KILA, Bangun Ekosistem Musik Anak, Seberapa Penting?

Suara Netizen Indonesia–Program Kita Cinta Lagu Anak (KILA) dimulai pada tahun 2020, digagas oleh negara, terutama kemendikbudristek sebagai upaya membangun ekosistem musik. Dan dari setiap kontes yang digelar sudah menghasilkan 16 lagu baru anak-anak.

 

Edi Irawan, Ketua Tim Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Kemendikbudristek mengatakan, membangun ekosistem musik bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga orang tua pendamping anak (republika.co.id, 20/5/2024). KILA tak hanya menghasilkan lagu baru tapi juga duta KILA yang merupakan para juara lomba menyanyi ini.

 

Seberapa Penting Program KILA?

 

Fakta di lapangan memang lagu anak banyak yang menghilang, digantikan oleh lagu bernuansa dewasa, K-Pop dan lainnya. Anak hari ini akrab dengan musik yang liriknya sangat tak pantas ia dengarkan. Pertanyaannya, seberapa penting program KILA ini? Akankah mampu merubah nasib anak Indonesia menjadi lebih baik? Dan mengapa harus dikompetisikan?

 

Pertanyaan di atas muncul seiring dengan suramnya dunia anak hari ini, dengan banyaknya kasus kecanduan game online, terlibat pinjaman online, seks bebas, sulit mengakses pendidikan yang layak, gizi buruk hingga menjadi pelaku kriminal. Terlihat pemerintah tidak fokus pada persoalan pokok dan justru hanya berputar pada perkara-perkara cabang, hanya buang energi dan biaya negara saja.

 

Setiap kementerian yang dibentuk kepala negara, terlihat memiliki program asal jalan, seperti program kota ramah anak, makan siang gratis, masjid ramah anak, sekolah ramah anak dan lainnya, padahal seharusnya tujuannya sama yaitu memajukan dan mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Memudahkan rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan pokoknya terkait sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

 

Jika setiap program menggunakan uang pajak, mungkin lebih bijak negara berpikir ulang apakah kontes atau lomba menyanyi ini berhubungan dengan kebutuhan rakyat? Yang ada malah proyek bisnis pengusaha even, kostum, musik, makanan, kuliner, dan lain sebagainya dan yang sekali lagi tak akan mengangkat kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, satu garis pun.

 

Penobatan duta KILA pun sebetulnya hanya kamuflase ketidakmampuan negara mengurusi urusan rakyat. Namun ini keniscayaan ketika kita berada dalam pengaturan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya berfokus pada penambahan keuntungan dan bukan kemaslahatan umat. Berbagi kue proyek sudah menjadi hal yang lumrah termasuk sesuatu yang menjadi hajat hidup orang banyak, dikapitalisasi sehingga penderitaan tak pernah berakhir sebab ketidak adilan terus menerus terjadi.

 

Salah-salah, program yang berbasis kompetisi ini justru akan disalahartikan sebagai bentuk hedonisme semata, bahwa bahagia atau sukses hanya dimaknai dengan menjadi juara, mendapatkan trophi, sertifikat, uang sementara jika ada pelanggaran syariat seperti tabaruj, Ikhtilat, berpakaian tidak syar’i dan sebagainya dianggap sebagai bagian dari kemajuan zaman dan bukan ranah dosa.

 

Islam Solusi Sejahtera Hakiki

 

Dalam pandangan Islam, anak adalah asset bangsa yang harus diperhatikan tumbuh kembangnya secara fokus. Baik dari sisi phisik maupun psikis. Dan ini ada di pundak negara, dengan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya terpenuhi. Semisal sandang, pangan dan papan yang akan dipenuhi negara dengan mekanisme secara langsung yaitu dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan seluas mungkin. Dari berbagai aspek, pegawai negeri atau petani, usahawan maupun guru, juga dengan memberikan pelatikan, pemberian modal, lahan yang siap digarap dan lain sebagainya.

 

Dengan demikian seorang ayah atau pria dewasa yang diberi kewajiban menanggung nafkah mampu menjalankan kewajibannya secara layak. Sedangkan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan dipenuhi negara dengan mekanisme tak langsung. Yaitu dengan pengelolaan kekayaan yang berstatus milik umum (tambang, energi, hutan dan lainnya), milik negara ( fa’i, jizyah, kharaz, bea cukai, harta hasil curang, tanah yang diproteksi dan lainnya) dan dari pengumpulan zakat.

 

Semua dikumpulkan menjadi satu di pos pendapatan negara di dalam Baitulmal. Harta zakat akan dibagikan sesuai delapan asnaf sebagaimana disebutkan dalam Alqur’an. Sementara yang lain akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur, gedung sekolah, laboratorium, rumah sakit, jalan dan lain sebagainya.

 

Negara berdasarkan syariat tidak akan menarik pajak dari rakyatnya, semua karena Alqur’an dan as Sunnah adalah sumber hukum bagi kaum Muslim. Islam mewajibkan fungsi pemimpin adalah sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Yang ini samasekali tidak ada dalam sistem kapitalisme.

 

Ketika para keluarga mendapatkan sistem support yang baik, yaitu negara yang menerapkan syariat, maka berbagai bahaya bisa diminimalisir. Di antaranya adalah dunia anak yang terkoyak karena kekejaman sistem, di perparah dengan sistem demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin zalim.

 

Saatnya kita kembali pada sistem aturan jalur langit yaitu apa yang sudah diwahyukan Allah Swt.kepada Rasulullah Saw, yaitu syariat Islam. Sebab, sudah sejauh ini kita meninggalkan syariat Islam dan tak menjadikannya sebagai aturan hidup. Hasilnya kita tengah menghadapi generasi genZ yang sangat apatis terhadap kondisi umat dan bertubi-tubinya bencana menghampiri kita. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Bangkitnya Literasi Generasi Muslim : Pembuka Jalan Masa Depan Peradaban Islam nan Gemilang

Dalam Islam literasi lahir karena kecintaan terhadap ilmu, Allah memerintahkan untuk iqra (bacalah) yang artinya umat Islam diwajibkan untuk memahami dan mengenali ilmu Allah agar dijadikan landasan berpijak dalam menjalani keteraturan hidup. Serta menguasai ilmu alam (sains dan teknologi) yang dapat dipergunakan untuk mempermudah dalam menjalani kehidupan guna menyokong ketaatan kepada Allah dan syariatnya.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *