Komersialisasi, Konsep Kesehatan Ala Kapitalisme

Suara Netizen Indonesia–Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung, Yena Iskandar Ma’soem mengatakan konsep rumah sakit dengan area publik yang menyenangkan bisa mendorong pengembangan wisata medis di Kota Bandung. Pemerintah pun sudah mengeluarkan payung hukumnya yaitu Permenkes No 76 Tahun 2015 tentang wisata medis. Dengan sasaran rumah sakit kelas A atau B.

 

Salah satu rumah sakit di Bandung yang sudah soft launching adalah Rumah Sakit Murni Teguh Naripan di Jalan Naripan, Kota Bandung. Dengan mengambil konsep mal,harapannya bisa membuat para penunggu pasien dan pasien merasakan nyaman yang berimbas pada psikisnya (republika.co.id, 7/6/2024).

 

Tak hanya penanganan pasien yang harus cepat, namun psikisnya yang membaik juga bisa mempercepat penyembuhan pasien. Bandung, menurut Yena, memiliki potensi besar untuk pariwisata didukung kuliner, tempat singgah, hotel, hingga apartemen di sekitar rumah sakit tipe A dan B sehingga sangat pas untuk menjadi destinasi wisata medis.

 

Jika Malaysia dengan Penangnya, dan Singapura bisa mendapatkan devisa hingga Rp 170 triliun dari banyaknya warga Indonesia yang berobat ke sana mengapa Indonesia terutama Bandung tidak berpikir yang sama, yaitu menarik wisatawan luar negeri untuk menikmati pelayanan kesehatan di Indonesia. Banyaknya influenzer dan artis di Kota Bandung bisa menjadi daya tarik sendiri yang bisa dimanfaatkan untuk promosi wisata medis ini.

 

Komersialisasi, Konsep Kesehatan Ala Kapitalisme

 

Apa yang disebut Yena di awal mengingatkan kita di ujung timur Pulau Jawa yang berbatasan dengan Pulau Bali yaitu Banyuwangi pada saat Pandemi tahun 2022, bahkan sebelumnya sudah menggagas pengembangan destinasi wisata Banyuwangi menjadi wisata kesehatan , Nursing tourism salah satu program sudah mulai diterapkan.

 

Nursing tourism awalnya diinisiasi oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Banyuwangi yang dinilai memperkuat pengembangan program unggulan di daerah wisata (gatra.com, 2/10/2019).

 

Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, dr. Wiji Lestariono menjelaskan, para perawat akan memberikan layanan kesehatan di beberapa tempat wisata untuk melakukan deteksi dini hingga rujukan ke rumah sakit. Kalau memang dibutuhkan, tindakan ini sebagai bentuk kontribusi dari perawat kepada industri pariwisata di Banyuwangi.

 

Bahkan disebutkan ada pelayanan paliatif, di RSUD Blambangan, sehingga orang bisa memilih Banyuwangi untuk berwisata sambil membawa keluarganya yang sakit kronis dan masuk ke dalam tahapan terminal, semisal pelayanan pasang ring jantung. Banyuwangi juga memiliki pusat geriatri untuk para lansia yang ingin tetap berwisata dengan aman dan nyaman.

 

Dalam sistem Islam, pengadaan pelayanan kesehatan sudah sekaligus dengan membaguskan infrastruktur, obat-obatan berkualitas tinggi, tenaga kesehatan yang profesional, penelitian penyakit dan pengobatan melalui laboratorium hingga suara musik dan pemakaian pengharum ruangan sebagai rileksasi. Masih ditambah dengan akses birokrasi yang mudah dan biaya nol atau gratis sebab masuk dalam jaminan negara di bidang kesehatan.

 

Di sinilah perbedaannya yang signifikan, Indonesia sebagai negara kaya raya, pelayanan kesehatan bagi rakyatnya masih terkatagori buruk. Zalimnya malah dikomersilkan, dengan menghubungkannya dengan wisata. Ini masalah besar namun tak tampak, atau lebih tepatnya diabaikan seolah tak ada.

 

Mulai dari sistem pembayaran berbasis riba, BPJS. Skema pelayanan dengan standar KRIS, pengadaan dokter luar negeri, pembangunan rumah sakit taraf internasional, pendidikan dokter, peralihan izin praktik ke Kemenkes, subsidi kartu sehat yang tak tepat sasaran, klaim BPJS yang macet untuk rumah sakit padahal tidak setiap penyakit bisa tercover dan lain sebagainya.

 

Belumlah itu terselesaikan dengan baik, sudah beralih kepada wisata kesehatan yang sudah pasti hanya akan dinikmati pasien kelas atas karena hanya untuk rumah sakit kelas A dan B. Rakyat kecil, untuk sehat saja agar bisa memenuhi kebutuhan hidup susah sekali, sekarang sakit, bisa jadi wisatanya sekalian ke akhirat.

 

Islam, Solusi Hakiki untuk Kesehatan

 

Tak perlu diragukan lagi bagaimana pelayanan kesehatan di masa Islam berjaya, bahkan bentuk universitas terkenal di dunia Harvard dan Oxfort meniru dunia Islam, baik dari sisi bangunan infrastrukturnya maupun sistem pembiayaannya yaitu dari negara ditambah wakaf dari individu rakyat yang kaya.

 

Dari aspek kesehatan, Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah membangun rumah sakit besar Al-Manshur di Damaskus pada tahun 1284. Pembiayaannya dari tanah wakaf di wilayah Damaskus. Rumah sakit ini terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, bangsawan atau rakyat jelata, muslim maupun non muslim terlayani dengan baik dan gratis.

 

Rumah sakit ini memiliki bangsal yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Satu bangsal dibuat terpisah khusus untuk penderita demam; khusus untuk penderita penyakit mata; khusus untuk penderita penyakit pencernaan; dan ada ruang untuk bedah. Tersedia pula beberapa ruang tambahan yang dimanfaatkan untuk dapur, ruang kuliah, apotek, dan lain sebagainya.

 

Di setiap bangsalnya dilengkapi taman dan air mancur, bahkan untuk pasien penyakit jiwa disediakan musik penenang setiap harinya. Mindset Khalifah rumah sakit bukan untuk wisata atau bisnis, melainkan penunaian kewajiban syara sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

 

Artinya, rakyat sehat atau sehat mutlak menjadi tanggung jawab negara untuk diriayah. Baitulmal adalah kas negara yang bertugas membiayai seluruh kewajiban negara untuk rakyatnya di bidang kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan dan keamanan.

 

 

Dampak dari periayaan (pengurusan) ini rakyat sejahtera, sebab tak terbebani oleh biaya apapun, seorang suami bekerja untuk mencari nafkah untuk keluarganya tidak diberatkan dengan pembayaran pajak, BPJS, harga barang kebutuhan pokok yang tinggi, biaya sekolah, berbagai potongan atas gaji atau penghasilan dan lain sebagainya.

 

Ini semua hanya bisa diwujudkan dalam sistem sahih yaitu khilafah, yang hanya menerapkan syariat bukan lainnya. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *