Pelajar Buta Huruf Terimbas Kurikukum yang Sakit
Oleh: Indriani
(Praktisi Pendidikan/ Owner Bimbel Calistung Islam Terpadu)
Dilansir dari poskupang.com, wilayah Ende, Flores menunjukkan paparan para pelajar yang miskin ilmu di tengah gencarnya berbagai inovasi teknologi dibarengi dengan design kurikulum merdeka. Miskin ilmu ditunjukkan dengan banyaknya angka para pelajar dengan kemampuan nihil dalam membaca abjad di usia SMP. Hal tersebut sangat memprihatinkan melihat geliat program global nasional yang terus gencar dengan visi perbaikan kurikulum, dan para gurupun selalu terlibat dengan berbagai pelatihan guna mencerdaskan siswa dalam wadah kurikulum merdeka.
Banyak faktor pemicu dari hal tersebut, salah satunya dengan sajian berbagai kurikulum yang bisa kita soroti hanya bagian dari formalitas program estafet alih jabatan menteri. Menteri satu dengan sebelumnya memiliki program dengan kacamata yang tidak sama, bahkan kurikulum sebelumnya yang belum final tiba-tiba dihentikan karena menteri yang baru telah memiliki program baru.
Mengingat bahwa membaca abjad adalah kebutuhan pokok dari segala jendela ilmu yang lain, namun hari ini kita melihat multi tafsir akan terselenggaranya kurikulum merdeka. Faktor lain, guru yang sedang disiapkan namun juga dipaksa untuk mengajar dengan informasi berkaitan dengan keberadaan kurikulum merdeka yang belum final dan utuh dipahami secara mendasar. Sehingga, guru yang memiliki beban mengajar namun secara kapasitas mengajar belumlah paham benar dengan teknis arah pandang gonta gantinya kurikulum.
Faktor fundamental selanjutnya yakni sebuah sistem feodal alias pembodohan lewat kurikulum telah terpampang jelas, melihat negara agraris ini telah dikuasai oleh banyak investor, sehingga anak didik sengaja disiapkan sebagai agen penyangga roda industri, yaitu dengan disajikan dengan berbagai mapel dan diarahkan sebagai tenaga buruh, bisa dikatakan selevel lulusan tinggi dan sepandai apapun, sejatinya sedang diarahkan sebagai jongos para kapital. Sehingga bisa disimpulkan bahwa rakyat dilarang pintar.
Membaca kacamata sejarah penjajahan feodal Belanda, rakyat Indonesia diperbolehkan belajar berhitung di bangku sekolah namun bukan untuk mensejahterakan dirinya, jauh lebih dari itu tujuan dari Belanda, supaya rakyat Indonesia lebih diperbantukan untuk menghitung dari jarahan SDA yang telah Belanda kumpulkan untuk dimasukkan ke truk-truk mereka, semisal rakyat diajari membaca, mengukur volume, luas bidang, satuan dan ilmu penunjang lainnya. Saat ini kita jumpai hal yang tidak berbeda jauh, hanya saja penjajah tidak hadir di depan mata, namun mewakilkan dengan duta-duta menteri yang bekerja untuk para penjajah.
Pendidikan arah feodal ini plus hadirnya kurikulum merdeka yang menambah keruwetan di sektor pendidikan harus diakhiri. Sistem pembanding haruslah dihadirkan yakni sistem Islam dengan pendidikan yang gratis, mengarahkan setiap insan untuk patuh dan taat kepada Allah sang Kholiq. Design kurikulumpun haruslah disesuaikan dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, sehingga tidak ada cerita lagi anak didik sekolah gratis mendapatkan fasilitas dari pemerintah namun nihil ilmu dan tsaqofah.
Kurikulum pendidikan dalam Islam mencetak generasi berkualitas yang mampu menyelesaikan persoalan dan menjadi agen perubahan bukan agen jongos kapitalis.
Sejarah telah membuktikan pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah memiliki visi yang jelas dari arah pendidikan yaitu pertama, tujuan keagamaan dan akhlak, seperti anak-anak didik diajar membaca dan menghafal Alquran.
Kedua, tujuan kemasyarakatan, seperti pemuda-pemuda belajar dan menuntut ilmu, supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat. Sebagaimana dalam firman QS Al-Baqoroh : 257 ’ Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)’.
Wallahu’alam Bishshawab
Komentar