Hari Guru Patutkah Merayakan Rusaknya Pendidikan Buah Merdeka Belajar ?
Guru merupakan sosok yang patut dipuji dan ditiru. mereka punya tugas berat karena nasib masa depan anak bangsa ada di dipundak mereka. Dengan demikian, memang sudah sepatutnya kita berterima kasih kepada mereka sang pahlawan tanpa tanda jasa.
Untuk memperingati jasa-jasa guru atas perjuangan dan didikan mereka terhadap anak bangsa, maka pemerintah menetapkan tanggal 25 november sebagai Hari guru Nasional. Penetapan HGN ini diresmikan lewat keputusan presiden nomor 78 tahun 1994 silam (Tirto id, 13/11/23).
Nah, untuk peringatan tahun ini. Pemerintah telah mengedarkan Surat dari Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, yang memerintahkan seluruh instansi pemerintahan, termasuk bidang pendidikan, untuk melaksanakan upacara hari guru pada Sabtu, 25-11-2023. Tema yang diusung kali ini adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar”.
Namun sayangnya, peringatan harus di sejajarkan dengan kondisi generasi muda sekarang. Generasi yang sedang dilanda berbagai macam problema yang tak berkesudahan. Seperti maraknya kasus bunuh diri di antara kaum pelajar dengan berbagai macam alasannya. Ditambah dengan kasus lain yang menimpa generasi hari ini seperti perzinahan, kriminalitas, kekerasan, bullying dan sebagainya. Lantas patutkah untuk dirayakan?
Seharusnya pemerintah mengambil langkah yang serius untuk mengatasi kerusakan generasi. Namun sayangnya pemerintah malah berfokus pada peringatan hari guru untuk memuluskan program merdeka belajar. Tentu, tujuannya adalah menghasilkan lulusan siap kerja dan memenuhi kebutuhan industri semata. Sebagaimana yang diungkap Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan ‘Ala Kapitalisme Sekuler
Sejatinya pendidikan hari ini amat jauh dari kata merdeka. Melihat beragam masalah kerusakan menunjukkan bahwa pembelajaran saat ini tidak sedang baik-baik saja. Kita ketahui bersama setiap ganti menteri, kurikulum pun ikut terganti. Namun faktanya bukannya generasi bertambah baik malah semakin bobrok, baik dari segi pemikiran maupun akhlak. Mengapa demikian?
Ternyata beragam masalah yang muncul dalam pendidikan generasi hari ini, semuanya berakar dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan kehidupan manusia dari aturan agama di berbagai lini kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Kalau pun iya, poinnya di ambil yang menguntungkan saja jika tidak, maka akan di abaikan penguasa.
Amat jelaslah landasan sistem hari ini. Agama bukanlah aturan utamanya, melainkan akal manusia yang kerap kali bertentangan dengan syariatnya. Wajar jika konsep kurikulum yang diajarkan, bukannya melahirkan generasi pembangun peradaban malah yang ada, adalah generasi perusak peradaban.
Alih-alih membentuk kepribadian yang islami. Kurikulum yang ada hanya menjadikan generasi sebagai alat meraup keuntungan materi dan kepentingan berkepanjangan bagi para kapitalis.
Begitulah pendidikan berbasis kapitalisme sekuler yang menjadikan para kaum terpelajar sebagi budak para kapital. Selama kapitalisme menjadi asas negeri ini. Gonta ganti kurikulum pun akan senantiasa di lakukan hingga memenuhi kepuasan mereka.
Hanya Islam Solusi Hakiki
Dalam pandangan islam, generasi merupakan aset terbesar bagi suatu bangsa dan negara. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang akan menyebarluaskan islam ke berbagai penjuru negeri. Oleh karena itu, Islam memiliki tujuan untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam yang mulia dan cemerlang.
Sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan islam yang menjadikan Akidah sebagai landasan utamanya. Adapun tujuannya adalah untuk memuliakan manusia agar memiliki kehidupan.
Contohnya, pada tingkat dasar, anak-anak akan ditanamkan tentang akidah Islam agar paham mana yang benar dan salah. Pada tingkat tinggi, baru diberikan soal pendidikan yang mengandung hadharah. Ini agar pemahaman generasi dari hadharah yang bertentangan dengan Islam dapat terjaga.
Konsep pembelajaran sistem pendidikan Islam pun jauh berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah lebih untuk diamalkan. Apa pun yang dipelajari, nantinya untuk diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Alhasil, generasi akan selalu berpikir membuat karya untuk umat, bukan untuk kepuasan akal pribadi.
Begitu pula dengan para pendidiknya, penghargaan untuk mereka tidak sekadar dengan mengadakan hari guru. Negara juga tidak akan membiarkan gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’, melainkan akan memuliakan dan memberikan gaji yang senilai dengan kerjanya. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas).
Jadi, guru pun akan berupaya sebaik mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan menjalankan amanahnya dengan baik. Pada saat yang sama, Islam juga mengajarkan murid untuk menghormati guru mereka.
Pada hakikatnya, sistem pendidikan Islam merupakan bagian dari satu kesatuan sistem Islam yang wajib untuk diterapkan. Dengan dukungan sistem lainnya (ekonomi, kesehatan, sosial dan lainnya), generasi akan terjaga dari segala kerusakan. Gambaran generasi mulia nan cemerlang ini dapat kita saksikan pada masa Kekhalifahan Islam yang pernah tegak di masa silam. Wallahu’alam Bisshawab.
Komentar