Proyek Sawah Cina, Solusi Ketahanan Pangan Indonesia?

Suara Netizen Indonesia–Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menggandeng China untuk menggarap sawah di Kalimantan Tengah dengan memberikan teknologi padinya dan akan berjalan pada Oktober 2024 (kompas.com, 21/04/2024).

 

Kesepakatan tersebut menjadi salah satu hasil pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam ajang High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI–RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur tanggal 19 April 2024 (voaindonesia.com, 27/04/2024).

 

Tujuan dari kerjasama proyek sawah dengan China ini adalah agar Indonesia mencapai swasembada beras di masa depan. Sebab selama ini Indonesia masih saja mengimpor beras hingga jutaan ton setiap tahunnya. Di samping itu, China juga telah berhasil menjadi swasembada, oleh karena itu Indonesia ingin bekerjasama dengan ahli teknologi China.

 

Namun, beberapa pakar melakukan kritik terhadap kebijakan proyek ini. Dilansir dari Tempo.co, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengkritik wacana penggunaan lahan sebanyak 1 juta hektare di Kalimantan Tengah untuk penerapan adaptasi sawah padi dari Cina.

 

Menurut Andreas lahan itu terlalu luas untuk rencana awal dan dikhawatirkan akan gagal. Andreas mengatakan dari pengalaman food estate sejak zaman pemerintahan Soeharto pada 25 tahun lalu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo luas tanah yang dipakai juga berjuta hektare, namun akhirnya gagal (Tempo.co, 23/04/2024).

 

Keseriusan pemerintah mewujudkan lumbung pangan di negara ini perlu dipertanyakan. Pasalnya banyak program serupa proyek sawah China ini dari masa ke masa, namun tak satupun yang berhasil alias mengalami kegagalan. Di sisi lain, menjadi pertanyaan, mengapa mitigasi kegagalan membangun lumbung pangan justru tidak dilakukan?

 

Mengapa pemerintah tidak mengambil solusi dengan mengoptimalkan produksi petani lokal? Padahal banyak petani yang mengalami kegagalan dan meninggalkan lahan atau kemudian dijual. Akibatnya petani makin malas bahkan pensiun sebagai petani.

 

Kerjasama dengan China menunjukkan lepas tangannya penguasa dari peran utamanya mengurus urusan rakyatnya. Kerjasama ini tentu tidak dibangun atas prinsip pelayanan dan pengurusan rakyat namun dibangun atas prinsip bisnis.

 

Maka bisa dipastikan jika proyek ini berjalan maka yang diuntungkan adalah segelintir orang saja dan bukan rakyat secara keseluruhan. Program ini juga tidak menjamin harga beras di pasaran akan stabil dan terjangkau oleh masyarakat. Serta tidak ada jaminan kesejahteraan pada para petani lokal. 

 

Kerjasama dengan asing pada aspek strategis sebuah negara sebagaimana pembangunan pertanian tentu akan mengancam kedaulatan negara dan berpotensi menguatkan penjajahan.

 

Semua ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang mengarahkan setiap kebijakan pemerintah berorientasi pada keuntungan materi, bukan kepentingan rakyat. Sistem ini juga telah menjadikan negara tidak hadir sebagai pelayan dan pengurus rakyat, namun negara hanyalah sebagai regulator (pembuat aturan saja).

 

Berbagai regulasi dibuat demi memuluskan kepentingan kapitalis korporasi asing/aseng yang sangat rakus untuk menguasai sumber daya alam termasuk lahan. 

 

Sistem kapitalisme jelas berbeda dengan sistem islam. Islam hadir untuk melayani umat secara optimal. Berbagai proyek dan kebijakan yang diwujudkan itu dijalankan untuk menuntaskan problematika umat.

 

Sektor pangan adalah sektor yang strategis sebab berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Islam telah mewajibkan negara untuk bertanggung jawab penuh atas jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan individu rakyat. 

 

Islam menyelesaikan persoalan pangan dari akar masalah, dan tidak sekedar mewujudkan ketahanan pangan saja, namun juga kedaulatan pangan. Negara dalam islam akan menerapkan hukum-hukum khusus terkait tanah pertanian.

 

Negara berperan besar dalam memastikan tidak ada sejengkal tanah pertanian yang ditelantarkan. Pemilik tanah wajib menggarap tanah atau memanfaatkannya. Sebab jika tanah tersebur ditelantarkan lebih dari 3 tahun, maka kepemilikan atas tanah tersebut hilang.

 

Negara juga bertanggungjawab untuk membantu petani, yakni dengan menjamin ketersediaan sarana prasarana pertanian berkualitas namun terjangkau, dukungan riset dan teknologi, dan jaminan pemasaran yang aman dan berkeadilan.

 

Hal ini juga didukung dengan sistem keuangan Baitulmal yang memiliki pemasukan dana yang melimpah sehingga memiliki modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Negara tidak akan tergantung pada modal swasta maupun asing. Terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan sungguh akan terjadi jika islam diterapkan dalam sistem kehidupan secara sempurna. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *