Live Bullying, Kondisi Generasi Kian Genting
SuaraNetizenIndonesia__Kasus bullying atau perundungan, belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Bahkan tampak semakin mengerikan dari hari ke hari. Beberapa waktu lalu seorang pelaku menyiarkan aksinya secara terbuka di media sosialnya, seraya mengucapkan kalimat berbahasa Sunda yang tak pantas, dan memukuli korban. Diduga kuat peristiwa tersebut terjadi di wilayah Mekarwangi, Kota Bandung. (Idntimesjabar, 27-4-2024)
Tayangan ini disiarkan secara langsung di akun TikTok, yang kemudian viral di media sosial. Miris memang melihat fakta generasi saat ini. Nilai baik atau buruk, benar atau salah, tak lagi menggunakan tolok ukur yang tepat. Hingga menganggap siaran live bullying sebagai sesuatu yang wajar, keren dan kekinian. Bukan lagi hal yang memalukan atau harus ditutupi.
Sikap ini menunjukkan adanya kesalahan dalam menakar perbuatan dan mengindikasikan rusaknya pemahaman generasi. Mereka telah berani terang-terangan menyiarkan keburukan melalui media sosial (medsos). Padahal aktivitas semacam ini sangat berbahaya, sebab bisa menjadi semacam propaganda kejahatan. Bukan hal yang mustahil jika hal buruk tersebut, akan menular dan diikuti oleh individu lainnya.
Maka perlu langkah-langkah tegas mengatasinya, sebab jika dibiarkan maka korban dan pelaku bullying akan semakin bertambah. Pada gilirannya, negara akan disibukkan mengatasi persoalan ini. Bahkan bisa jadi akan kehilangan aset berharga, yakni generasi calon pemimpin umat, yang tangguh dan mampu menuntaskan problematika kehidupan, serta memikul beban kebangkitan.
Islam Solusi Hakiki
Upaya menuntaskan bullying dapat dilakukan melalui beberapa hal, di antaranya adalah memperbaiki sistem pendidikan yang ada, yakni dengan memberi porsi besar pada mata pelajaran agama. Tujuannya agar para siswa terbina dengan keimanan dan ketaatan yang menancap kuat kepada Allah ta’ala. Pun sebagai pondasi berakhlakul karimah, agar kelak muncul output yang beriman, menguasai iptek, berwawasan luas dan memiliki adab yang baik.
Pendidikan merupakan unsur penting dan strategis, bagi perubahan sebuah masyarakat, dan tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa. Maka di dalam pendidikan, perlu penanaman akidah yang menancap kuat untuk membentuk kepribadian Islam. Strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik aspek pola pikir maupun pola sikapnya. Dari sinilah akan lahir generasi berilmu, yang akan senantiasa mempersembahkan potensi baiknya untuk Islam; dan beriman, yaitu generasi yang malu bermaksiat kepada Allah SWT.
Kemudian upaya berikutnya adalah pengokohan 3 pilar (ketakwaan individu, kontrol masyarakat, negara sebagai institusi yang menerapkan peraturan). Di negeri yang mengemban sekularisme, tentu sulit membentuk generasi yang beriman, sebab kehidupan berjalan tanpa peran Allah SWT. Manusia membuat aturan kehidupannya sendiri dan tidak menjadikan wahyu Allah sebagai pedoman hidup.
Masyarakat pun individualis, tak lagi melakukan aktivitas penjagaan dan kontroling. Maka tatkala terjadi pembiaran yang terus menerus terhadap kemungkaran, kerusakan pun menjadi sulit diperbaiki. Akibatnya generasi tumbuh dalam lingkungan yang tak acuh. Maka tak heran pribadi mereka terbentuk tanpa ciri khas yang kuat.
Begitu pula negara, yang seharusnya menerapkan aturan Allah, malah menerapkan aturan kufur. Tanpa penerapan syariat, masyarakat hidup dalam kondisi yang tidak islami. Alhasil, sulit menciptakan suasana taat di sana, begitu pun menghasilkan generasi takwa.
Penerapan sekularisme berimbas kepada media massa. Mereka pun terlibat menyebarkan ide kufur. Beragam perilaku dapat tampil di sana. Tanpa penapisan yang berlandaskan akidah, kejahatan dan kerusakan dipertontonkan, demi mendapatkan cuan atau ketenaran. Sesuai dengan tolok ukur dan tujuan kebahagiaannya, sekularisme ingin mendapatkan nilai materi sebanyak-banyaknya. Padahal tayangan dapat memengaruhi penonton, untuk bertindak serupa, atau bahkan lebih buruk dari yang diperlihatkan.
Maka perlu arah pandang yang lurus untuk menjadikan media sebagai wasilah kebaikan yang didedikasikan untuk kemuliaan agama Allah. Di dalam Islam, media diarahkan untuk menyebarkan dakwah dan menyampaikan kebaikan, tujuannya agar pemikiran rusak tidak lagi berkelindan dalam kehidupan umat.
Negara juga menegakkan hukum Allah. Tidak hanya menerapkan syariat secara kaffah, para pelaku kemungkaran juga akan mendapatkan sanksi tegas yang memiliki efek jera. Islam memiliki sistem kehidupan terbaik yang mampu menghabisi, bahkan mencegah munculnya perilaku buruk. Inilah sebaik-baik kepemimpinan yang melahirkan rahmat bagi semesta alam, yaitu ketika Islam diterapkan secara sempurna di tengah kehidupan. Ya ayyuhalladziina ‘aamanu quu anfusakum wa ahliikum naaran. [SNI]
Komentar