Live Bullying, Bukti Kejahatan Makin Genting
Suara Netizen Indonesia–Aksi perundungan terjadi lagi, bahkan lebih miris adalah aksi perundungan tersebut disiarkan secara live. Dalam sekejap video aksi perundungan tersebut viral di media sosial. Dalam video yang viral tersebut, pelaku meminta korban untuk membuka pesan WhatsApp sambil diiringi dengan kalimat mengancam korban.
Namun, korban dalam video itu tidak membuka aplikasi percakapan dan sedikit memberikan perlawanan. Dengan kondisi itu, pelaku merasa kesal karena melihat korban melawan, dan akhirnya memukul kepala remaja tersebut dengan botol. Sontak, korban pun langsung menangis histeris kesakitan (jabar.idntimes.com, 27/04/2024).
Menurut laporan yang diterima dari Polrestabes Bandung, peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada anak di bawah umur dan terjadi pada hari Sabtu, 26 April 2024 pukul 05.30 di pinggir jalan di Kota Bandung. Korban merupakan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun berstatus pelajar yang tinggal di sekitar lokasi perundungan (kompas.com, 28/04/2024).
Aksi perundungan atau bullying yang dilakukan secara terbuka bahkan secara live, menggambarkan bahwa kejahatan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang buruk, bahkan wajar dan keren. Sikap ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan, yang mengindikasikan adanya kesalahan dalam proses berpikir. Di sisi lain, bullying hari ini makin parah dan marak.
Bullying merupakan buah buruk dari banyak hal, diantaranya adalah rusaknya sistem pendidikan, lemahnya tiga pilar penegak aturan (ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang menerapkan aturan), bebasnya media massa, termasuk lemahnya sistem sanksi.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem pendidikan hari ini telah memisahkan agama dari kehidupan, alhasil generasi hanya dijejali ilmu-ilmu dunia tanpa diimbangi pemahaman agama yang kuat. Porsi belajar agama dalam kurikulum sangat minim, bahkan cenderung bersifat formalitas saja.
Tentu saja hal ini jauh dari kata cukup untuk membentuk generasi yang kuat dengan ketaqwaan tinggi. Hasilnya justru sebaliknya, yakni menjadikan generasi-generasi tersebut lemah yang hanya mampu berpikir dangkal, seperti para pelaku bullying.
Sistem sekuler juga menghilangkan peran keluarga, masyarakat, hingga negara dalam upaya membentuk kepribadian islam individu masyarakat. Standar materi dan duniawi yang berbasis hawa nafsu melingkupi benak masyarakat hari ini menjadikan kemaksiatan dinormalisasi. Masyarakat berubah menjadi individualis, liberalis, dan materialis. Maka tak heran muncul manusia-manusia lemah yang tidak memikirkan masa depan hakiki.
Negara berbasis sekuler juga membiarkan konten-konten media sosial yang mengajarkan kekerasan tersebar dan bebas diakses oleh siapa saja, termasuk para generasi muda. Alhasil muncullah manusia-manusia yang minim empati dan tega menyakiti orang lain. Diperparah lagi dengan sistem sanksi yang tidak menjerakan para pelaku bullying.
Generasi yang berkualitas dan pembangun peradaban mulia hanya bisa terwujud dalam sistem kehidupan yang baik. Islam memiliki sistem kehidupan terbaik yang mampu mencegah terjadinya perilaku buruk di tengah masyarakat yakni dengan menjadikan sistem pendidikan berbasis aqidah islam yang akan membentuk kepribadian islam.
Kepribadian islam yang terbentuk dalam diri individu inilah yang akan menjauhkannya dari perilaku bullying, sebab standar perbuatannya adalah syariat islam sedangkan bullying adalah perbuatan yang zalim.
Islam akan mengatur media dan melarang siapa saja yang secara bebas menyajikan tayangan-tayangan unfaedah. Media yang ada adalah media yang edukatif yang mensuasanakan masyarakat untuk meningkatkan ketaqwaannya.
Islam menjadikan kemaksiatan sebagai kejahatan, yang wajib mendapatkan sanksi tegas dan membuat jera. Oleh karena itu pelaku bullying tidak lepas dari sistem sanksi berdasarkan ketentuan syariat. Hal ini akan mencegah seseorang berbuat kejahatan atau kemaksiatan serupa. Sungguh, profil generasi tangguh nan berkualitas pembangun peradaban mulia hanya bisa terwujud dalam sistem Islam kaffah. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar