Kerapuhan Mental Generasi, Kemana Arah Solusi?

Suara Netizen Indonesia–Kepala Polsek Bekasi Selatan, Jawa Barat, Komisaris Untung Riswaji membenarkan adanya remaja tanpa identitas diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), dengan cara menjatuhkan diri dari atap rooftop mall tersebut dan masih berusaha menelusuri siapa sosoknya dan apa motifnya.

 

Identitas korban sangat minim, selain mengenakan seragam putih-putih, berusia sekitar 13-15 tahun, hanya tertinggal sebuah ikat pinggang bertuliskan OSIS siswa SMP. Ada apa dengan generasi hari ini, sedemikian murah harga nyawa mereka, padahal ada banyak potensi kebaikan terpendam di dalamnya. Kerapuhan jiwa menjadi persoalan yang tak kunjung mendapatkan solusi, tentu kita tak boleh menganggapnya sepele (kompas.com, 24/10/2024).

 

Populasi remaja dan dewasa muda menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 populasinya 22,12 juta jiwa pada berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun, angka yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tantangan yang dihadapi bangsa. Indonesia emas akan Bubrah jika dari sekarang potensi generasi mudanya hanya berhenti pada besarnya jumlah orang bukan daya juang (timesindinesia, 17-10-2024).

Baca juga: 

IPM Tinggi, Indikator Sejahtera Hakiki?

 

Bagi sebuah bangsa yang visionable tentu jumlah ini adalah aset yang sangat berharga, mengingat generasi muda adalah kumpulan energi dan kebaikan dari sisi fisik maupun pemikiran. Sayangnya, hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan kesehatan mental nasional remaja 10-17 tahun di Indonesia menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja.

 

Lebih mengkhawatirkan, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental, sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.

 

Berdasarkan I-NAMHS (2022), gangguan mental yang paling banyak diderita remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%. Beberapa faktor pemicunya seperti tekanan akademik, perundungan siber, dan perubahan sosial budaya.

 

Baca juga: 

Derita Pajak, Derita Rakyat

 

Angka pengangguran di kalangan Generasi Z di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang dan menjadi faktor yang lain penyebab gangguan mental pada remaja, artinya sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil, Fenomena ini menimbulkan perdebatan apakah mereka adalah korban ekonomi atau beban bagi negara (jawapos.com, 23-10-2024).

 

Kapitalisme Bukan Support Sistem Terbaik Generasi Cemerlang

 

Begitu banyak persoalan yang dihadapi Gen Z , dari mulai UKT mahal, pengangguran, Gangguan mental dan lain-lain. Meski mereka terlihat siap menghadapi era digitalisasi, namun sejatinya mereka rapuh. Semua ini adalah dampak dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak.

 

Negara hanya mengandalkan jumlah mereka yang banyak sebagai bagian dari bonus demografi namun tak pernah sepenuh hati menjaga mereka sehat jasmani dan rohani, sehingga Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, konsumerisme, hedonism. Ukuran kebahagiaan mereka, jika muslim, bukan lagi rida Allah, melainkan apa yang dipamerkan oleh publik figur, hingga para pejabat negara.

 

Sejatinya, Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang sahih. Dan demokrasi pada praktiknya malah menjauhkan genZ dari perubahan hakiki dengan Islam kafahh, mereka dipaksa seolah bukan dari Islam, sehingga mereka tidak perlu menjadi bagian dari pejuang Islam.

 

Tak perlu dibuktikan lagi, bahwa hanya dengan sistem Islam generasi dan umat manusia akan selamat. Tentu dunia tak asing dengan siapa Ali bin Abi Thalib, Mushab bin Umair, Khalid bin Walid, Thariq bin Ziyad, Muhammad Al Fatih dan lainnya, mereka adalah pemuda yang di era kini adalah sesuatu yang mustahil bisa diraih generasi era hari ini.

 

Baca juga: 

Tanpa Syariat Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi

 

Mereka sibuk dengan dunia sendiri, hingga sifat individualistis lekat pada mereka. Sebenarnya hanya satu persoalan dasarnya, yaitu ditinggalkannya syariat Islam dan diganti dengan hukum manusia.

 

Islam Wujudkan Pemuda Cemerlang

 

Di usia yang penuh gejolak emosi, penting menjadikan gharizah tadayun ( naluri beragama) menjadi pengontrol naluri nau’ (kasih sayang) dan naluri baqa ( mempertahankan diri. Dengan cara mengkaji Islam dengan benar.

 

Wajib juga diterapkan pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah. Sehingga mereka terbiasa mengenal Allah dari mereka usia dini hingga kelak dewasa dan terjun ke masyarakat.

 

Secara politik, wajib adanya partai politik yang sahih di tengah masyarakat yang mampu memberikan kesadaran berpolitik kepada para remaja ini. Di mana partai ini akan membina Gen Z secara sahih yang mendorong terbentuknya gen Z berkepribadian Islam, yang akan membela Islam dan membangun peradaban Islam.

 

Ia benar-benar akan memperjuangkan Islam sebagai target utamanya dalam hidup, setiap saat usianya akan diisi dengan produktifitas amal salih. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *