Bunuh Diri Marak: Atasi Masalah Dengan Masalah

Malang, Jawa Timur, di kenal sebagai kota apel, kota wisata, kota pelajar dan kota seribu pantai. Namun ternyata kini Malang menambah satu julukan lagi, kota darurat bunuh diri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kapolresta Malang Kota Kombes Budi Hermanto,” Jika berkaca pada peristiwa yang terjadi, dapat disimpulkan adanya peningkatan. Dengan terjadinya tiga kasus dalam kurun beberapa waktu terakhir, ini merupakan persoalan serius yang harus segera dilakukan upaya pencegahan”. 

 

Budi mengatakan selain edukasi, program konseling selama ini terus berjalan dengan melibatkan berbagai pihak. Meningkatnya kasus bunuh diri ini disertai dengan latar belakang korban yang beragam, begitu juga dengan persoalan yang diduga sebagai pemicunya. Terbaru, seorang pemuda nekat bunuh diri dengan meloncat dari Jembatan Suhat (Soekarno-Hatta), pada Jumat, 26 Mei sore (detik.com, 30/5/2023). 

 

Dari Agustus 2022, awal April 2023, hingga Mei 2023, dari warga biasa, seorang pria yang stres menghadapi tagihan pinjol, hingga seorang mahasiswi yang nekad memutus urat nadi pergelangan tangannya. Memang tidak semua kasus mengakibatkan kematian, namun fenomena ini membuktikan ada yang tidak beres dalam masyarakat kita warga Kabupaten Malang, itu pernah mencoba bunuh diri di tempat yang sama pada 1 Agustus 2022. Tapi, niat korban dapat digagalkan oleh pengendara dan petugas kepolisian yang berada di lokasi (detik.com, 30/5/2023). 

 

Angka Bunuh Diri Terus Meningkat

 

Keputusan bunuh diri bisa jadi keputusan terberat dalam hidup seseorang, sebab secara fitrah manusia takut mati. Jika benar kejadian memilih untuk mengakhiri hidup itu artinya memang ada persoalan besar. Namun tidak menafikan bahwa tren bunuh diri semakin tahun semakin meningkat, baik di Indonesia maupun di dunia. Menurut beberapa pakar, angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi. Kurangnya data telah menyembunyikan skala sebenarnya dari persoalan bunuh diri di Indonesia. 

 

 

WHO mengatakan bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang-orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia pada 2019. WHO menambahkan, sebanyak 75% kasus bunuh diri di dunia terjadi di negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah. Namun di negara maju seperti Amerika Serikat pun kasus bunuh diri marak dijumpai. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat menyebut setiap tahunnya 10.000 orang Amerika Serikat meninggal akibat bunuh diri dengan didominasi anak muda usia 10 hingga 24 tahun (kumparan.com, 19/3/2017). 

 

Sebuah studi tahun 2022 , yang belum melalui proses telaah sejawat, mencoba membandingkan data kepolisian, yang merupakan data resmi untuk bunuh diri, dengan Sample Registry System (SRS) di Kementerian Kesehatan. Dr. Sandersan Onnie, mahasiswa pasca-doktoral di Black Dog Institute Australia dan peneliti utama dalam studi tersebut, mengatakan angka bunuh diri yang sebenarnya bisa jauh lebih besar dari yang terlapor karena berbagai masalah dalam alur pendataan.

 

“Di setiap proses dalam alur ini bisa terjadi ada error-nya atau ada flaw-nya di mana misalnya keluarganya nggak mau kasih tahu polisi karena mereka malu karena stigma. Ataupun karena polisinya itu juga ingin melindungi keluarganya maka tidak diinvestigasi lebih jauh karena ini bunuh diri; kalau ada dokter di rumah sakit juga sama, untuk melindungi keluarganya tidak melaporkan bahwa ini bunuh diri,” kata dr. Sandy. 

 

SRS adalah survei yang bertujuan mengetahui angka dan penyebab kematian secara mendetail. Survei ini dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BBC.com, 25/1/2023). 

 

Kapitalisme Liberalis Ciptakan Krisis Mental

 

Tak pelak, dari berbagai data di atas didapatkan satu kesimpulan, bahwa bunuh diri ini tersistem karena merajalela dan meluas. Baik dari pelaku maupun motif pembunuhannya. Secara umum didapatkan beberapa penyebab diantaranya pertama depresi, anak-anak muda hari ini lebih sering menghadapi tekanan. Hal itu dipengaruhi pergaulan yang liberal, gaya hidup yang hedonis, persaingan yang tak adil, individualis dan hanya memandang materi sebagai puncak pencapaian dalam hidup. Jelas ini menyalahi fitrah, bukankah manusia adalah makhluk yang terbatas, lemah dan butuh yang lain?

 

Kedua, Keluarga yang tidak harmonis, hubungan pernikahan yang tak lagi sakral, dipengaruhi dengan perjanjian-perjanjian materialistis, visi misi suami istri yang lemah saat membangun rumah tangga dan deraan beban ekonomi. Membuat sebuah keluarga seakan berdiri di atas dasar pasir yang mudah hanyut diterpa ombak. 

 

Ketiga, negara yang abai terhadap urusan rakyatnya. Tidak peduli terhadap masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan beban hidup rakyat lainnya. Kebijakan negara yang membebani rakyat seperti biaya sekolah makin mahal, harga BBM dan listrik dinaikkan terus, dan penggusuran, pengangguran, kemiskinan, kurang gizi merupakan faktor pemicu lain depresi sosial. 

 

Islam: Agama Fitrah 

 

Segala sesuatu jika bertentangan dengan fitrah pasti akan menimbulkan persoalan. Allah SWT menciptakan setiap manusia sudah sempurna, namun kesempurnaan itu bukan saat ia sendiri. Melainkan ketika menetapi semua yang diperintahkan dan dilarang oleh Penciptanya, yaitu Allah SWT. Kapitalisme liberal yang berasaskan sekuler telah merenggut fitrah manusia hingga ke akarnya, sehingga seolah setiap persoalan tidak ada solusinya. Atau jika pun ada hanya mengatasi secara tambal sulam. 

 

Dalam keluarga, Islam memerintahkan agar suami istri adalah sahabat yang saling tolong menolong. Allah Swt. berfirman:”Mereka itu (istri) adalah pakaian bagi kalian (suami) dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka.” (TQS al-Baqarah: 187). Sebagaimana fungsi pakaian adalah untuk menutupi yang tidak seharusnya dilihat oleh khalayak umum, demikian pula suami istri, namun kapitalisme telah menjadikan hubungan suami istri terlalu rendah sebatas materi dan materi. Dan tak bisa dipungkiri, masalah ekonomi masih menjadi penyebab utama perceraian. Sulitnya para ayah memenuhi nafkah keluarga menyebabkan ibu harus keluar rumah. 

 

Bahkan tak jarang terpaksa harus bekerja di luar negeri dengan atau tanpa perlindungan hakiki dari negara. Lepaslah ikatan keluarga secara perlahan hingga memunculkan ketidakharmonisan akut. 

 

Dalam Islam, masyarakat ibarat penumpang dalam sebuah kapal besar, ketika mereka yang berada dibawah ingin minum maka tidak lantas melubangi dasar kapal hingga semua penumpang mengalami kerugian, maka masyarakat Islam adalah mengembangkan amar makruf nahi mungkar. Saling menasehati dalam kebaikan. Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian saling membenci, saling menghasut, saling membelakangi, dan saling memutuskan tali persahabatan. Akan tetapi, jadilah kalian itu hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim tidak diperbolehkan mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”(HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Terakhir yang menjadi bagian terpenting dalam pilar penyannga negara, adalah pemerintah. Dalam pandangan Islam, pemerintahlah yang wajib menunaikan kewajibannya untuk menjamin terpenuhinya segala kebutuhan pokok setiap individu masyarakat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dan rasa aman. Rasulullah saw. bersabda: ”Pemimpin manusia (kepala Negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Negara wajib membina masyarakat dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam; mengatur media massa hingga tidak menyebarkan budaya hedonistik dan materialistik yang bersumber dari ideologi kapitalisme atau sosialisme; menerapkan hukum-hukum Islam secara total; serta mencampakkan akidah dan sistem kehidupan yang materialis dan sekuler. Hanya dengan sikap tegas dari penguasa untuk melakukan hal tersebut deprsei sosial dapat dicegah.

 

Semua ini hanya bisa terwujud jika sistem di luar Islam dicabut dan digantikan dengan syariat mulia. Sebab, bunuh diri dalam Islam adalah tindak kriminal atau dosa besar. Bagaimanapun bunuh diri tidak menyelesaikan masalah, banyak hadis menyatakan bagaimana kesudah mereka yang bunuh diri. Wallahu a’lam bish showab.

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *