Air Mengalir, Rakyat Tetap Fakir

Suara Netizen Indonesia–Beberapa pekan ini galon naik daun, disinyalir ia menjadi faktor utama memberikan dampak terhadap ekonomi rumah tangga kelas menengah.

 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, dikarenakan masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan baru yang secara tak sadar menggerus pendapatan rumah tangga mereka yaitu ketergantungan pada air kemasan, seperti air galon.

 

Khususnya pada rumah tangga kalangan kelas menengah. Paska pandemi hingga hari ini ekonomi terus memburuk mengakibatkan kelas menengan turun kelas ke ekonomi yang lebih rendah (cnbcindonesia.com, 3-9-2024).

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat meskipun ada fluktuasi, namun persentase rumah tangga yang menggunakan air minum dalam kemasan terus mengalami peningkatan, terutama di daerah perkotaan. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kesadaran akan kebersihan dan kualitas air minum di kalangan masyarakat. Dan kualitas air minum yang masih diragukan, bahkan sekelas PDAM. 

 

Sementara teknologi air minum langsung dari kran air sebagaimana di dunia barat belum memungkinkan dibangun di Indonesia. Selalu alasannya ketiadaan ahli dan modal. Jika pun ada mungkin hanya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sebagaimana yang disampaikan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, bahwa fasilitas reservoir dan instalasi pengolahan air minum (IPA) Sepaku siap mendistribusikan air minum dan air bersih ke berbagai kawasan di IKN.

 

Masalahnya, Indonesia wilayahnya bukan IKN saja. Artinya masalah ketersediaan air bersih dan layak minum masih terus ada.  Menariknya, di saat yang sama di Indonesia ada tiga emiten di bidang air mineral kemasan yang terbilang cukup sehat secara fundamental dan mencatat kinerja harga saham cukup atraktif, yakni PT Akasha Wira International Tbk (ADES), PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).

 

Dan sejak awal tahun, saham CLEO memimpin penguatan dengan meroket lebih dari 60% ke posisi Rp1.160 per lembar, diikuti MYOR dan ADES, masing-masing menguat 9,64% dan 3,10%. Mereka adalah perusahaan yang mengadu nasib di negeri ini yang dahulu mendapat julukan gemah ripah loh jinawi.

 

Tak heran jika usaha air minum adalah usaha yang menggiurkan, gaya hidup yang berubah menjadi cuan bagi para pemilik modal. Ketua Asosiasi Pengusaha Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) Johan Muliawan menyatakan kebenaran fakta Saat ini, terdapat lebih dari 1200 produsen dengan lebih dari 2100 merek AMDK yang memiliki izin edar, dengan volume produksi mencapai 35 milyar liter pada tahun 2021 dan nilai pasar mencapai 46 triliun per tahun (infopublik.id, 30-9-2023).

 

Kapitalisasi Air Wajah Asli Kapitalisme

 

Tak peduli fakta yang sebenarnya, yaitu abainya negara atas pemenuhan kebutuhan pokok salah satunya air, perusahaan air minum mengeruk keuntungan di atas penderitaan rakyat.

 

Rakyat kekurangan air bersih lantaran kekeringan atau karena kualitas air kurang,  memaksa mereka mengkonsumsi air gallon, yang berdampak pada penambahan pengeluaran, dan menjadikan kelompok menengah menjadi miskin. Sementara air hari ini justru banyak dikemas oleh Perusahaan dan dijual. Inilah bentuk kapitalisasi sumber daya air.

 

Islam Solusi Sejahtera Hakiki

 

Apapun kelas ekonominya, sejahtera adalah dambaan setiap orang. Namun jika sistem tidak mendukung terwujudnya kesejahteraan itu, bukankah sudah seharusnya beralih kepada sistem lain yang lebih menjanjikan?

 

Dan memang tak akan pernah dalam sistem kapitalisme akan terwujud kesejahteraan, asasnya saja sudah salah, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, artinya hukum diambil dari kepentingan sekelompok orang. Logikanya orang yang memiliki kuasa adalah  juga orang yang juga memiliki modal (kapital).

 

Islam sebagai agama yang sempurna, menetapkan air yang merupakan kebutuhan primer menjadi tanggung jawab negara, dan diberikan dengan harga murah atau bahkan gratis.

 

Negara wajib mengatur secara profesional, air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi.

 

Negara yang dimaksud adalah khilafah, yaitu negara yang menjadikan syariat sebagai dasar negara, maka negara mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi. Negara mendorong lembaga pendidikan mengambil peran besar untuk melahirkan para ahli agar memberikan sumbangsihnya kepada negara.

 

Apalagi Indonesia, kelak menjadi bagian dari negara khilafah memiliki kekayaan alam air yang melimpah, tak akan mungkin rakyatnya tetap fakir dalam memenuhinya. Sebab negara khilafah hadir mengaturnya.

 

Keilmuan mereka tak akan pernah disia-siakan, sebaliknya akan semaksimal mungkin difokuskan pada pembangunan negara. Guna mempermudah urusan rakyat memenuhi kebutuhan pokoknya. Di sisi lain, negara juga akan mengatur Perusahaan yang mengemas air agar keberadaannya tidak membuat rakyat susah mendapatkan haknya, karena air adalah milik umum.

 

Jelas hanya sistem Islam yang harus segera diterapkan. Allah SWT. Berfirman,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS Al-Maidah:50). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *