Harga Hunian Mahal, Ada Penyebab yang Fatal ?

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Harga rumah atau hunian terus merangkak naik dari waktu ke waktu. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang kesulitan untuk memilikinya. Ujar Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah “Harga tanah ini tidak akan pernah ada turunnya. Apalagi di daerah perkotaan, yang mana lahan itu sempit dan terbatas,” dalam Webinar Pembangunan Perumahan untuk Rakyat yang digelar Republika bekerja sama dengan Bank BTN, Selasa (24/10/2023). Selain itu beliau mengatakan harga rumah memang sulit untuk turun. Itu karena semua harga bahan-bahan untuk pembuatan rumah juga naik, dari mulai harga semen, besi hingga tanah.

Masyarakat yang memerlukan rumah pun harus merogoh kocek dalam-dalam. Rata-rata budget yang perlu disiapkan untuk menebus rumah pun sudah mencapai miliaran dari data leits Property, untuk rumah komersial harga rata-rata rumah per unit di Jabodetabek sudah mencapai Rp.2 miliar. Demi mempermudah masyarakat membeli rumah, masa tenor kredit pemilikan rumah atau KPR pun kian bertambah panjang, bank memperpanjang KPR menjadi 20 hingga 25 tahun yang sebelumnya hanya 10 hingga 15 tahun.

Sejak 2010 pemerintah memang sudah menginisiasi program Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan (FLPP) dengan anggaran sebesar rp18,5 triliun ini merupakan fasilitas kredit untuk masyarakat dengan penghasilan Rp.8 juta ke bawah. Fasilitas ini merupakan bentuk bantuan negara agar masyarakat kurang mampu bisa mempunyai rumah. Mahalnya harga rumah atau hunian yang merupakan kebutuhan pokok berupa papan sejatinya adalah bukti gagalnya Negara menjamin kebutuhan rakyatnya. Tak heran masih banyak rakyat negeri ini yang hidup tanpa tempat tinggal atau hidup dengan tempat tinggal yang tidak layak. Mereka adalah puluhan juta masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sulitnya rakyat keluar dari garis kemiskinan adalah buah dari penyebab masalah yang fatal yaitu penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini, sistem ekonomi kapitalisme yang tidak membatasi kepemilikan individu telah menciptakan kesenjangan yang lebar antara si kaya dan si miskin. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penerapan sistem kapitalisme harga tanah dan rumah terus melambung. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga telah meliberalisasi lahan di negeri ini, sehingga negara memberikan konsesi pada pihak swasta untuk mengelola bahkan menguasai lahan yang akibatnya lahan perumahan berada dalam kendali dan kekuasaan korporasi.

Pengembang pihak korporat pun dengan leluasa membangun hunian di tanah-tanah tersebut dan mengkomersialkannya kepada rakyat demi mencari keuntungan. Kondisi ini diperparah dengan keberadaan negara yang hanya bertindak sebagai regulator bukan pengurus dan pelayan rakyat, sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan negara berlepas tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hunian layak bagi rakyat. Negara malah menyerahkan kepada pihak korporasi dengan alasan investasi yang akan menambah pemasukan negara. Liberalisasi harta milik umum seperti barang tambang yang merupakan bahan baku pembuatan semen, pasir, besi, batu dan kayu dari hutan ikut menambah beban rakyat dalam membangun rumah karena bahan-bahan tersebut telah dikomersialisasi oleh pihak swasta atau asing.

Sesungguhnya persoalan kebutuhan papan berupa rumah akan selesai di bawah pengaturan sistem Islam dalam bingkai negara Khilafah. Penerapan Islam Kaffah meniscayakan rakyat dapat mengakses rumah yang layak nyaman aman terjangkau dan Syari. Islam telah menetapkan bahwa negaralah pihak yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya, memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan. Negara tidak hanya sebagai regulator yang menyerahkan seluruh pengurusan tersebut kepada pihak swasta ataupun asing, negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada operator baik kepada pengembang maupun bank-bank.

Sebab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda Imam atau khalifah adalah Roin atau pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, hadis riwayat albukhari. Pemenuhan kebutuhan papan atau hunian bagi rakyat ditempuh negara Khilafah melalui beberapa mekanisme yang seluruhnya bersumber dari syariat islam. Penerapan sistem ekonomi Islam memastikan rakyat khususnya para laki-laki penanggung jawab nafkah yang mampu bekerja mudah mendapatkan lapangan pekerjaan. Khilafah tidak akan membiarkan rakyatnya hidup sebagai pengangguran sementara mereka mampu bekerja sebab hal itu akan menjatuhkan pada jurang kemiskinan. Penghasilan yang didapatkan rakyat itulah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk rumah atau hunian.

Adapun rakyat yang tidak mampu bekerja atau tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli perumahan, maka negara akan bertanggung jawab secara langsung dalam memenuhi kebutuhan mereka. Lahan-lahan milik negara bisa langsung dimanfaatkan untuk membangun perumahan bagi rakyat miskin, negara juga dapat memberikan tanahnya secara cuma-cuma agar mereka dapat membangun rumah di tanah tersebut. Tanah dan hunian akan mudah dimiliki oleh rakyat, sebab regulasi Islam dan kebijakan khalifah akan lebih memudahkan seseorang memiliki rumah.

Pemanfaatan harta milik umum secara langsung maupun tidak langsung akan memudahkan seseorang memiliki rumah. Seseorang bisa secara langsung mengambil kayu di hutan dan bebatuan di kali untuk bahan bangunan rumahnya, negara juga bisa mengolah terlebih dahulu kayu-kayu milik umum untuk dijadikan papan triplek dan batangan kayu sebagai bahan bangunan rumah dan mendistribusikannya kepada masyarakat. Negara juga akan Mengolah barang tambang untuk hasilkan besi aluminium tembaga dan lain-lain menjadi bahan bangunan yang siap pakai, dengan demikian individu rakyat mudah menggunakannya baik secara gratis maupun membeli dengan harga terjangkau atau murah. Negara melarang segala bisnis properti yang batil dan menyulitkan seperti pinjaman dengan bunga, denda, sita, asuransi, akad ganda dan lain sebagainya. Sungguh hanya Khilafah yang mampu menjamin kebutuhan hunian yang layak bagi rakyatnya.

Artikel Lainnya

Meningkatnya Wabah Demam Berdarah, Perlu Solusi Terarah

Dilansir dari Liputan6.com, Jakata dalam waktu satu minggu, jumlah korban meninggal akibat DBD meningkat sebanyak 81 kasus. Pada pekan ke-17 tahun 2024, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa terdapat 621 orang yang meninggal karena penyakit DBD. Pada pekan yang sama tahun lalu, jumlahnya sangat berbeda dengan hanya mencapai angka 209.

Ada beberaa faktor yang menyebabkan terus meningkatnya DBD. Awalnya, kondisi tempat tinggal masyarakat sangat mengkhawatirkan. Selanjutnya, sebagian besar penduduk Indonesia memiliki tingkat penghasilan yang rendah atau dalam kondisi kekurangan ekonomi. Masih ada kesulitan dalam memberikan asupan gizi yang cukup pada anak. Kemudian faktor selanjutnya, kekurangan perlindungan kesehatan yang memadai menjadi salah satu masalah utama.

Sumber permasalahan wabah DBD tak bisa dipisahkan dari penerapan kebijakan yang berdasarkan prinsip-prinsip kapitalis. Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam telah mengembangkan berbagai cara yang komprehensif dan juga terarah untuk mengatasi penyebaran wabah. Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab terhadap segala kebutuhan rakyatnya. Segala keperluan penting seperti pakaian, makanan, tempat tinggal, serta layanan kesehatan, keamanan, dan pendidikan akan tersedia untuk semua anggota masyarakatnya.

Sistem kesehatan yang secara langsung dijalankan oleh pemerintah memungkinkan seluruh penduduk dapat merasakan manfaat akses kesehatan. Di segala daerah terdapat penyebaran yang merata dari fasilitas kesehatan dan tenaga medis. Sebagai akibatnya, pengobatan bagi pasien yang menderita DBD akan dapat dilakukan dengan mudah dan secara efisien.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *