Pengangguran, Butuh Pekerjaan Bukan Pernikahan

Suara Netizen Indonesia–Viral permohonan maaf dan klarifikasi dari salah satu calon wakil gubernur Ibukota. Dalam siaran persnya, yang bersangkutan mengakui bila guyonnya kurang tepat dan bijaksana sehingga  menimbulkan kegaduhan (cnnindonesia, 30-10-2024).

 

Ya, sudah tentu yang dimaksud adalah ucapan yang menyarankan  pemuda pengangguran agar menikah dengan janda kaya. Gaduhnya publik bukan semata karena saran tersebut, tetapi disebabkan pernikahan Baginda Rasulullah saw. dengan Sayyidah Khadijah  turut dicatut. Tak sedikit dari umat muslim ibukota yang menuding ada aroma penghinaan terhadap Nabi saw. Ramai mereka mengutip kitab Sirah Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam, yang menjelaskan  bahwa ketika menikah dengan Sayyidah Khadijah,  Nabi Muhammad saw. (belum menerima wahyu saat itu) memberikan mahar berupa 20 ekor unta betina muda dari pendapatan beliau sendiri.

 

Jika dikonversi ke   harga unta saat ini yang bervariasi dari 30- 50 juta rupiah, maka  total di kisaran ratusan juta hingga satu triliun rupiah. Masya Allah.

 

Tetapi tulisan ini tak hendak membahas hal serupa. Cukuplah sirah yang menjelaskannya. Hanya saja cukup menggelitik saat mencermati ada poin yang masih samar terkait solusi terhadap soal pengangguran yang semakin meningkat. Sebab banyaknya angkatan pencari kerja di negeri ini  sudah tentu tak butuh guyon menikah dengan janda kaya, melainkan lapangan kerja yang nyata.

 

Baca juga: 

IPM Tinggi, Indikator Sejahtera Hakiki?

 

Apalagi masih menjadi amanat konstitusi negeri bahwa  setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya negara wajib menyediakan dan memudahkan akses setiap individu untuk terserap di lapangan kerja.

 

Namun apa daya, hingga saat ini kurangnya lapangan kerja masih jadi masalah krusial anak negeri. Kartu pra-kerja sebagai program yang digadang bisa menurunkan tingkat pengangguran belum menampakkan hasil signifikan bahkan setelah rezim penggagasnya lengser.

 

Memang berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran menunjukkan tren menurun dibanding tahun lalu. Tetapi di saat yang sama Dana Moneter Internasional (IMF) per April 2024 juga merilis  bahwa tingkat pengangguran Indonesia sebesar 5,2% adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. (liputan6.com, 2-11-2024).

 

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terdapat Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang oleh banyak pihak dinilai sama saja dengan menggelar karpet merah bagi masuknya TKA.

 

Begitulah ketika bersandar pada aturan buatan manusia. Kerap hanya menuai kekecewaan.    Terlebih ideologi kapitalisme yang bercokol saat ini meniscayakan lepasnya peran negara dalam mengatur urusan dan kepentingan rakyat.

 

Seolah negara tak berdaya selain menyerahkan kepada rakyat  untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Tak terhitung pernyataan yang terlontar dari lisan para pejabat publik sebelumnya sebagai bukti akan hal tersebut.

 

Baca juga :

Kerapuhan Mental Generasi, Kemana Arah Solusi?

 

Mulai dari menyeru menanam cabai sendiri ketika harga cabai mahal, meminta masyarakat diet agar terangkat kemiskinannya, menghimbau untuk mengonsumsi ubi rebus saat harga beras mahal, dan masih banyak lagi.

 

Sungguh apa yang kita saksikan selama ini tak akan terjadi bila Islam yang diterapkan secara menyeluruh. Berbeda dengan kapitalisme yang buatan makhluk, syariat Islam datang dari Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur seluruh alam semesta, termasuk makhluk di dalamnya.

 

Wajar bila syariat tak mengenal ritual lima tahunan, karena ia berlaku hingga akhir zaman dan menjawab semua problem kehidupan. Mari menyimak teladan Rasulullah saw. terkait  soal pengangguran.

 

Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Anas bin Malik ra,  pernah  seorang pemuda pengangguran datang meminta-minta kepada Rasulullah saw. Lalu beliau bertanya kepada pemuda  itu apakah ia memiliki barang yang bisa dijual di rumahnya dan dijawab bahwa ia memiliki sebuah cangkir. Oleh Rasulullah saw. cangkir tersebut dilelang ke para sahabat dan mendapatkan dua dirham.

 

Rasulullah kemudian memberikan dua dirham itu kepada si pemuda lalu memintanya menggunakan uang itu untuk membeli kapak dan mencari kayu agar  bisa dijual guna menutupi kebutuhannya sehari-hari.

Baca juga: 

Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi

 

Tampak yang dilakukan Rasulullah adalah mengusahakan dan menyediakan lapangan kerja, bukan menikahkannya dengan wanita kaya. Sebab bekerja bagi laki-laki muslim merupakan hal wajib yang datang bersama dengan kewajibannya menanggung nafkah keluarga.

 

Sehingga negara dalam Islam diwajibkan memberi kemudahan bagi setiap laki-laki muslim untuk memenuhi kewajibannya. Karena negara di bawah naungan Islam memang tegak untuk menjamin terlaksananya semua kewajiban yang diperintahkan syariat baik kepada individu, masyarakat hingga negara.

 

Sebagaimana doa yang dipanjatkan Nabi saw.“…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS Al-Isra: 80). Yaitu kekuasaan  untuk membela Kitabullah, batasan-batasan Allah, hal-hal yang difardukan Allah, dan untuk mene­gakkan agama Allah. (Tafsir Ibnu Katsir). Wallahua’lam. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Peran Pemuda dalam Kebangkitan

Masih banyak sosok pemuda sekelas negarawan, di masa kejayaan Islam. Nama mereka harum semerbak mewangi, dikenang, hingga berabad lamanya. Tetapi tentu saja mereka tidak lahir dari ruang hampa. Kepiawaian mereka pun tidak otomatis terjadi begitu saja. Tetapi dibentuk oleh sistem sahih yang datangnya dari Rabb, pencipta alam semesta, yang dapat menumbuhkan pribadi baik dalam diri mereka.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *