Keluarga Berkualitas dalam Kapitalisme, Mungkinkah?
Suara Netizen Indonesia__ Dalam rangka menyambut perayaan Harganas ke-31, Kepala BKKBN, dokter Hasto Wardoyo mengajak para orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, pihak pemerintah dan swasta untuk sama-sama fokus membangun keluarga. Dia juga mengingatkan agar keluarga ikut mencegah terjadinya stunting dengan memperhatikan makanan sehat untuk anak guna mewujudkan keluarga berkualitas menuju generasi emas (liputan6.com/, 29/06/2024).
Lontaran pernyataan tersebut sangat ringan, seolah mudah untuk dijalankan. Namun sesungguhnya pernyataan itu sangatlah pragmatis dan kontradiktif ketika realitasnya masih sangat banyak keluarga yang tak mampu menyediakan makanan sehat untuk anak-anaknya akibat kemiskinan sistemik yang melanda negeri ini. Jika diukur berdasarkan purchasing power parity (PPP) negara berpenghasilan menengah ke bawah yaitu US$ 3,2 PPP 2011 per hari, 40% masyarakat Indonesia masuk kategori miskin (cnbcindonesia.com, 10/05/2023).
Keluarga Kapitalis, Keluarga Materialistis
Ketika kemiskinan ekstrem melanda negeri ini, maka tentulah banyak fungsi keluarga yang tidak dapat dijalankan dengan baik, apalagi menghasilkan keluarga berkualitas. Penyebab kemiskinan ekstrem di negeri yang Allah anugerahi dengan sumber daya alam melimpah ruah ini, seperti di negeri-negeri kaum muslimin lainnya, adalah akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler liberal di negeri ini.
Kapitalismelah yang telah membuat para pengusungnya menjadi manusia-manusia tamak nak serakah yang tega ‘memuluskan perpindahan tangan’ kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat kepada pihak swasta para pemilik modal. Akibatnya kesejahteraan hanya bisa dinikmati segelintir orang, sementara sisanya hidup dalam kondisi serba kekurangan, bahkan dalam kondisi yang sangat ekstrem. Kemiskinan ekstrem tersebut akhirnya memicu berbagai masalah serius keluarga, seperti perceraian, KDRT, terlibat gizi buruk dan stunting (databoks.katadata.co.id, 02/11/2023).
Selain itu, generasi emas yang diharapkan lahir dari kondisi keluarga tersebut di atas adalah yang memiliki kriteria kompetensi peraihan keunggulan materi dan duniawi saja (indonesiabaik.id, 2021), yang akan dikejar dalam sistem pendidikan saat ini. Sangat kasat mata bagaimana sistem pendidikan saat ini memang hanya mengarahkan peserta didik kepada kompetensi yang bersifat materi, namun melupakan aspek pembinaan agama ataupun ruhiyah. Faktanya sistem pendidikan saat ini melahirkan generasi yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, jauh dari visi akhirat, jauh dari sifat takwa, lemah iman, rapuh jiwa raganya dan berkepribadian buruk yang hanya bisa menyebabkan kerusakan pada lingkungannya sebagaimana yang marak diberitakan. Subhanallah, na’udzubillahi min dzalik, laa hawlaa walaa quwwatta illa billah.
Peradaban Gemilang, Melahirkan Keluarga Cemerlang
Sebelum semuanya semakin parah kerusakannya dan terpuruk dalam kehinaan yang lebih dalam lagi, kita harus memperbaiki semuanya bukan dengan sekedar program tambal sulam, namun dengan perbaikan yang mengakar dengan mengganti sistemnya. Sudah saatnya sistem kapitalisme yang bathil dan merusak ini diganti dengan sistem yang paripurna kebaikannya yang berasal dari Dzat Maha Baik Allah ta’alaa, yaitu Islam.
Ibarat sebuah pabrik, produk yang dihasilkan dijamin keunggulan kualitasnya setelah melalui skrining quality control (QC). Dalam Islam, kualitas yang senantiasa dijaga adalah kualitas keimanan yang melahirkan ketakwaan yang menjadi benteng dari segala kemaksiatan dan menjadi pendorong segala kebaikan. Kualitas ketakwaan ini dijaga oleh QC yang tersusun dari tiga pilar yaitu : ketakwaan individu dan keluarga, kontrol masyarakat dan keberadaan negara yang berwenang mengatur serta memberi sanksi ketika ada pelanggaran dalam masyarakat. Penjagaan ini merupakan pelaksanaan perintah Allah ta’alaa dalam QS At Tahrim ayat 6 dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam : “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya…. (HR Bukhari).
Dengan QC yang paripurna tersebut, Sistem Islam terbukti berhasil memunculkan peradaban gemilang yang menaungi 2/3 dunia selama 1400 tahun, yang dibangun oleh generasi cemerlang berkualitas keimanan dan ketakwaan yang kokoh. Kegemilangan peradaban Islam mencapai puncaknya dalam ilmu dan pengetahuan pada masa kekhilafahan Bani Abbasiyah yang berkuasa tahun 750 M 1258 M/ 132H 656 M. Kala itu, Eropa masih berada dalam samudra kebodohan dan kegelapan. Cendekiawan muslim yang karya-karyanya mendunia dan tetap menjadi acuan sampai saat ini di bidang agama, filsafat, sains dan teknologi.Yang lebih mengagumkan lagi bahwa para cendekiawan tersebut memahami ilmu agama dan polymath (ahli dalam banyak bidang ilmu).
Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, laa hawlaa walaa quwwata illa billah. [SNI]
Komentar