasan kepada manusia atas apapun yang dikaruniakan kepada manusia. Yaitu akal, apakah akalnya telah membawa dirinya kepada ketaatan kepada Allah. 

Baca juga: 

Bicara Asal, Solusi tak Berdasar

 

Maka, sangatlah riskan jika standar berpikir wakil rakyat kita memisahkan agama dari kehidupan. Dalam pandangan Islam, wakil rakyat adalah wakil umat, yang memiliki kewenangan muhasabah kepada penguasa. Bukan membuat hukum. Sebab hak membuat hukum hanya Allah SWT. sebagaimana firmanNya yang artinya, “Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus“. (TQS Yusuf :40).

 

Khalifah bisa mengambil pendapat majelis umat atau berijtihad sendiri terkait suatu hukum. Dan perintah pemimpin (imam) adalah penghapus perbedaan. Pelaksana hukum hanya Khalifah, bukan yang lain. Penerapan hukum Islam akan membawa manusia kepada kesejahteraan dan keadilan, jauh melampaui peradaban apapun di dunia ini. Sebagaimana yang ditulis oleh sejarawan Barat Will Durant yang seorang sejarahwan barat yang memuji kesejahteraan negara Khilafah. 

 

Dalam buku yang ia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan:”Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *