Nyaris 10 Juta, Pengangguran Didominasi Gen Z

 

Suara Netizen Indonesia__Berdasarkan hasil survei periode 2021-2022, Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan 9,9 juta Indonesia menganggur. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) angka pengangguran itu didominasi oleh generasi Z. BPS mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan.

 

Menaker, Ida Fauziyah, menyebut gen Z yang menganggur lantaran mereka sedang mencari pekerjaan maupun perguruan tinggi. Mayoritas di antara generasi Z itu baru selesai menempuh pendidikan SMA/SMK maupun perguruan tinggi. “Mereka yang pengangguran kita itu kebanyakan adalah generasi Z ya,” ujarnya dilansir detikFinance, Kamis (23/5/2024). Tapi benarkah demikian?

 

Jika betul bahwa mereka sedang mencari pekerjaan atau perguruan tinggi, maka hal tersebut seyogianya telah menjadi prioritas negara untuk menyediakannya. Sehingga besaran angka mendekati 10 juta temua BPS tersebut, tidak lagi menjadi momok bagi masyarakat. Bahkan Gen Z perlu mendapat pemahaman yang tepat bahwa mereka harus mencari nafkah, selepas menempuh pendidikan. Bahwa saatnya mereka mengambil alih kepemimpinan dan melakukan perubahan di tengah masyarakat dan mendedikasikan ilmunya untuk kemaslahatan umat.

 

Akan tetapi jika ternyata perguruan tinggi tak mampu menyerap mereka, begitu pun lahan pekerjaan, maka negara wajib menyediakannya sebagai bentuk pemeliharaan urusan umat. Sebab banyaknya pengangguran, menunjukkan adanya keterbatasan, dan kegagalan negara menciptakan lapangan kerja. Apalagi adanya kebijakan negara memudahkan investor asing dan pekerjanya berusaha di Indonesia, termasuk dalam mengelola SDA.

 

Selain itu juga adanya ketidaksesuaian antara lapangan kerja yang tersedia dengan Pendidikan yang dimiliki gen Z. Sekolah vokasi yang menjadikan generasi siap di level buruh. Sedangkan posisi tinggi pada perusahaan, justru dikendalikan tenaga kerja asing. Maka perlu penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban yang mulia.

 

Belum lagi kisruh Uang Kuliah Tunggal (UKT) beberapa waktu lalu, tak pelak menimbulkan kecemasan warga. Sebab hal ini menjadikan tak semua anak memperoleh akses terhadap pendidikan tinggi. Pada akhirnya peluang memiliki ilmu dan keahlian yang mumpuni, dibatasi hanya bagi masyarakat mampu yang berduit, yang sanggup memenuhi UKT

 

Islam menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai milik umum dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara. Pengelolaan SDA oleh negara, sejatinya akan membuka lapangan perkerjaan yg besar bagi anak-anak bangsa. Mereka menjadi prioritas utama, bahan baku untuk membangun negara. Bahkan persiapannya telah dilakukan sedini mungkin melalui penyediaan pendidikan bagi seluruh warga. Tidak membedakan kaya atau miskin.

 

Dalam Islam, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan sesuai kapasitas masing-masing. Bagi warga yang memiliki kemampuan berdagang, negara akan memberikan modal. Bagi petani atau penggarap tanah, negara menyediakan lahan garapan, beserta seluruh faktor penunjang seperti alat, pupuk, obat-obatan, benih dan sebagainya. Negara menjamin setiap warga terpenuhi kebutuhannya di antaranya melalui penyediaan lapangan kerja.

 

Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang mengayomi dan melindungi. Para khalifah memegang amanah tersebut sebagai suatu tanggung jawab terhadap Allah SWT. Karenanya mereka tidak akan berbuat aniaya, bahkan menggali potensi setiap warga, dan memberi mereka posisi strategis di tengah peradaban, demi tegaknya izzul Islam wal muslim. Innamal imaamu junnatan. [SNI]

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *